27. Aliansi Dua Kubu

37.8K 3.1K 54
                                    

Dahan pohon mulai gundul. Satu per satu, daun demi daun menjatuhkan diri. Meninggalkan sang pohon untuk mati. Tak bernyawa, tak dianggap, dan tak berharga.

Satu daun jatuh ke piring camilan. Seolah ingin meminta perhatian. Ziya yang sedang fokus merajut syal seketika mengalihkan atensi. Dan berhenti.

Diambilnya daun yang masih setengah hijau itu. Mata sebiru langit itu menyisir taman. Mencari pohon yang memiliki bentuk daun serupa.

"Nyonya?" ucap Rahel yang sejak tadi menemani Nyonyanya di gazebo taman. Tubuh itu merespon saat Nyonyanya berdiri.

Tak disangka. Ziya justru mendengus sambil melempar tatapan jengah. "Bergerak sedikit saja kau langsung bereaksi. Memang aku ini bayi yang tidak bisa berdiri?!"

"Habisnya aku takut Nyonya bunuh diri."

Ziya memegang kening. "Memang atas dasar apa aku melakukan itu? Kurang kerjaan!" Di dunia asalnya saja Ziya mati konyol. Masak di sini mau mati bunuh diri. Ada-ada saja!

"Yah, banyak pro dan kontra beredar. Mungkin akan lebih baik jika Nyonya sedikit bersemangat.”

“Cih! Memang kurang semangat apa aku? Lihatlah! Aku mengerjakan syal ini sehari semalam.”

Hembusan nafas lelah terdengar. Rahel beranjak lalu mengambil hasil rajutan Nyonyanya yang belum sempurna. “Bukan semangat ini yang ku maksud.”

“Lalu?” ujar Ziya. Menaikkan satu alis.

“Emh… semangat seperti hari-hari sebelumnya. Atmosfer mansion jadi berubah sejak Nyonya menjaga jarak dengan Tuan.” Tidak bisa lagi Rahel memendam kecemasannya. Sudah tiga hari mereka tak bersama padahal berada di satu atap.

“Apa Nyonya ada masalah dengan Tuan?” sambung Rahel. Akhirnya ia punya keberanian menanyakan.

“Tidak ada,” jawab Ziya spontan. Sisa harga diri terakhir yang bisa ia pertahankan. Jika Ziya bercerita. Mungkin Rahel pun akan memandang jijik. Ziya belum siap dengan itu.

Mansion ini luas. Banyak ruang dan koridor yang tidak pernah Ziya hitung jumlahnya. Tapi aneh, saat satu gosip menyebar. Mansion ini seolah rumah kecil yang hanya disekat oleh geribik. Setiap kata, setiap ucapan yang keluar dari mulut mereka. Semuanya terdengar jelas. Tentang keretakan rumah tangga yang baru terbina beberapa hari.

Ah, memangnya itu penting? Sejak awal Ziya sudah memasang zirah besi untuk menangkis semua rumor. Tapi sayang, zirah besi itu tak mampu menahan beratnya rindu.

Sedang apa Lukas sekarang? Padahal di satu atap. Tapi Ziya tidak tahu apa yang sedang dia lakukan.

Sejak itu, Ziya selalu menghindari Lukas. Rasa bersalah membawanya ke jurang putus asa. Tak ada lagi senyum malu-malu Lukas. Tak ada lagi pipi meronanya. Tak ada lagi ucapan terbatanya. Ah, apa ini sudah benar? Dengan menjauhi Lukas. Apa semua akan baik-baik saja?

Secara rasional inilah pilihan yang tepat. Tapi.... kenapa rasanya sesak?

Ziya berhenti melangkah. Tepat di depan pohon yang hampir menguning seluruh daunnya. Ia menaruh daun kecil tadi di antara daun-daun lain yang berserakan. Walaupun harus mati. Setidaknya daun kecil ini tak berpisah jauh dari teman-temannya.

"Nyonya, udara semakin dingin. Sebaiknya Nyonya masuk ke dalam," ujar Rahel.

Musim gugur memang terkenal dengan udara dingin. Angin pembawa salju mulai menepi ke tanah ini. Menempati setiap dataran negeri.

"Hum...."

Dari balik jendela. Mata itu terus mengikuti kemana istrinya pergi. Sejak tadi, sejak Lilyana memilih duduk di gazebo untuk merajut syal. Lukas tak pernah beranjak. Terus memandangi istrinya dari jarak ini.

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang