22. Arti Tanggung Jawab

47.9K 4K 19
                                    

"Sekarang, bawa kemari pelayan itu! Aku belum selesai berurusan dengannya."

"Sudahlah Lena. Lebih baik kita akhiri saja," cegah Rozy.

"Tidak sampai aku membalas penghinaan ini!" Lena menatap nyalang ke arah Rahel. "Kemari kau!"

Beginilah jika lawan bicaranya menggadaikan otak di tukang loak. Padahal dia tahu siapa yang salah. Tapi tetap menuntut pertanggung jawaban Ziya. Cih! Mana Ziya tidak bisa menyerang balik. Pernyataan Viscount Rozy bagai zirah perlindungan untuk Lena.

Sialan! Andai Lukas di sini mungkin keadaan akan membaik. Ah! Atau memburuk? Karena yang Ziya tahu. Lukas berdedikasi tinggi terhadap kerjasama antar bangsawan.

"Nyonya." Suara Rahel membuyarkan fokus Ziya. Ia menoleh. "Akan ku anggap ini investasi. Nyonya berhutang pada ku ya?" ucap Rahel dengan senyum syahdu. Seolah ia tak menganggap beban kesalahan yang dilakukan Ziya.

Punggung kecil terbalut baju hitam putih itu menjauh. Mendekati hukuman yang jelas-jelas bukan miliknya. Ah, kalau seperti ini... Ziya akan sangat merasa bersalah.

"Rahel, berhenti di situ!" titah Ziya mutlak.

Arnold mengernyit heran. Tadi sebelum Rahel membuat keputusan. Ia sempat melihat kilat menyejukkan dari sepasang manik coklat itu. Dengan senyum seikhlas langit melindungi bumi. Ia maju. Tak gentar sedikit pun.

Ah, mungkin.... Arnold harus mengubah cara pandangnya tentang dua wanita ini. Mereka punya sesuatu yang sudah hilang dari hati kebanyakan orang. Ya! Perasaan untuk saling melindungi.

"Wah, ada apa ini? Apa mungkin Duchess Lilyana yang akan menggantikan posisi pelayannya? Haha, sangat mengharukan!" sahut Lena.

Ya, Ziya tidak punya pilihan. Ini adalah kesalahannya karena main tangan duluan. Hidup di sini menbuat Ziya sadar. Kekerasan hanya akan membuat petaka baru. Ziya harus mengingat dengan baik.

"Ini kesalahan ku. Aku yang akan bertanggung jawab."

"Nyonya!" sahut Rahel tak terima.

"Rahel, Arnold. Ku perintahkan kalian untuk tak beranjak sejengkal pun dari tempat. Ini perintah!" timpal Ziya lantang.

Lena tampak kegirangan. Terlihat sekali dari wajahnya yang tersenyum cerah. Di sampingnya ada Hana yang juga tak kalah sumringah. Sedangkan Viscount Rozy tampak cemas. Yah, sejak tadi wajahnya memang seperti itu. Dia tipe laki-laki yang sangat tidak Ziya sukai. Kurang tegas dengan pasangannya.

"Baiklah Duchess Lilyana. Mungkin ini akan tercatat sebagai sejarah memalukan oleh keturunan mu. Sebagai bentuk kepedulian. Aku tidak akan menceritakan hal ini pada siapa pun. Cukup orang-orang di sini saja yang tahu," ucap Lena senang.

"Terserah kau saja. Cepatlah! Aku tidak punya waktu meladeni mu!"

"Hihi, aku suka keteguhan hati mu Duchess. Baiklah, aku hanya akan menampar mu sekali. Setelah itu aku akan pulang."

Ziya berdecak. Ia tak menggubris dan hanya melengos.

"Ini adalah balasan atas perlakuan mu!" Tangan Lena mengudara. Kelima jarinya membentang sebagai upaya mempermalukan seseorang. Seringai yang dihiasi gigi mengerikan itu tampak serasi.

Ziya memejamkan mata. Ah, jika kata andai bisa berlaku. Ziya ingin sekali Lukas menyelamatkan. Walau hanya sebatas andai.

BRAK!

"Apa yang kau lakukan?!"

Mata safir itu kembali menampakkan kilaunya. Itu dia! Pasti dia! Seperti cerita romance pada umumnya. Lukas pasti kembali untuk menyelamatkan--

DUKE! Let's Have Babies! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang