Kematian ketiga

13 3 2
                                    

Tara tahu jika mobil Tim sudah pergi, dia berjalan santai ke dalam kamar, dihentikan oleh sosok lelaki yang baru keluar dari dapur.

"Hey! Elo siapa tiba-tiba masuk rumah orang?" Tanya lelaki yang berumur sekitar 20 tahun. Gayanya seperti anak kuliahan, bertelanjang dada menunjukkan otot perutnya, hanya celana jeans yang menempel di tubuhnya.

"Harusnya gue yang nanya, siapa elo?" Tara menajamkan matanya. Dia tidak ingin terlihat lemah pada lelaki brengsek yang berpesta dengan mamanya.

"Reno! Cepat naik! Tante sudah enggak tahan." Suara memuakan itu berasal dari kamar Angi.

Benar mereka sedang berpesta sex diatas. Entah ada berapa orang disana, Angi membawa teman wanitanya yang sudah janda untuk berpesta.

"Oh apa kamu anak Angi? Dilihat-lihat cantik juga. Pasti rasanya lebih nikmat dari mamamu." Tangan lelaki itu mencoba mengelus pipi Tara, dengan cepat dihempas dan mundur beberapa langkah.

"Eits mau kemana?" Gerakan cepat lelaki itu menghentikan. Mencengkeram lengan sebelum Tara melarikan diri. Lelaki itu meletakkan botol wine agar leluasa mendekap gadis belia itu.

Bibir Tara seakan tak bisa bersuara, biasanya ada Tim yang akan menyelamatkan disaat ada lelaki hidung belang. Tapi kali ini untuk berteriak nama Tim tidak bisa.

Lelaki itu mengangkat tubuh Tara dan meletakkan diata meja makan. Tara memberontak.

"Lepaskan! Lepaskan!"

Gairah Reno semakin memuncak mendapatkan penolakan.

Ada satu nama yang harusnya dipanggil. Dengan tetesan mata berharap didengar. Memohon agar semua ini bisa dihentikan sebelum masa depan hancur sehancur-hancurnya.

"Mama!" Teriak Tara.

Tangisannya semakin menjadi. Panggilan yang sering diabaikan akan membuat mala petaka bagi putrinya sendiri.

"MAMA! TOLONG!" Teriak untuk kedua kalinya.

"Mamamu itu brengsek! Dia enggak bakal nolak jika putrinya gue nikmati juga. Toh, aku sudah dibayar, malam ini elo juga ngerasain enaknya." Lelaki itu menurunkan celana jeansnya.

Tara memejamkan mata, dia tidak mau melihat apa yang selanjutnya terjadi.

Panggilan terakhir yang lemah ketika Reno mencoba melepaskan celana jeans milik Tara.

"Mama! Tolong aku!" Tara merintih ketakutan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kehilangan kegadisannya adalah hal mengerikan seperti kematian bagi Tara.

"PPIIIAAARRRR!!" Botol kaca dipukulkan ke kepala Reno. Dengan memakai baju handuk Angi keluar menghentikan kebejatan Reno pada putrinya.

Angi menjabak rambut Reno murka. "Jangan pernah sekalipun mendekati atau menyentuh putriku. Siapapun yang menodai putriku, dia akan mati di tanganku. Ini janji seorang ibu." Sebuah peringatan mencekam. Tara tidak pernah mendengar kalimat seperti itu dari bibir sang Mama.

Kini Tara memilih berlari sambil menangis ke kamar, hanya beberapa detik jika Angi tidak datang, Tara akan kehilangan seluruh hidup yang selalu ia perjuangkan ketika bekerja di klub malam.

ini adalah kematian ketiga yang mengerikan, aku sendiri merasa jika kehilangan kehormatanku hari ini, bahkan kematian tidak menyelesaikan Kepedihanku. Mama, Kenapa kamu membawa para bajingan ke rumah?

Pintu terkunci, Tara menangis sekuatnya, sembari memukuli dirinya, merasa jijik bersentuhan dengan Reno walau lelaki itu belum sempat melakukannya. Tapi pikiran mengerikan di atas kepala Tara terasa mual. Sangat disayangkan, semua kejadian yang menimpa malam ini karena Mama.

   Ini adalah definisi kesedihan yang sempurna, ditemani air mata, tanpa kawan bahkan Tim sekalipun. Terlebih ketika bisikan sialan menguasai diri untuk melakukan percobaan bunuh diri.

Tara termasuk manusia yang kuat, meski takdir mempermalukannya, membuatnya terlahir dari keluarga yang bejat, tidak ada kasih sayang, kehangatan dan kepercayaan, seakan tinggal dirumah orang asing tanpa hubungan darah.

Tara masih meneruskan tangisnya, semakin memecah ketika mendengar bujukan sang Mama agar membuka pintu . Wanita itu ingin memastikan putrinya baik-baik saja.

pergilah! Pergi!!” bentak tara dari dalam.

“Aku sudah peringatkan kau! Jangan bawa orang-orang bejat ke rumah. Kita memang brengsek tapi jangan sampai putri kita berakhir seperti kita.” Papa tiba-tiba datang penuh amarah.

Tara tidak mengerti kalimat Papa terdenger tiada pembelaan sama sekali. Perdebatan diantara kedua orang tua semakin membuat Tara tak berdaya.

“Aku BENCI KALIAN!! AKU BENCI!” Teriak Tara membuatnya terjatuh tak sadarkan diri.

Tara yang mahir berpura-pura kuat dan tenang akhirnya tumbang juga.

“Tuhan Tolong bawa aku ke pangkuan-Mu."

*****

Yuk.merapat!!

Cara Kematian TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang