25| Mendekap Damba

291 36 16
                                    

Happy 7th birthday, Babii. I love you guys the most

___

DALAM ruang imajinasi Gun ketika ia masih remaja labil yang baru pertama kali jatuh cinta, dirinya bisa membayangkan betapa menakjubkannya sebuah kencan dengan sosok yang menjadi pemicu debar tak biasa di dada. Ia bisa membayangkan potret dirinya yang tersenyum malu-malu ketika jari-jari mereka terjalin selagi dua pasang tungkai saling beriring mengukir jejak di jalan yang mereka tapaki. Ia bisa merasakan perasaan menyenangkan ketika mata mereka saling menyapa dengan hujaman penuh puja. Ia bisa merasakan kepakan ribuan kupu-kupu tak kasat mata dalam perutnya ketika celah bibir mereka saling menyumbang kata puji tanpa henti.

Tapi tak pernah Gun duga berkencan dengan Off ternyata seribu kali jauh lebih menyenangkan dari yang bisa ia bayangkan. Mungkin tak ada adegan di mana tangan mereka terjalin ketika meniti langkah beriringan, tak ada kata-kata penuh pujian seperti yang dulu ia harapkan, tapi hal-hal sederhana yang hari ini mereka lakukan mungkin akan mampu membuat Gun tersipu sepanjang malam.

Sesederhana Off yang berlari kecil menyeberang jalan demi membelikan bubuk cabai untuknya karena ia tahu Gun tidak akan bisa menikmati seporsi sup ayam tanpa rasa pedas membakar lidah, sesederhana Off yang mengukung tubuhnya dari belakang; menjaganya agar tak jatuh dan tetap aman ketika ia memaksa ingin mencoba menunggang kuda, sesederhana tawa mereka yang saling bersahutan kala melihat hal-hal lucu yang mereka temukan saat mengelilingi pulau dengan sepeda, atau sesederhana mata Off yang tak lepas melekat pada eksistensinya setiap kali Gun membuka mulut untuk menumpahkan cerita.

Agenda kencan mereka ditutup dengan makan malam di sebuah kedai sate sederhana tak jauh dari pantai tempat penginapan mereka berada. Gun menahan senyum malu ketika tangan Off bekerja dengan telaten menggulung lengan kemejanya agar tidak mengenai kuah kacang selagi ia makan.

"Terima kasih," ucap Gun malu-malu. Entah kenapa hari ini ia kerap merasa canggung bahkan ketika Off hanya melakukan hal-hal kecil untuknya.

Pria itu hanya mengangguk menanggapi ucapan terima kasih Gun. Matanya menatap lurus ke wajah Gun yang kini pipinya menggembung lucu saat mengunyah potongan daging sate. "Jadi...bagaimana hampir sebulan ini? Merasa senang?"

Gun menelan kunyahannya dengan cepat sebelum menjawab. "Sangat. Aku baru sadar jika selama ini aku tidak pernah benar-benar memberi waktu untuk diriku sendiri. Selama di sini, aku merasa bebas untuk memilih dan memutuskan sesuatu untuk diriku tanpa harus memikirkan orang lain terlebih dahulu."

"Selama ini kau tidak bisa dengan bebas melakukan sesuatu untuk dirimu sendiri?" alis Off terangkat tinggi dengan kilat penasaran di kedua bola matanya. "Kenapa? Ku pikir anak keras kepala sepertimu tidak akan berkompromi dengan hal apapun demi kepentinganmu."

"Hei! Sejak kapan aku begitu?!" Gun merengut kesal seraya mengacungkan salah satu tusuk satenya yang sudah bersih dari potongan daging.

"Sejak kau mencintaiku saat SMA dulu? Kau terlihat keras kepala dan menyebalkan."

Gun kehilangan argumennya, bahunya melemas. "Ah, benar juga. Tapi itu karena mencintaimu adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk membahagiakan diri tanpa harus merugikan orang lain."

"'Membahagiakan diri tanpa merugikan orang lain' terdengar aneh di telingaku," komentar Off. "Kau anak baik, bahkan sedari dulu. Aku yakin bahagia yang kau cari tidak akan pernah merugikan orang lain, kecuali orang itu iri padamu."

"Duh, bukan begitu maksudku." Gun meletakkan sendok dan menegapkan kembali punggungnya. "Maksudnya sedari dulu aku punya hal-hal yang ingin kulakukan untuk mencari kesenangan. Contoh sederhananya, dulu aku ingin sekali ikut acara study tour tapi tidak bisa kulakukan karena Pim punya kegiatan yang sama di sekolahnya. Kondisi keuangan kami saat itu tidak stabil, jadi aku mengalah padanya atau kadang-kadang aku harus merelakan uang tabunganku untuk membantu biaya perbaikan komputer tua yang kami gunakan di rumah. Yah, hal-hal kecil semacam itu. Tapi, sekarang aku bisa melakukan banyak hal tanpa harus memikirkan siapapun. Itu semua karenamu, jadi... terima kasih, ya."

Harap Tak BersisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang