34

629 91 9
                                    

SARANGHAE







Suara monitor alat alat rumah sakit memenuhi ruangan Jisoo tempati saat ini. Gadis itu sudah selesai di operasi beberapa hari yang lalu namun matanya enggan untuk terbuka.

Sanak keluarga menunggu dengan sabar untuk keadaan gadis itu.

Di depan ruangan rawat Jisoo terdapat dua pria berbadan besar yang sedang berdiri menjaga Jisoo. Kedua tetap terdiam ketika ada satu perawat yang mendekati ruangan rawat Jisoo. Kedua pria itu juga membiarkan perawat itu masuk tanpa di interogasi oleh mereka.

Perawat tersenyum mendekati brankar Jisoo. Ia berdiri tepat di samping Jisoo berbaring dengan mata tertutup.

"Kau masih hidup adikku?" Katanya lalu tersenyum. "Kau tidak boleh hidup, sayang. Kakak tirimu Irene tidak akan membiarkan itu terjadi."

Wanita itu mengeluarkan seringai iblis sebelum menatap botol infus yang terpajang di samping brankar Jisoo. Ia merogoh saku seragam perawatnya berniat mengeluarkan sebuah jarum yang sudah berisi cairan berwarna biru.

Irene memegang botol kemudian menyuntikan cairan itu di sana. Seringai iblis di wajahnya semakin mengembang ketika berhasil dengan misi jahatnya.

Irene menatap Jisoo sembari meletakkan benda pada kantongnya. "Selamat tinggal, sayangku. Matilah dengan mudah, hum. Sampaikan salamku pada Eomma kita jika sudah sampai disana, oke?" Tangannya mengusap surai panjang Jisoo yang terbaring.

"Aku pergi dulu." Katanya lagi, menatap datar Jisoo sebelum keluar dari ruangan Jisoo yang sudah mulai bereaksi akan obat yang di berikan.

Suara monitor berbunyi kencang pertanda keadaan Jisoo memburuk. Tidak hanya kondisi Jisoo yang memburuk tetapi juga tubuh Jisoo bergetar hebat.

Tiga perawat dan dua dokter yang berlari masuk ke ruangan Jisoo tempati. Disana penjaga kamar inap Jisoo sedang panik luar biasa.

Dokter juga mengusir keduanya guna untuk melihat keadaan Jisoo yang sudah di ambang kematian. Tubuh Jisoo masih terus bergetar. Dan para dokter dan suster sibuk mengecek keadaan Jisoo.

Suara berisik monitor berhenti membuat para suster dan dokter saling memandang, mereka menggeleng lemah. Mereka serempak menatap tubuh Jisoo yang sudah tidak lagi bergerak.



••••

Jennie terduduk dengan nafas tersengal di kasur miliknya. Nafasnya memburu, sementara wajahnya di basahi peluh keringat. Jennie baru saja mengalami mimpi yang mengerikan baginya.

"Chuhh!" Jennie berusaha menetralkan nafasnya yang tersengal. "Bagaimana bisa aku bermimpi seburuk itu?" Ucapnya terputus putus oleh nafasnya. "Chu.."

Jennie menggelengkan kepalanya berusaha berpikir jernih, menganggap mimpi hanya bunga tidur untuknya. Jennie mengusap wajahnya dari keringat. Di lihatnya jam berada di waktu dini hari.

"Aku tidak bisa meninggalkannya begini. Aku harus ke rumah sakit sekarang juga. Aku harus menjaganya sendiri." Katanya lalu dengan cepat ia turun dari kasur. Jennie masuk ke kamar mandi guna untuk membersihkan wajahnya dan tidak lupa menggosok gigi. Jennie juga mengganti memakai pakaiannya sebelum pergi.

Dengan langkah tergesa gesa, Jennie menuruni tangga bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Hanya berselang setengah jam, Jennie tiba di rumah sakit dengan suasana tenang dan sepi. Beberapa orang terlihat dengan posisi duduk dengan mata tertutup.

SARANGHAETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang