Rumah

31 10 0
                                    

Rumah ini adalah neraka, di setiap dindingnya terdapat kobaran api yang tak bisa dipadamkan. Atap dan langit-langit terbuat dari kepingan kebencian. Alas rumah seperti terbuat dari air yang mendidih. Aura panas dan sangat menyiksa, dua kombinasi yang diartikan neraka.

Tim melihat depan rumah yang asri dengan tanamannya. Berpoles putih dan biru muda. Beda dengan Tara yang memandangnya seperti kobaran api yang menyala-nyala.

"Ini uang elo." Tim memberikan 5 lembar uang lima puluh ribu hasil dari terima tawaran berpacaran untuk memenangkan taruhan.

Tara menerimanya, memasukkan uang itu di saku.

"Gue tahu elo brengsek, tapi bisakah elo enggak bilang ketemen-temen tentang di mana rumah gue?"

"Kenapa? Rumah elo kelihatan nyaman. Padahal gue pikir elo tinggal di rumah berhantu karena sifat elo yang pendiam, misterius dan selalu membicarakan kematian. Eh ternyata gue salah."

Tara mendengus.
"Elo bisa janji ke gue?" Binar mata yang memohon untuk di turuti.

"Gue dapat apa buat tutup mulut?" Tim selalu punya cara untuk mendapatkan keuntungan.

Tara mendekat kearah Tim, mengecup pipinya beberapa detik lalu melepaskannya.

"Kau tahu apa artinya, kan?"

Tim seperti orang bodoh menerima tindakan yang mendadak. Dia bahkan tidak pernah merasakan hal itu. Tara merasa kalau Tim akan tutup mulut setelah memberi kecupan. Dia memilih bergegas masuk kedalam rumah sebelum Tim mengatakan banyak hal.

*****

Tara masuk kedalam rumah dengan dada yang menggebu, dia sangat ceroboh melakukan hal itu, belum saatnya dia melakukannya. Walau hanya sekedar ciuman di pipi. Walau ia sering melihat adegan itu di acara tv ataupun teman sekolahnya.

Ia melangkah masuk kedalam kamar, satu-satunya tempat teraman di dalam rumah ialah kamarnya, tempat privasi yang selalu dikunci walau ditinggal pergi. Saat Tara memasukkan kunci di lubangnya, terdengar suara aneh dari balik pintu kamar orang tuanya. Sebenarnya Tara tak sebegitu penasaran. Namun suara itu dibiarkan semakin menjadi, erangan dan desahan membuat Tara frustasi dan langsung mendobrak pintu kamar. Ia menyaksikan mama-nya yang tak mengenakan pakaian sedang asyik bermain kuda-kuda dengan brondong.

"Bisakah mama tidak melakukan di rumah? Aku benci suara sialan itu terdengar di telingaku."

"Maafkan mama, sayang. Dia sangat lihai dalam bermain." Dalam keadaan seperti ini, wanita itu nampak tak menyadari kesalahannya. Dia masih berada diposisinya, bertelanjang dengan lelaki yang jauh lebih muda.

"Lama-lama aku bakar rumah ini. Biar hangus sekalian!!" Tara menutup pintu sangat keras, meninggalkan rumah akan lebih baik. Apalagi dirumah ada Mama yang bermain gila.

Tara tidak ingin menangis, dia benci jika air mata tak bisa di tahan. Walau dia sudah berupaya menahannya tetap saja kesedihan memuntahkan air mata.

Seperti biasa, dia berlari ke taman komplek, menangis sepuasnya. Dia berharap hujan datang disaat air matanya turun membasahi pipi, kali ini cuaca yang cerah mencoba menunjukkan betapa menyedihkannya Tara sebagai anak manusia.

"Kenapa elo nangis?" Tim tiba-tiba muncul dihadapan Tara.

"Elo ngikutin gue!" Meski sedih, Tara masih saja bersikap jutek.

"Niatnya enggak gitu, pas jalan dari rumah elo, gue lihat elo lari, jadi gue....."

Belum selesai Tim menjelaskan, Tara menangis di pelukannya. Menumpahkan pada kesedihan di bahu cowok yang baru tadi pagi menjadi pacar bohongan.

"Elo harus janji, jangan sampe ada orang lain tahu kalau gue nangis kayak gini. Elo harus janji sama gue, Tim." Suara isakan masih saja memikirkan anggapan orang lain.

"Iya, gue janji." Jawab Tim, seakan tangisan Tara menghipnotisnya untuk melakukan apa yang diperintahkan. Tim memeluk Tara, menepuk lembut punggung gadis itu, berupaya menenangkan malah tangisan semakin pecah. Tim membiarkan tubuhnya basah oleh air mata, dengan itu Tim tahu bahwa betapa berharganya air mata yang tidak seharusnya keluar disaat-saat kejadian yang menyedihkan. Dia merasakan betapa menyedihkannya Tara menahan sesuatu didalam dirinya, menahan kesedihan yang tak bisa tersampaikan.

Inilah alasan mengapa Tara memiliki kepribadian yang pendiam dan misterius. Masalah keluarga. Kesedihan yang berpusat didalam rumah.

*****

Aku sedih banget kalo nulis hal2 masalah keluarga, pasti selalu nangis. Benci banget kalo kesedihan itu berpusat dalam rumah.

Thank you udah mampir
Jangan lupa vote dan komen.
💜💜💜💜💜💜💜

Cara Kematian TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang