04| Tameng Gelap

304 44 5
                                    

MEMASUKI akhir bulan September cuaca di Belanda cenderung lebih dingin, jauh lebih dingin dibanding hari-hari yang biasa Gun habiskan di tengah kepadatan manusia di pasar tradisional Thailand. Untuk tiga hari terakhir semua umpatan akan panasnya matahari tak lagi terdengar dari bibir ranumnya, ia justru lebih sering bergelung dalam selimut dan terus berdecak karena terserang flu ringan tepat setelah upacara pernikahannya yang dilakukan di ballroom hotel selesai dilaksanakan.

Ah mengingat kejadian itu Gun kembali berdecak. Jika pasangan lain akan menghabiskan malam pertama dengan romantis dan erotis, Gun justru harus rela menghabiskan malam pertamanya dengan berlembar-lembar tissue untuk membersihkan ingus yang berdesakan ingin keluar dari hidungnya dan yang terburuk adalah Off—suami palsu sialannya itu—tidak ada di sisinya! Pria kaku itu justru langsung pergi entah kemana setelah ia berganti pakaian meninggalkan Gun sendirian dengan perempuan bernama Janhe yang baru ia ketahui berprofesi sebagai sekretaris Off.

Perlu diingat bahwa Gun tidak mengharapkan apapun dari malam pertamanya dengan Off, tetapi Gun hanya ingin berada dalam suatu ruangan bersama orang yang ia kenal di tempat baru seperti ini apalagi ketika ia sakit. Gun bingung berkomunikasi dengan pihak hotel, ia tidak bisa berbicara bahasa lain selain bahasa Thai dan juga Janhe tidak selalu ada di kamarnya untuk membantunya—ya walaupun Off rajin menanyakan kabarnya lewat telepon—tetapi tetap saja Gun ingin pria itu wujud di depan matanya.

Hembusan napas gusar terdengar. Gun sudah terlalu lama terkapar di ranjang hotel tanpa melakukan apa-apa, ia bosan. Dengan langkah lesu dan pelan, ia perlahan mendekat ke arah jendela kaca berukuran raksasa yang langsung menyuguhkan pemandangan jalanan kota Amsterdam dengan bangunan khasnya yang didominasi warna cokelat. Di bawah sana Gun dapat melihat sekumpulan orang berlalu-lalang dengan kesibukan mereka masing-masing. Tatapan Gun jatuh pada anjing jenis Husky Siberia yang tampak aktif bermain dengan tuannya.

Gun merengut masam. Ia benci fakta bahwa saat ini ia tengah iri pada seekor anjing. Husky berbulu tebal dan berbunyi nyaring itu tampak bahagia menikmati awal musim gugur yang dingin bersama orang terkasih, berbeda dengan Gun yang harus terkurung di negara yang ia tidak tahu harus berkomunikasi bagaimana dan juga tidak memiliki siapa-siapa untuk di ajak berbicara, terlebih dengan hidung yang masih sedikit memerah karena flu. Wajah pengantin baru itu semakin muram ketika mengingat kejadian tadi pagi.

"Tidak boleh!"

Mata Gun membola, tidak menyangka akan mendapatkan penolakan. "Kenapa?"

Off menoleh pada Gun yang masih duduk dengan lesu, pria mungil itu bahkan harus bersandar pada headboard untuk menopang tubuhnya yang masih lemah. "Kau masih bertanya kenapa? Lihatlah hidungmu di cermin, sudah seperti badut jalanan."

"Berdiam di kamar ini tidak membuatku sehat, Off Jumpol!"

Off mengambil dasinya, lalu memasangnya di depan cermin. "Dan keluar dari kamar ini akan membuatmu semakin sakit, Atthaphan."

"Aku hanya ingin melihat-lihat di sekitar sini. Boleh, ya?"

"Tidak boleh!"

"Boleh!"

Off menghembuskan napasnya. Ia melangkah mendekat ke arah Gun lalu menyentil pelan dahi mulus lelaki itu hingga ia mengaduh. "Kau tidak bisa berbahasa Inggris, 'kan? Kau juga belum pernah ke sini sebelumnya. Kalau kau tersesat bagaimana?"

Gun mencapit hidung Off hingga wajah lelaki itu sedikit terdorong ke depan ke arahnya. "Kau bodoh, ya? Sekarang sudah ada benda yang namanya telepon. Aku tinggal menghubungimu kalau aku tersesat."

"Aku tidak akan mengangkat telepon dari siapapun hari ini. Aku sibuk."

"Kalau begitu aku akan menghubungi Janhe."

Harap Tak BersisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang