44. Tafsir Mimpi

27.7K 2.5K 54
                                    

Ziya masih termenung semenjak kesadaran kembali dari bunga tidur yang tak ada bagus-bagusnya. Di depannya ada susu hangat dan roti. Sarapan pagi ini.

Helaan nafas terdengar berat. "Itu cuma mimpi. Ya! Cuma mimpi." Ziya menekuk lehermya ke kiri dan kanan. Pegal terasa. "Ah, kayaknya aku harus cek kesehatan deh. Gara-gara mertua laknat aku jadi sibuk sampai kadang lupa makan. Tck! Lagian...." Ziya melirik sarapan di depannya. "Hah, aku nggak nafsu makan."

Sarapan itu tak laku. Ziya meninggalkannya dingin sedang dirinya melenggang ke kamar Lukas. Entahlah, mimpi barusan membuatnya kepikiran. Walau segenap usaha ia sangkal.

"Lukas.... kapan kamu pulang?" gumam Ziya setelah merobohkan diri dan menghirup dalam wangi Lukas di ranjang.

Mata Ziya melirik lemari kayu dengan ukiran sulur di sana. Ah, mungkin ada wangi Lukas lainnya di sana.

"Akhir-akhir ini aku aneh banget sih," celoteh Ziya sambil mencium satu persatu baju Lukas di lemari. "Dari pada sarapan. Aku lebih suka nyium aroma Lukas. Apa kayak gini orang yang lagi rindu? Ugh! Kok serem ya? Aku kayak penguntit gila aja."

Walau pun begitu Ziya tak mengakhiri aksi mengendusnya. Sampai dia menemukan satu mantel bulu milik Lukas. Aroma Lukas kental tercium. Seperti menemukan harta karun. Ziya tersenyum sumringah. "Aku pakai deh."

Sudah pasti mantel itu sangat kebesaran untuk Ziya. Tapi kekeuh ia pakai. Sebab, hanya dengan cara ini Ziya bisa merasakan Lukas memeluknya.

Pintu dengan tulisan ruang kesehatan tepat berada di depan Ziya. Sebelum bergelut kembali dengan kertas-kertas. Ada baiknya cek kesehatan bukan? Kalau dia sakit mau tidak mau urusan mansion ini dialihkan ke Wendy. Sumpah! Jangan sampai itu terjadi.

"Heran, orang itu ngapain sih masih di sini!" gerutu Ziya seraya membuka kenop pintu.

"Ah, ternyata Nyonya Lilyana," sambut paruh baya laki-laki penunggu ruang kesehatan ini.

"Hum, sepertinya aku bekerja berlebihan. Tubuh ku agak tidak enak. Bisakah kau meresepkan obat untuk ku?"

"Baik Nyonya. Pertama-tama silahkan duduk di sini dulu," pinta paruh baya itu seraya mempersilahkan Ziya duduk di sofa. "Saya butuh beberapa jawaban agar bisa meresepkan ramuan yang cocok," sambungnya.

"Ya, silahkan."

Ziya menjawab dengan jujur apa yang ditanyakan tabib itu. Acap kali Ziya melayangkan pernyataan tentang kondisi anehnya akhir-akhir ini. Seperti suka mencium aroma Lukas, tidak bisa tidur, suka memakan makanan yang sebelumnya tidak suka.

"Menurut mu, apa ini kondisi serius? Maksud ku, bukan hanya tubuh ku yang bermasalah. Tapi kondisi mental ku."

"Maaf sebelumnya Nyonya. Kapan hari terakhir Nyonya datang bulan?"

"Datang bulan ya? Emh... kira-kira sudah lewat hampir dua belas hari. Entahlah, kadang saat banyak pikiran siklus datang bulan ku sering terlambat. Bahkan tidak datang di bulan itu. Kalau kau pikir aku hamil. Sepertinya tanda-tanda hamil tidak ada. Lagi pula aku sudah biasa telat datang bulan."

Ya, itu sebabnya Ziya tidak kepikiran tentang kemungkinan ada janin di perutnya. Sebab, Ziya tidak merasakan mual tuh. Biasanya orang hamil kan sering mual di pagi hari.

"Nyonya, untuk berjaga-jaga. Saya sarankan Nyonya menjalani tes kehamilan. Sebab gejala yang Nyonya sebutkan ada indikasi bahwa Nyonya sedang hamil. Saya akan membantu Nyonya."

"O-oh begitu ya. Baiklah," ucap Ziya bingung.

Setelah melakukan rangkaian tes. Ziya meninggalkan ruang kesehatan. Tentu saja dengan dibekali nasehat bahwa Ziya tidak boleh beraktivitas berlebihan.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang