“Ternyata di sini.”
Ziya terperanjat. Dengan mata berlinang itu ia mendongak. Menatap satu-satunya orang yang berhasil menemukannya. Entah mengapa, mata sebiru langit itu semakin gencar mengeluarkan linangan air mata. Bukankah dirinya sudah ditemukan? Bukankah seharusnya ia senang? Tapi… kenapa sesak ini semakin bertambah?
Inilah bentuk tidak bersyukurnya seorang hamba. Cukuplah ia diselamatkan. Perihal siapa yang menyelamatkan. Ziya tidak boleh meminta lebih.
“Kau tidak apa-apa?” tanyanya.
“Kaki….” Ziya melirik. Mengisyaratkan pemuda itu.
Ya, pahlawan yang menyelamatkan sang putri bukanlah seorang yang Ziya harapkan. Suaminya. Lukas. Ziya bodoh menganggap orang itu mau mencari.Terlebih dengan kejadian tadi. Mungkin, setelah ini Ziya akan diceramahi habis-habisan. Karena dia Lukas. Laki-laki yang kelak akan menurunkan hukuman pancung pada Lilyana.
“Kau terluka,” gumam pemuda itu.
Ziya tak mau berkomentar. Pun memberi alasan tentang datangnya luka itu. Ia terlalu lelah. Lagi pula, Ziya tak punya kewajiban menjelaskan. Diam akan menjadi pilihan di malam ini. Membisu. Biarkan langit menjadi saksi diamnya Ziya menyiratkan akan sakit hati dan juga kekecewaan.Suara gemeretak samar terdengar. Kerut di antara alis terukir dalam. Rahang itu mengencang. Sekilas, Ziya melihat urat leher itu mengeras. Wanita adalah sumbernya kegoyahan. Diam yang tadinya ingin Ziya pertahankan. Kini melebur di antara cengang. Ketika kilau manik safir menangkap pancaran kemarahan. Sebuah tanya terbentuk, “Kenapa pemuda ini terlihat marah?”
“Dia yang melakukannya?”
Tak sempat Ziya mengungkapkan, pemuda ini terlebih dahulu melayangkan tanya. Sebuah tanya yang jawabannya sudah ada di ujung lidah. Namun enggan Ziya layangkan. Sebab, lebih dari apapun, Ziya tidak ingin menambah pelik. Berdamai dengan diri sendiri adalah keahlian. Biarkan cerita malam ini selesai di sini.
Ziya menggeleng pelan, “Aku jatuh sendiri.”
“Baiklah.” Pemuda itu tak berkomentar. Padahal Ziya yakin pernyataannya terdengar seperti alibi. Sebab seantero rumah sudah tahu kejadian tadi. Tontonan gratis di mana Ziya dan Lukas menjadi pemeran utama. Sayang, bukan drama romantis. Itu hanya gambaran miris dari keretakkan rumah tangga yang berusaha ditutupi.
Mata mereka bertemu. Sejauh ini, Ziya tidak pernah melihat netra amber seterang ini. Musin gugur seolah terangkum dalam mata indah itu. Dedaunan yang menguning. Angin pembawa ketenangan. Mungkin laki-laki ini yang pertama menatap Ziya dengan tatapan teduh.
“Kau bisa berdiri?”
“Hum….”
Tangannya terulur. Mengarah ke Ziya. “Biar ku bantu.”
Ziya kembali menatap. Harus mendongak. Sebab laki-laki ini terbilang tinggi. Kepala Ziya saja hanya sampai di lehernya. Dibandingkan Lukas yang tubuhnya tidak wajar Laki-laki ini jauh, jauh sekali lebih baik!
Catat! Itu adalah pemikikan betina yang sedang kesal. Sebenarnya Ziya tidak bisa menolak sempurnanya tubuh Lukas. Bahkan ia hampir menganga ketika melihat Lukas menggunakan pakaian yang sudah disiapkan Ziya sebelum berangkat pesta.
“Terimakasih ya. Aku terbantu,” ucap Ziya. Mengusap jejak-jejak air mata.
“….”
Laki-laki itu tak bersuara. Ia mengatupkan bibir seraya melempar tatapan penuh kesedihan. Selanjutnya tersenyum. Bukan senyum tulus. Ziya tahu ada keterpaksaan di sana.
Yah, mungkin dia sama dengan bangsawan-bangsawan itu. Penuh kepalsuan dan tipu daya. Kemunculannya sebagai penyelamat mungkin hanya kebetulan. Mengingat tubuh yang didiami Ziya adalah anak dari pembisnis sukses dan istri dari panglima perang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUKE! Let's Have Babies! (END)
FantasíaKalau orang lain tidak terima setelah terlempar ke dunia novel. Berbeda dengam Ziya. Dengan lantang ia mendeklarasikan amat sangat berminat. Kenapa? Jelas kan karena Ziya ingin bertemu dengan second male lead impiannya. Namun alih-alih sesuai hara...