Tenggarani Cendikia-RANI

15 5 0
                                    

Pagi yang sangat rumit dijelaskan, tetap saja semua harus dijalani seperti sedia kala. Berharap aktifitas sekolah menyingkirkan segala kepenatan yang sedari tadi membuatnya susah tidur, meski hanya beberapa menit.

Kantung mata yang menghitam membuat Tara lebih menundukkan kepalanya, sesekali mencuri waktu tidur di jam pelajaran. Tidak jarang jika Bara terus menyenggol lengan Tara agar tetap terjaga.

Lelaki itu masih tak henti-hentinya memberi tanda dengan menggerakkan sikunya pada lengan Tara, berusaha sekeras mungkin agar tidak membuat kegaduhan. Nyatanya Guru Biologi sudah mengetahui bahwa Tara sedang tertidur di jam pelajaran. Bu Noy yang terkenal galak, tidak suka jika ada murid yang membangkang apalagi melakukan kesalahan. Dia tidak memberi toleransi terhadap siswa yang melakukan kesalahan.

"Tara!! Bangun! Berdiri dan kerjakan tugas didepan papan tulis!" Bentak Bu Noy.

Hanya beliau, satu-satunya Guru yang memberikn hukuman pada Tara, perihal kepribadian gadis itu yang misterius membuat guru lainnya bergidik seakan melihat hantu atau semacamnya yang bersarang di tubuh Tara. Hanya sebuah asumsi yang harus dihilangkan.

"Heemmm." Tara merenggangkan otot-ototnya, menunjukkan wajah pucat dengan lingkar mata seperti mata panda, mengejutkan sepasang mata yang sedari tadi menunggu reaksi Tara saat dimarahi Bu Noy.

"Astaga! Wajahmu seperti hantu saja," Bu Noy menekan-nekan dadanya.

"Cepat berdiri, selesaikan tugasmu didepan!" Lanjutnya.

"Baiklah, Bu." Tara bangkit dan perlahan berjalan menuju depan kelas.

"Jika saya menyelesaikan tugas saya, apakah saya boleh kembali tidur?" Tanya Tara berbalik arah melihat wanita paruh baya yang masih menetralkan nafas dan detak jantungnya karena terkejut.

"Iya." Dengan berat hati Bu Noy mengiyakan. Meski terkenal galak, Bu Noy masih memiliki simpati yang tinggi terhadap Tara. Dia tahu bahwa Tara harus diperlakukan khusus, selain memarahi, perlu juga menasehati secara baik-baik dan tentu merangkulnya agar meringankan beban sang anak didik yang memiliki masalah tersembunyi, termasuk masalah diluar sekolah.

Tara berjalan kembali kearah Bu Noy yang masih berdiri di dekat bangku Tara.

"Ada apa lagi Tara?" Tanya Bu Noy yang tadinya bersimpati, kini kembali garang.

"Ini, Bu. Saya sudah mengerjakan tugas sampai halaman terakhir." Tara mengulurkan buku catatan serta buku pelajarannya.

"Saya pamit tidur di kanti." Tara pergi begitu saja setelah memberikan tugasnya.

Teman-teman sekelas sukses dibuat melongo atas sikap Tara.

"Maaf Bu, boleh tunjukkan tugas Tara? Apa benar dia menyelesaikannya?" Tanya Tenggarani Cendikia, yang biasa di panggil Rani oleh teman-teman sekolahnya.

"Dia menyelesaikan semua tugas sampai halaman terakhir." Jawab Bu Noy, kagum.

Tara bisa menyelesaikan tugas yang belum dipelajari, benar-benar anak yang cerdas tapi aneh.

***

Saat masih tertidur lelap di kantin, menyembunyikan wajahnya dengan melipat kedua tangan diatas meja, Sela selalu menunjukkan rasa kagum yang berlebihan.

"Elo hebat Tar, bagi ilmu-nya dong! Kenapa elo pinter kayak gitu." Kata Sela menganggu tidur siang Tara.

Tak ada jawaban dari kawannya itu, Sela mengguncang-guncang tubuh Tara agar terbangun.

"Kenapa elo selalu gangguin gue, Selatania!!" Teriak Tara, matanya memerah membuat Sela terjungkal melihat ekspresi kesal Tara dengan mata merahnya.

