"Ethan...." gumam Ziya.
Tidak ada yang bisa mendeskripsikan kesedihan Ethan. Dalam narasi The Destiny ada part di mana sudut pandang mengarah ke Ethan. Dia mengatakan tidak membutuhkan apapun selain keluarga utuh.
Jikalau Ziya adalah Lilyana. Ia berjanji akan mewujudkan keinginan Ethan. Apapun yang terjadi!
"Sedang apa kau?"
DEG!
Ziya langsung menoleh. Laki-laki dengan pakaian putih tengah berdiri membelakangi matahari. Ziya harus mengerutkan kening untuk melihat jelas sosok yang hanya terlihat siluetnya.
"Ah, emh.... aku sedang bersantai," ujar Ziya seraya berdiri. Satu bulir air mata jatuh tanpa disadari. "Eh?" gumam Ziya. Ia meraba pipi. Entah sejak kapan matanya berair dan tumpah. Membahas Ethan memang tidak pernah gagal membuat Ziya sedih.
"Pakai ini...." ujar laki-laki itu seraya menyerahkan sapu tangan.
"Te-terimakasih."
SROOOT!
"Ugh! Ini melegakan. Saat menangis hidung ku selalu dipenuhi ingus. Terimakasih ya," ucap Ziya enteng seraya mengembalikan sapu tangan. Tak tahu si pemilik sapu tangan sudah memandang sungkan. Dengan berat hati ia pun menerimanya.
"Oh ya Tuan, apa tempat ini tidak boleh dimasuki? Aku tidak melihat banyak orang di sini."
"Tuan?" ulang laki-laki itu.
"Eh! A-apa aku salah ucap? Maaf ya, ingatan ku agak kabur. Hehe. Emh...aku harus memanggil mu apa?"
Baru saja akan mengucap. Laki-laki yang seharusnya dihormati ini justru dibuat bungkam. Ya, dia adalah Duke Lukas.
"Ah! Pasti kau pengawal ya?" celetuk Ziya.
Jangan salahkan Ziya ya. Karena dia tidak tahu apa-apa tentang cara berpakaian bangsawan. Sehingga menganggap pakaian Lukas adalah pakaian biasa. Yang dipakai Lukas saat ini adalah baju berlatih. Modelnya simple karena mengedepankan kenyamanan.
Baru saja ia selesai berlatih pedang dengan prajuritnya. Design-nya memang sengaja dimiripkan dengan pengawal. Hanya bagian kerahnya saja yang diberi warna emas untuk membedakan.
"Y-ya. Aku pengawal," ucap Lukas sambil memijat kening. Masalah lupa ingatan ini agak menyebalkan juga ternyata. Lukas jadi bingung menghadapinya.
"Nyonyaaa! Apa kau di sini. Keluarlah Nyonya. Kau harus minum obat."
Dua insan itu saling tatap sebelum Lukas bertanya, "Kau belum minum obat?"
"Tck! Itu tidak penting! Dia berniat membunuh ku!"
Kerut di antara alis Lukas tampak dalam. Serius menatap istrinya. "Maksud mu?"
"Hah! Aku bisa mati kalau minum ramuan pahit itu setiap hari." Badan Ziya begidik. "Hiii! Kau tidak tahu betapa pahitnya itu. Bahkan Kotoran kuda lebih baik!"
Buang-buang waktu saja kekhawatiran Lukas tadi. "Memang kau pernah makan kotoran kuda?" ucapnya datar.
"Mana mung---"
"Nyonyaaa. Oh Nyonyaa!" teriak Rahel. Kali ini suaranya cukup dekat.
"Hais! Aku harus kemana ini. Hei pengawal! Bawa aku pergi!"
"Umh...." Lukas tampak berpikir. "Ku mohon!" ujar Ziya.
Samar garis bibirnya tertarik. Sepertinya sekali-kali menjahili Lilyana tidak buruk. Mumpung dia masih lupa ingatan.
"Baiklah. Ikut aku."
***
BUK!
Satu tepukan keras mendarat di pundak Lukas. Ia mengaduh tertahan merasakan nyeri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUKE! Let's Have Babies! (END)
FantasyKalau orang lain tidak terima setelah terlempar ke dunia novel. Berbeda dengam Ziya. Dengan lantang ia mendeklarasikan amat sangat berminat. Kenapa? Jelas kan karena Ziya ingin bertemu dengan second male lead impiannya. Namun alih-alih sesuai hara...