Thailand, 21 Januari
SEPULUH hari sebelum bulan pertama di awal tahun berakhir. Gun meletakkan kalender di samping nakas kemudian menghela napas. Kenapa sesuatu akan terasa sangat lama jika ditunggu? Menunggu rasanya tak pernah menyenangkan karena berisi ketidakpastian, tapi entah kenapa masih saja dicandui banyak orang, termasuk dirinya.
Gun tidak hanya menghitung hari dan menunggu kapan hari usainya perjanjian tiba, tapi jauh di sudut-sudut tersembunyi di hatinya, ia lebih menunggui sebuah kabar untuk datang dari seseorang. Pesan terakhir yang Gun dapatkan dari orang itu hanyalah sebuah kalimat singkat yang mengatakan 'hati-hati di perjalanan' begitu ia mengatakan bahwa ia akan pulang lebih dulu ke tanah kelahiran. Setelah menyampaikan pesan singkat itu, seseorang tersebut seolah hilang dari peredaran.
Gun akan menunggu, sekali lagi. Di pertemuannya kali ini dengan Off, dia lagi-lagi menjadi pihak yang terus menunggu. Tak apa, Gun tidak keberatan. Bahkan jika hasil dari penantiannya ini lagi-lagi tidak sesuai harapan, setidaknya mereka tidak lagi berakhir dengan membawa kesalahpahaman. Nanti setelah Off kembali, Gun berjanji untuk berbicara dari hati ke hati mengenai semua benang kusut permasalahan dan kesalahpahaman di antara mereka. Jikapun tebakannya perihal Mild benar, Gun akan menerimanya dengan terbuka karena sudah mempersiapkan hati lebih dulu. Yang ia perlukan hanyalah sebuah kejelasan. Siapa Mild dan siapa dirinya untuk Off Jumpol.
"Boleh aku masuk?"
Gun berdeham kemudian menyahut, "Masuk saja, Phi. Pintunya tidak aku kunci."
Kwang masuk ke kamar Gun dengan membawakan semangkuk bubur jagung dan segelas air putih. Wanita itu meletakkan mangkuk dan gelas tersebut di atas nakas lalu duduk si samping ranjang, memeriksa suhu tubuh Gun yang sudah cukup tinggi sejak pria itu kembali.
"Kenapa kau bisa sakit?"
"Ya karena aku manusia."
"Aku serius, dasar anak nakal!" Kwang memukul bahu Gun dengan pelan. "Off masih belum kembali ke Thailand?"
Gun menggeleng yang diartikan sebagai 'belum' oleh Kwang, padahal nyatanya Gun menggeleng karena ia juga tidak tahu jawabannya. Pria itu tidak menghubunginya dan ia juga tidak mau mengusik pria itu.
"Dia tahu kau pulang ke rumahku?"
Gun sekali lagi menggelengkan kepala. "Dia sibuk. Aku tidak sempat mengabarinya."
Kwang menatap Gun dengan curiga. Adik manisnya ini seiingatnya sangat ceria dan berapi-api, sangat ekspresif. Gun bahkan akan bereaksi berlebihan ketika tidak berhasil menawar harga barang di pasar, anak itu juga tidak akan berusaha menyembunyikan kekesalan kepada supir tuk-tuk yang membawa kendaraan dengan ugal-ugalan dan menaikkan harga jasanya, Kwang juga masih sangat mengingat senyum dan tawa lebar adiknya ketika berbicara dan mengantar pesanan kepada pelanggan katering mereka.
Awalnya Kwang sangat berbahagia ketika mengetahui bahwa adiknya akan dinikahi oleh seseorang yang kaya raya. Ia merasa bahwa Gun akan aman bersama Off dan tidak perlu lagi mengalah pada Pim, terlebih di awal pernikahan ia masih melihat binar-binar ceria di kedua mata adiknya. Tetapi Kwang menyadari semakin lama binar itu semakin redup. Gun tidak banyak berekspresi, tidak banyak berbicara, terlihat sangat lelah, bahkan seringkali melamun. Air muka adiknya terlihat sangat sendu dan itu mencubit hatinya. Kadang ia bertanya apakah keluarga Off memperlakukan adiknya dengan baik dan penuh hormat? Mengingat mereka tidak datang dari latar belakang yang sama.
"Gun," panggil Kwang dengan lembut.
"Hm?"
Kwang tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengelus surai Gun dengan kedua tangannya. "Kau bahagia 'kan, sayang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Harap Tak Bersisi
Фанфик⚠️OffGun Fanfiction ⚠️ ❗bxb content "Bahwa cinta sudah seharusnya melambungkan harap tak berkesudahan." . Apa yang ada dipikiranmu ketika membuka pintu di pagi hari dan mendapati orang yang dulu sangat kamu benci tiba-tiba muncul dan menawarkan sebu...