AKU kembali ke kamarku dan mengganti pakaian.
Ketika jam menunjukkan pukul sebelas malam, aku mematikan lampu dan meringkuk di kasurku.
Sebuah ketukan terdengar.
Aku ingin mengabaikannya. Lagi pula siapa yang mau mengunjungiku larut malam seperti ini? Itu pasti hanya orang iseng.
Namun, ketukan tidak kunjung berhenti.
Dengan malas aku menarik selimutku dan turun dari kasur. Aku membuka pintuku dengan setengah kesadaran. Lorong asrama putri gelap, tetapi jaket merahnya langsung bisa kukenali. Aku membuka mulutku ketika dia membekapku dan mendorong masuk.
Nathan menutup pintu dengan kasar lalu menempelkan jari telunjuknya di mulutnya.
Aku melotot menatapnya dalam kegelapan.
"Kamu benar," bisiknya. "David Madsen mengejarku."
Sayup-sayup hentakan kaki terdengar di lorong mendekati kamarku. Sebuah ketukan lembut membuat kami terkesiap.
"Max? Max? Kamu di dalam?"
Aku segera menyisir ruanganku mencari tempat yang sempurna untuk persembunyian Nathan. Kemudian aku ingat, di garis waktu lain, saat David menyerbu kamar Chloe, aku bersembunyi di lemari.
Nathan enggan masuk ke dalam lemari, tetapi dia tidak punya pilihan lain. Syukurlah dia memiliki tubuh yang kurus sehingga bisa muat di dalam meski dia harus berjongkok. Aku menutupnya dengan tirai kuning yang tebal.
David Madsen berdiri di depan pintuku membawa senter dan dia masih berpakaian seragam keamanan lengkap.
"David? Anda membuatku takut," kataku.
"Maaf, Max aku harus menganggumu di jam larut ini, tetapi ketika aku berpatroli di depan asrama, aku melihat Nathan sedang merokok. Dia masih berkeliaran di sini!"
Aku mengerjapkan mataku berpura-pura kaget. "Lalu ke mana dia sekarang?"
"Aku mengikutinya masuk ke dalam asrama, tetapi sepertinya dia melihatku mengikutinya, lalu dia masuk ke asrama putri."
"Dan menurutmu dia ada di kamarku?"
Mata David menjelajah kamarku yang gelap dengan waspada.
"Bisakah kamu menyalakan lampunya dan biarkan aku memeriksa?"
"David, Anda membuatku tidak nyaman," kataku. "Aku akan menyalakan lampunya hanya agar Anda bisa melihat kamarku lebih baik, tetapi aku tidak mengijinkanmu untuk masuk."
Aku menekan saklar dan cahaya menerangi kegelapan.
Dia tertawa gugup. "Tentu saja dia tidak ada di sini."
"Tentu saja," sahutku. "Dia bisa ada di mana saja, tapi bukan di kamarku, bukan? Itu tidak mungkin."
"Kamu benar, Max. Dia mungkin berada di kamar temannya."
Aku mengernyit. "Apakah kamu akan menyergap semua kamar asrama putri? David, ini sudah keterlaluan."
David mendesah keras. "Oh, Max. Aku tidak tahu apa yang kulakukan. Aku sangat putus asa dan melihat Joyce masih bersedih karena Chloe... Itu menghancurkanku. Aku harus berbuat sesuatu. Aku harus melakukan sesuatu untuk membalas si keparat itu!"
"Dia tidak ada di sini, David. Dia mungkin pergi mencari perlindungan di tempat lain." Aku memegang bahunya. "Jujur saja Anda membuatku takut, tapi aku percaya Anda memiliki hati jauh lebih besar dari ini. Bukan ini yang Joyce atau Chloe inginkan."
Dia hanya terdiam dan menunduk.
"Jadi apa yang akan Anda lakukan?" tanyaku.
"Entahlah. Aku tidak memiliki rencana, tetapi jika aku melihat dia masih berkeliaran di sini sekali saja, aku pasti sudah akan membawanya ke suatu tempat. Tempat yang buruk."
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Storm (Life is Strange)
Novela JuvenilMax Caulfield harus mengatasi traumanya sendiri setelah mengorbankan sahabatnya, Chloe-dan memutuskan untuk membantu Nathan Prescott-tanpa mengetahui bahwa bencana yang lebih besar akan segera mengancam kehidupannya dan kotanya. 🔞⚠️ DARAH, TEMA SE...