05| Melebur dalam Cium

346 44 3
                                    


BADAI yang menghantam kota Amsterdam sudah berlalu, meninggalkan serpihan-serpihan hawa dingin yang menusuk kulit. Gun menenggelamkan tubuhnya pada selimut tebal yang semalaman membungkus tubuhnya yang tidak mengenakan sepotong pakaian apapun. Wajahnya memanas ketika mengingat bahwa semalam ia secara sadar meminta Off untuk ikut bergabung bersamanya di dalam selimut. Sebenarnya mereka memang tidur bersama selama beberapa hari terakhir, tetapi meminta lelaki itu untuk berbaring di sampingnya? Ya Tuhan, Gun merasa seperti penyedia layanan seks.

Untunglah pria yang semalam dengan suka rela memeluknya itu sudah pergi pagi-pagi sekali seperti biasanya, jika tidak Gun mungkin akan berpura-pura tertidur seharian karena tidak tahu harus berkata apa jika mereka bertatap muka, terlebih ia juga tidak tahu bagaimana caranya untuk ke kamar mandi jika pria itu masih ada di kamar mereka karena ia sedang tidak mengenakan pakaian.

"Kau semalam pasti sudah gila, Gun," makinya pada diri sendiri. "Dan kenapa trauma sialan itu harus muncul di saat yang tidak tepat?!" Gun menghela napas, pasrah dengan apapun yang ada di pikiran Off ketika melihat kondisinya semalam. Mungkin suaminya itu akan menganggapnya pria dewasa yang aneh karena merengek di kegelapan seperti anak kecil.

Gun terkesiap ketika mendengar seseorang masuk ke dalam kamar. Ia segera menutup mata, berpura-pura tertidur meskipun sebenarnya pasti tidak akan kelihatan karena ia menutup seluruh tubuhnya dengan sempurna menggunakan selimut.

"Mr. Atthaphan?"

Gun membuka matanya, kemudian segera menyibak selimut hingga wajahnya terlihat ketika mendengar suara Janhe. "Oh? Ternyata kau. Selamat pagi."

Janhe terlihat tersenyum kikuk. "Selamat pagi, Sir. Maaf, apa saya mengganggu tidur anda? Saya pikir anda sudah bangun, ternyata masih di dalam selimut."

"Tidak. Aku memang sudah terbangun dari tadi," Gun mengibaskan tangannya agar Janhe tidak perlu merasa bersalah.

"Saya minta maaf juga karena masuk ke kamar anda tanpa permisi."

"Tidak apa-apa. Off sudah memberimu akses, tidak masalah jika kau mau masuk ke sini kapanpun." Gun mengatakan hal tersebut dengan tujuan agar Janhe lagi-lagi tidak perlu merasa bersalah atau segan padanya karena Gun memang tidak mempermasalahkan hal tersebut, namun sepertinya sekretaris pribadi Off Jumpol itu menyalahartikan ucapannya.

"Eh?" perempuan cantik itu tampak tersentak. "Maaf, apa anda cemburu? Saya akan mengoreksi perilaku saya." Janhe menunduk. Ia merasa ucapan Gun tadi terdengar seperti sindiran untuknya.

"Hah?" Gun mengerutkan keningnya dengan mulut yang terbuka. "Apa aku terlihat seperti sedang cemburu?" tunjuk Gun pada dirinya sendiri.

Janhe tidak menjawab, ia hanya menunduk dan terus menggumamkan kata maaf hingga membuat Gun jengah. Ia tidak terlahir dengan sendok emas di mulutnya seperti Off, ia tidak terbiasa dengan sikap segan dan takut yang ditunjukkan orang lain padanya seperti yang diperlihatkan oleh Janhe.

"Aku tidak cemburu atau apapun itu, berhenti bersikap segan padaku, Janhe. Akan lebih baik jika kau bisa beradu mulut denganku."

Janhe mengangkat wajahnya lalu menggeleng. "Mana bisa begitu! Anda pasangan dari bos saya dan menantu pertama keluarga Adulkittiporn."

Yeah, pasangan palsu. Gun berucap dalam hati.

"Ah sudahlah!" Gun jengah sendiri. "Ada apa kemari? Ada barang Off yang tertinggal?"

Janhe menggeleng, lalu menunjukkan sebuah paper bag. "Mr. Jumpol menyuruh saya untuk memberikan anda ini secara langsung." Janhe menyerahkan paper bag tersebut pada Gun.

Gun bisa melihat satu set pakaian beserta mantel di dalam paper bag yang dibawa oleh Janhe. "Pakaian?"

"Mr. Jumpol bilang anda akan membutuhkannya dan saya diminta untuk ke sini membantu anda karena beliau bilang anda mungkin masih merasa sakit saat ini."

Harap Tak BersisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang