27| Usik yang Mencekik

330 37 12
                                    

BANGKOK selalu sama dan tak akan pernah mati.

Setidaknya itulah yang selalu Gun yakini hingga saat ini. Tak peduli seberapa cepat waktu meleleh dan membiarkan banyak jiwa tenggelam oleh karenanya, jiwa-jiwa itu akan tetap menemukan jalannya untuk bertahan dan kembali ke permukaan. Tak peduli seberapa deras laju ekonomi berputar dan seberapa berat tuntutan hidup di kota metropolitan menghentak pundak, orang-orang masih akan bertahan dengan tawanya untuk mempertahankan sisa kewarasan meski diselipi umpatan tak bertuan sebab tak tahu siapa yang pantas untuk disalahkan.

Gun menilik satu persatu wajah pelanggannya dari balik kaca etalase. Ada berbagai jenis situasi yang menggelitik hati.

Di salah satu meja yang menghadap dinding kaca, duduk berhadapan sepasang sahabat yang saling bertukar piring; membiarkan masing-masing dari mereka mencoba rasa kue yang berbeda.

Di lain tempat seorang pria berkisar umur 30 tahunan akhir tengah sibuk menyuapkan sepotong demi sepotong cheese cake dengan lelehan biji buah delima pada seorang gadis kecil yang dengan raut riang mendengarkan pria di depannya berceloteh tanpa jeda.

Di sudut yang lain mata Gun menangkap segerombolan anak SMA yang dipunggung mereka masih melekat tas kebesaran yang mungkin saja isinya sangat terasa berat oleh buku-buku tuntutan kurikulum. Tawa anak-anak itu menggema, seolah beban dunia belum benar-benar menyentuh pucuk kepala mereka.

Cookie Rookie.

Gun menunduk. Menyembunyikan senyum bangganya karena ia merasa telah memilih nama yang tepat untuk toko kuenya.

Rookie; someone who has just started doing a job and does not have much experience.

Sama seperti Gun yang menemukan hobi baru dan melakukan sesuatu yang diinginkannya di akhir usia 20 tahunan, ia berharap semua orang juga tidak merasa terlambat untuk menjadi pemula. Tak apa jika kau baru memiliki kesempatan untuk mendatangi kafe atau tempat-tempat hits terkini di usia senja, tak apa jika kau baru memiliki kesadaran menjadi ayah yang baik saat anakmu sudah melewati masa pertumbuhan dengan sempurna, tak apa jika sekiranya kau merasa masih terlalu dini untuk melawan dunia.

Just eat your cake, swallow that sweetness, and say, "Fuck the world. This is new me, I'm a rookie and I'll spend my time in this cruel world wisely by eating something yummy!"

Oke, Gun tahu itu terdengar aneh, tapi hey! Hidup di dunia yang kita pijaki saat ini memang terasa sangat pahit, apa salahnya memberi diri setidaknya sedikit rasa manis? Hehe.

"Phi Gun."

Gun menegapkan punggungnya lalu menoleh ke belakang. "Iya, View? Ada masalah?"

Karyawannya yang bertubuh tinggi semampai itu menggaruk pipinya sendiri; tampak ragu untuk mengadu. "Um, seorang pelanggan memaksa ingin bertemu dengan pemilik toko."

"Aku?" Gun menunjuk dirinya sendiri. Dahinya berkerut bingung. "Untuk apa?"

"Saya rasa untuk komplain. Beliau tadi meminta disiapkan Goddess Lips Cake tapi karena kita kehabisan stok jadi saya merekomendasikan pilihan lain. Beliau tidak terima dan memaksa ingin menemui anda."

"Hah?" Gun terperangah. "Kau mengatakan sesuatu yang membuatnya tersinggung? Ku rasa jika ini hanya perkara tidak mendapatkan apa yang diinginkan, orang ini tidak akan sampai meminta untuk bertemu denganku."

View menggeleng panik. "Tidak, Phi Gun, demi Tuhan tidak. Saya mengatakannya dengan sangat sopan, tapi beliau tetap memaksa."

Gun menghela napasnya. Masa di hari pertama toko kuenya dibuka ia sudah mendapat komplain dari pelanggan, sih?

"Baiklah. Di mana dia?"

"Saya membawanya ke lantai dua."

Kali ini Gun benar-benar menghembuskan napasnya dengan kasar; berusaha untuk tidak kelepasan meluncurkan kata-kata penuh rasa kesal pada karyawannya. "Kenapa kau bawa ke lantai dua? Sudah kubilang jangan biarkan siapapun naik ke atas jika tidak berkepentingan."

Harap Tak BersisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang