Switzeland, 19 Januari
BUTUH waktu yang lama bagi Gun untuk dapat membuat dirinya terlelap dengan aroma parfum wanita yang menempel di pakaian suaminya membelai hidung hingga mengusik ketenangan jiwa. Rasanya baru tiga jam ia tertidur dan kini sudah harus kembali terjaga sebab merasakan hujanan kecupan tak berkesudahan di puncak kepalanya. Matanya yang sedikit membengkak karena semalam diam-diam menangis perlahan terbuka, tanpa sadar ia menghela napas lega begitu melihat Off tidak lagi memakai pakaian yang sama.
"Selamat pagi," sapa Off begitu menyadari bahwa Gun sudah sepenuhnya membuka mata. Ia memberikan satu kecupan lagi di kepala Gun, kali ini kecupannya terasa sedikit lebih lama.
Gun tidak membalas ucapan selamat pagi dari Off, begitupun dengan sentuhannya. Ia tidak memberikan reaksi apapun. Gun justru hanya mendongak dan menatapi suaminya tanpa berkedip selama beberapa detik, dan ia menyadari bahwa Off terus tersenyum padanya meski bisa dikatakan senyum itu hanya berupa satu tarikan bibir yang tipis.
Rasanya sudah lama sekali ia tidak terbangun dari tidur dengan mendapati wajah Off sebagai objek pertama yang retinanya temui.
"Aku tahu aku memang terlalu tampan untuk dilewatkan," seloroh Off penuh percaya diri untuk menggoda Gun.
Sekali lagi Gun bergeming mengabaikan Off, ia tidak memberikan reaksi yang berarti. Tenggorokannya terasa sakit bahkan hanya untuk menelan salivanya sendiri, ia tidak memiliki sisa tenaga untuk meladeni omong kosong Off kali ini. Ia berusaha bergerak untuk keluar dari pelukan Off, namun pria berkulit putih pucat itu dengan sigap menahannya.
"Mau kemana?"
Gun tidak menjawab. Ia justru kembali berusaha untuk menggeliat dan Off semakin mengetatkan pelukannya hingga tidak tersisa ruang bagi Gun untuk bergerak.
"Lepas!"
Off menggeleng. "Mau ke mana sih buru-buru? Aku masih ingin berlama-lama seperti ini denganmu."
Gun mendengus. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu setelah semalam pria itu meninggalkan suaminya sendiri demi bernostalgia dengan mantan kekasihnya.
"Aku perlu ke kamar mandi. Kau mau aku menumpahkan air seniku di sini?" ancam Gun.
Off tertawa lalu melepaskan pelukannya. "Aku tidak mau kau mengompol di sini," ujar Off dengan sisa kekehan di bibirnya. Ia bangkit kemudian memberikan satu kecupan singkat di pipi kanan Gun. "Aku akan menyiapkan sarapan."
Gun langsung dengan cepat masuk ke kamar mandi kemudian membersihkan diri. Di depan cermin westafel, Gun menatap bayangan dirinya sendiri dengan tatapan penuh iba sebab sekali lagi secara sadar telah membiarkan dirinya kembali disakiti oleh orang yang sama. Mungkin pria itu tidak sepenuhnya bersalah, pria itu hanya menjadi dirinya sendiri. Dirinyalah yang patut disalahkan sebab tetap ingin menaruh harapan dan memberikan kesempatan meski tahu bagaimana pria yang ia kasihi memperlakukan hatinya.
Tapi, tetap saja, bagaimana bisa Off masih mampu untuk tersenyum dengan begitu sumringah seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka? Apa pria itu tidak merasakan perasaan bersalah barang sedikit saja karena telah membohonginya? Melihat senyum tanpa dosa Off justru membuat lukanya semakin perih.
Gun mendesah pelan. "Oh, ayolah, Gun. Memangnya apa yang kau harapkan dari pria itu? Sedari dulu memang hatimulah yang terlalu lemah padanya," makinya pada diri sendiri.
Ia dengan cepat membasuh muka sekali lagi kemudian segera keluar dari kamar mandi. Di balkon, Gun bisa melihat Off sudah duduk di depan meja berbentuk bundar untuk menunggunya. Ia menghampiri pria itu dan duduk berhadapan dengannya. Di meja itu sudah Off sediakan susu putih hangat, telur rebus, roti panggang bacon, dan beberapa potong apel.

KAMU SEDANG MEMBACA
Harap Tak Bersisi
Fanfic⚠️OffGun Fanfiction ⚠️ ❗bxb content "Bahwa cinta sudah seharusnya melambungkan harap tak berkesudahan." . Apa yang ada dipikiranmu ketika membuka pintu di pagi hari dan mendapati orang yang dulu sangat kamu benci tiba-tiba muncul dan menawarkan sebu...