"Sengantuk itu ya! Sampe mata elo merah gitu? Gue cuma mau tanya, kenapa elo pinter kek tadi?"

"Emang tadi doang gue pinter. Kalau elo mau pinter, mangkannya BELAJAR!" Tara meninggikan kata terakhirnya.

"Iya, enggak usah sewot gitu kali. Gue juga denger, jadi enggak perlu teriak." Sela menirukan.

"Elu sih gangguin gue tidur."

"Mangkannya tidur itu dirumah, jangan di sekolah."

BRAKKK!!!

Seorang gadis dengan 2 siswi yang berdiri dikedua sisinya.

"Bisa enggak, elo enggak usah sok pinter jadi anak, jangan karena elo pacaran sama Tim, elo bisa seenaknya berkuasa sampai-sampai ngatur guru kayak gitu." Rani (yang tadinya belum muncul dibeberapa bab awal karena belum terpikirkan akan sosok antagonis) akhirnya bisa tercipta sosok Rani yang sedari awal sudah menyukai Tim, sudah berbagai upaya ia lakukan tapi Tim tidak pernah menoleh kearahnya setelah berpacaran dengan Tara.

Gadis cantik dengan memiliki popularitas yang bagus, cerdas, pemandu sorak baik untuk basket maupun sepak bola, jika di cerita-cerita novel, sosok Rani cocok disandingkan dengan Tim. Namun karena Tim melakukan pacaran palsu dengan Tara, memiliki kisah pilu dan kehidupan rumit membuat Tim menyukai Tara seperti anak remaja lainnya.

"Kenapa lagi Rani? Elo enggak bosen gangguin gue?" Suara lemah Tara, mengantuk berat.

Rani menarik lengan baju Tara agar bangkit dari tempat duduknya. Tara tidak menyukai sifat kasar Rani. Seumur hidup, kedua orang tua Tara tidak pernah melakukan hal sehina ini.

Tara benar-benar murka.

"Dengerin gue, jika gue masih lihat elo masang tampang aneh tapi sok seperti ini, elo tahu akibatnya." Rani melepas cengkraman, hingga Tara hampir terjatuh.

"Emang apa yang elo perbuat? Elo enggak bisa sekejam seperti malaikat maut yang pernah gue temui." Tara tertawa melihat ekspresi Rani dan kedua temannya yang takut jika Tara mengatakan sesuatu yang berbau maut.

"Gue tahu apa yang elo rasain, bukan sakit hati melainkan ambisi. Elo ingin semua melihat elo. Gue tahu, orang tua elo tukang menjilat agar elo berada ditingkat teratas." Ucapan Tara berhasil memancing emosi Rani.

Memang benar yang diucapkan Tara, bahwa orang tua Rani memberikan sejumlah uang yang cukup besar agar putri semata wayangnya bersekolah dengan tenang karena pendidikannya terjamin kelulusannya atas dasar sogokan, bukan kecerdasan.

Rani berjalan menghampiri Tara, menarik rambut Tara, memukulnya berkali-kali. Tara tidak tinggal diam, dia membalas perbuatan Rani. Mereka beradu mulut serta pertengkaran hebat terjadi.

Hingga Kepala sekolah datang melerai pertengkaran. Tara dan Rani saling menunjuk, menuntut pembelaan. Tara tahu bahwa Kepala sekolah lebih memilih menolong Rani karena melakukan kesepakatan kotor dengan orang tua Rani.

Tara tersenyum miring.

"Miris sekali melihatnya, ini sekolah, bukan tempat penitipan anak." Sindir Tara.

"Utara, kamu sudah keterlaluan. Saya skors kamu selama seminggu." Teriak Bapak Kepala Sekolah.

"Okey sekarang saya pulang. Oh iya, saya tidak sebodoh murid yang anda bela, jadi saya akan menyetor tugas saya walau belum waktunya." Tara pergi meninggalkan kantin. Mengambil tas dan pergi menerima hukuman. Dia teramat sangat ingin menemui tempat tidur yang hangat dan nyaman.

****

Maaf banget baru up yah🙏

Ada kesibukan yang harus di tuntaskan.

Btw, SELAMAT IDHUL ADHA 1441H
Maaf ucapinnya telat

Selamat membaca

Cara Kematian TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang