TIRAI gorden melambai dengan halus bersama dengan hembusan angin pagi yang membawa hawa sisa embun semalam. Samar-samar dapat tercium oleh hidungnya aroma roti dan sosis yang dipanggang dari luar kamar. Gun membuka matanya perlahan dan ia terpekur sejenak memandang ke luar jendela begitu kembali menyadari bahwa ia sudah tidak lagi bermalam di rumah sakit dari dua hari yang lalu.
Dua hari berlalu dan Gun sama sekali belum bertemu lagi dengan Off. Setelah pertanyaan yang paling menantikan sebuah jawaban terlontarkan, Off tak pernah lagi menyambanginya dan membiarkan pertanyaan itu mengambang begitu saja. Malam itu ia terdiam cukup lama setelah mendengar pertanyaan tak terduga dari Gun sebelum akhirnya memberikan sebuah kecupan selamat malam di puncak kepala lalu memutuskan untuk tidur. Gun penasaran, tapi ia tak ingin mendesak karena terhalang oleh rasa segan.
Paginya setelah malam itu, Gun terbangun tanpa Off di sisinya. Tak lama Janhe datang menggantikan peran suaminya dan mengurus segala hal kepulangannya dari rumah sakit. Sekretaris Off itu hanya mengatakan bahwa pria itu ada pertemuan mendadak yang sangat penting. Gun mencoba memaklumi dan tidak mau berpikiran bahwa Off sedang melarikan diri. Tetapi setelah Gun menunggu hingga larut malam di rumah mereka, Off tak kunjung menampakkan muka di hadapannya.
Akhirnya Gun memutuskan untuk melarikan diri sejenak. Jika Off ingin menghindar, Gun pun begitu. Ia mengirimkan pesan pada pria itu bahwa ia akan menginap beberapa hari di rumah New untuk mengobati rindu dan balasan yang Gun dapat hanya berupa kalimat singkat agar ia menjaga dirinya sendiri dengan baik.
Jujur, Gun sedikit menyesal telah menanyakan hal itu. Apa yang ia harapkan?
Meskipun sedikit terlena dengan kebaikan hati Off, tetapi ia seharusnya tidak lupa bahwa semua itu hanyalah sebuah bentuk janji yang ditepati. Sebelum mereka menikah Off berjanji untuk memperlakukannya dengan baik sebagai bentuk balas budi karena telah membantu pria itu mengelak dari perjodohan. Gun lagi-lagi hampir menjadi bodoh karena sempat berpikiran bahwa Off mencintainya karena hal itu.
Gun menghela napas dan menggelengkan kepala untuk mengusir segala pemikiran mengenai Off. Ia berjalan ke kamar mandi untuk buang air kecil dan membasuh mukanya sebelum keluar kamar dan menghampiri New yang tengah sibuk membereskan kekacauan dapur yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Padahal pria yang berprofesi sebagai dokter itu hanya memasak sarapan berupa roti dan sosis panggang untuk dua orang tapi keadaan dapur seperti telah digunakan untuk memasak bagi satu keluarga besar.
"Kau baik-baik saja?" tanya Gun ketika melihat New tampak kewalahan dengan kekacauan yang dibuatnya.
New menoleh ke belakang kemudian melempar senyum kecil. "Don't worry. Take a seat and enjoy your breakfast."
Gun menarik kursi lalu duduk memperhatikan New yang masih sibuk mengepel lantai dapur. Entah apa yang ditumpahkan olehnya selagi ia memasak tadi. "Maaf aku lagi-lagi merepotkanmu."
"Kau bicara apa, sih?" New berdecak. Ia menaruh semua peralatan mengepel di samping tong sampah kemudian mencuci tangannya sejenak sebelum menarik kursi untuk bergabung bersama Gun di meja makan. "Tidak perlu memikirkan apa-apa. Fokus saja pada kesembuhanmu."
"Aku sudah sembuh."
"Oh ya?" tanya New dengan nada dan ekspresi yang terlihat skeptis.
Gun mengangguk mantap. "Kemarin aku hanya kelelahan saja," ujarnya.
New mencomot satu sosis panggang yang dibuatnya. "Yang kumaksud adalah luka hatimu. Tak peduli sesehat apapun jasmanimu tapi jika luka di hati masih menganga maka kau akan kembali jatuh sakit berkali-kali. Tidak ada habisnya," ucap New tenang. Keningnya kemudian berkerut saat menelan kunyahan sosisnya. "Sialan, ini gosong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harap Tak Bersisi
Fanfiction⚠️OffGun Fanfiction ⚠️ ❗bxb content "Bahwa cinta sudah seharusnya melambungkan harap tak berkesudahan." . Apa yang ada dipikiranmu ketika membuka pintu di pagi hari dan mendapati orang yang dulu sangat kamu benci tiba-tiba muncul dan menawarkan sebu...