42. Petaka

28.1K 2.6K 19
                                    

"Apa yang kau lakukan malam-malam begini?!"

DEG!

"Ny-Nyonya Wendy. Ma-maaf. S-saya hanya--"

"Tck! Dasar tikus pencuri!" gumam Wendy. Pelan. Namun Maya dapat mendengarnya dengan jelas.

Maya menunduk malu. Ini hari tersial sejauh ini. Semua pelayan sudah diperingati oleh kepala pelayan agar tidak berkeliaran di malam hari. Sebab, Nyonya Wendy sering jalan-jalan di malam hari.

Entah dalam rangka apa beliau datang ke dapur. Sungguh! Maya benar-benar sial!

"Mansion ini sudah tidak disiplin seperti dulu. Kesetiaannya pun berkurang. Aku khawatir semakin lama ada pelayan yang menjual kesetiaannya," cerocos Wendy sambil bersedekap tangan. Mencari kehangatan di mantel beludrunya.

"Ma-maafkan saya Nyonya. Maaf."

Satu alis terangkat. Bukan Wendy jika tidak mendisiplinkan pelayan membangkang. Dia dikenal sebagai pribadi yang tegas namun royal terhadap antek-anteknya.

"Siapa nama mu?"

"Ma-Maya Nyonya."

"Tiga hari kau tidak boleh makan. Ini konsekuensi karena telah mencuri makanan."

"N-Nyonya. Mohon kemurahan hati mu Nyonya. Sa-saya... saya...." Maya panik. Sejatinya manusia, dia punya insting melindungi diri ketika terdesak. "S-saya hanya di-disuruh."

"Disuruh?"

"I-iya Nyonya. S-saya disuruh Rahel. Pelayan pribadi Nyonya Lilyana."

Pikirnya ini tidak akan menjadi masalah besar. Dia juga menyaksikan kejadian saat Count Zayan kemari. Tentang raut cemas Nyonya Wendy setelah Count Zayan membisikkan sesuatu. Setelahnya di luar dugaan! Nyonya Wendy tak banyak mengusik Nyonya Lilyana. Banyak rumor yang beredar kalau Nyonya Wendy sudah ditaklukan.

Itu sebabnya Maya berani melimpahkan kesalahan pada Rahel. Pikirnya, Rahel akan dilindungi Nyonya Lilyana dan masalah selesai.

Sejatinya manusia yang hanya bisa berharap jalan ceritanya berakhir bahagia tanpa batu sandungan. Maya gemetar hebat saat sebuah ruang menjadi saksi atas tuduhan liarnya. Sebuah sebab akibat yang tercipta tanpa sengaja.

Bunyi tamparan masih menggema. Wanita berpakaian hitam putih itu tersungkur di lantai sambil memegangi pipi merahnya.

"Sebagai pelayan, kau sudah membuat kesalahan fatal!" cetus Wendy. Telak.

Rahel berdiri. Ia tundukkan kepala seraya berkata, "jika ada kesalahan dari saya, itu karena saya kurang pengalaman sebagai pelayan. Mohon kemurahan hati Nyonya untuk memaafkan."

"Memaafkan? Kau pikir semudah itu?!"

Maya semakin menundukkan kepala. Tiga hari setelah tuduhan liar itu membuat Maya tak berani menatap dua manik coklat milik Rahel.

Bersalah? Tentu. Tapi saat itu Maya pikir situasi masih bisa dikendalikan. Sebab, tak ada reaksi spontan pendisiplinan. Sampai hari ini datang.

Maya tidak pernah menyangka, Nyonya Wendy sampai semurka itu. Ah, andai Maya lebih berani mengaku. Rahel tidak akan menjadi korban lidahnya. Andai Maya berpikir luas, Rahel tidak akan kena tamparan itu.

Semua ini gara-gara aku. Aku harus mengakuinya!

"Ny-Nyonya...." panggil Maya lirih. Sayang, orang yang dimaksud masih tak menurunkan ucapannya.

Sekali lagi! Kali ini lebih kuat! Dengan tangan gemetar itu. Maya memanggil sekali lagi, "Ny-Nyonya."

"Akuilah! Kau hamil kan?!"

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang