Lilin merah yang kemudian dilelehkan lalu dicap dengan stample khusus itu sengaja dilepas. Guna mengambil surat di dalamnya. Tiap keluarga bangsawan memiliki bentuk segelnya sendiri. Seperti keluarga Trancy yang memiliki lambang pedang disilangkan sebagai ciri khas.
Sebenarnya bukan karena Ziya kenal pada si pengirim surat. Hanya tertarik saja. Sebab surat ini sangat mencolok di antara yang lain.
Mata Ziya bergerak dari kanan ke kiri. Membaca maksud dikirimkannya surat. Di dunia ini, Ziya sudah menerima kenyataan bahwa komunikasi jarak jauh akan membutuhkan waktu sebanyak jarak yang ditempuh. Semakin panjang jaraknya, semakin lama waktu yang dibutuhkan. Itu sebabnya, Ziya bersyukur bisa kenal handphone. Dari sabang sampai merauke pun bisa berkomunikasi tanpa mengandalkan banyak waktu dan tenaga. Bahkan bisa sampai video call segala.
Sekarang? Boro-boro!
Surat yang Ziya baca ternyata undangan pesta pertunangan Viscount Rozy. Ziya tidak tahu siapa dia. Wajahnya pun tidak ingat. Tapi… ini adalah kesempatan! Kesempatan menumpas rumor perselingkuhan Ziya.
Bayangkan saja, jika Ziya dan Lukas ketahuan mesra-mesraan di depan banyak orang. Bukankah mereka akan menganggap rumah tangga ini baik-baik saja?
Ah, bagaimana dengan Lukas? Sudah pasti ia risih kan? Kalau itu tenang saja! Ziya sudah menyiapkan ramuan cinta yang diam-diam Ziya beli saat Rahel menjalankan tugas keagungan—bermain judi. Ini pilihan terakhir sih, sebab Ziya yakin Lukas akan marah besar jika tahu minumannya dicampur ramuan. Hanya untuk jaga-jaga kalau Lukas menolak digelayuti Ziya pada pesta nanti.
Semoga saja Lukas tidak risih. Sebab, Ziya juga tidak mau menggunakan trik murahan ini.
Ziya mendongak saat Lukas tiba-tiba berdiri. “Mau kemana?”
“Arsip,” tunjuk Lukas. Dingin dan to the point.
Ah, sepertinya rintangan Ziya bukan perihal risih atau tidak risih. Masalahnya, Lukas mau tidak diajak pergi ke pesta pertunangan itu? Kan percuma saja Ziya merancang rencana kalau dia menolak mentah-mentah!
“Suami ku….” panggil Ziya berayun manja.
Ziya sempat melihat aktivitas Lukas berhenti. Untuk sejenak tangannya mogok mencari. Namun dilanjutkan lagi setelah dia berdehem.
“Hm?” lirih dan singkat. Benar-benar mencerminkan ketidakpedulian!
“Ayo datang ke acara ini, pertunangan Vizcount Rozy,” ucap Ziya antusias sambil mengangkat surat dalam genggaman.
Ayolah setuju! Ayolah! Kalau pun menolak, Ziya akan memaksa dengan segala cara. Merengek sepanjang hari pun akan ia jabani.
“Baiklah.”
DEG!
“Ha?!”
Semudah itu?
“Kau yakin?”
“Hum,” ucap Lukas. Di tangannya sudah ada arsip tebal. Tatapan mereka bertemu. “Sudah kan? Bisakah kau pergi?”
What the fuc?
Jadi dia menjawab cepat karena tidak betah berlama-lama dengan Ziya?! Hell! Semoga herbal tea mu kejatuhan cicak!
“Baiklah! Aku akan menyiapkan baju terbaik untuk kita.” Hentakan kaki terdengar kasar. Sengaja, agar Lukas tahu Ziya sedang kesal. Tiba di ambang pintu, Ziya menoleh. Tak lupa melotot. “Tidak ada komplain!” tegasnya.
Setelah benar-benar pergi. Lukas meninggalkan arsip tebal itu kemudian menyandarkan pundak ke kursi. Tangan kirinya terangkat menutupi mata. Helaan nafas terdengar berat dan panjang. Bukan lelah, bukan juga kesal. Dia hanya sedang malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUKE! Let's Have Babies! (END)
FantasyKalau orang lain tidak terima setelah terlempar ke dunia novel. Berbeda dengam Ziya. Dengan lantang ia mendeklarasikan amat sangat berminat. Kenapa? Jelas kan karena Ziya ingin bertemu dengan second male lead impiannya. Namun alih-alih sesuai hara...