AKU ingat keterkejutan dan kengerian ketika mengetahui bahwa aku berkencan dengan Nathan di timeline lain. Sekarang, rasanya tidak jauh berbeda. Hanya kegembiraan yang menyelimuti hatiku yang tampak lebih besar dari apapun.
Ini gila. Aku tidak percaya kami melakukan ini juga di timeline lain. Chloe, sebaiknya kamu berada di sini untuk mendengarkan semua pujianku tentang Nathan. Sepertinya, aku juga jatuh cinta padanya. Bukankah sangat menyenangkan jika mereka berdua berada di sisiku dalam timeline yang sama? Meski itu akan membuatku menjadi orang yang serakah.
Aku tertawa kecil. Nathan menoleh ke arahku.
"Apa yang lucu?"
"Kepala Sekolah Wells akan mengusirku dari Blackwell."
Dia mengerutkan alisnya. "Tidak, dia tidak akan melakukannya. Kamu hanya akan diskors selama 3 hari."
"Kamu yakin?"
Dia mengangguk.
Senyum kemenanganku kembali. "Oh, man... Keluarga Prescott selalu membuat uang mereka berharga." Aku menoleh ke arahnya, berhati-hati barangkali dia tersinggung. "Apakah kamu keberatan?"
"Hell no. Akulah yang mengatur ini. Kepala Sekolah yang kacau itu sudah gila—mencoba menutup satu-satunya tempat yang bisa aku tuju. Dia tidak tahu berurusan dengan siapa."
Aku mengerjap. "Oh, tentang itu... Sebenarnya Warren menawarkan agar kamu bisa tidur di kamarnya selama aku diskors. Aku mungkin bisa menginap di rumah Joyce."
Dia melontarkan ekspresi jijik dan meludah selama satu detik. "Tidak mungkin aku bisa tidur di kamar Gayram itu. Aku tidak mau pergi ke sana."
"Hey, hati-hati. Dia adalah sahabatku."
"Baiklah, baiklah. Tetap saja, aku lebih suka tidur di lorong." Dia berhenti sebentar, lalu berdiri di samping tempat tidurku. "Aku punya ide yang lebih baik."
Begitu saja. Kami berlari ke truknya dan meninggalkan Blackwell. Kami berkendara sekitar 30 menit ke apotek untuk membeli kondom dan pil lalu kami menuju ke supermarket untuk membeli makanan kaleng dan air mineral.
Aku bersyukur dia tidak membawaku ke Kamar Gelap. Bagaimana pun, tempat itu menimbulkan trauma praktis bagi kami berdua. Sebaliknya, kami pergi ke mercusuar.
Ciuman kupu-kupu di sana-sini saat kami menelusuri jalan setapak menuju puncak. Tangannya menuntunku ke kursi taman yang menghadap teluk. Matahari beranjak turun bersembunyi di balik awan memberikan sensasi golden hour terbaik yang pernah ada.
Dia membuka jaket jeansku.
"Jangan lakukan di sini." Aku menangkis tangannya kemudian melakukan pemindaian cepat ke sekitar.
Mercusuar yang bercat putih-hijau berdiri gagah menggoda. Kami mendekatinya dan mencoba membuka pintunya, tetapi itu terkunci.
"Sial!" Dia mengumpat.
Ada batu bata tergeletak tak jauh dari tempatku berdiri. Itu seperti habis digunakan beberapa orang untuk duduk melingkar di depan api unggun semalam. Aku mengambilnya kemudian memukul pintunya dengan itu.
Butuh beberapa pukulan dan—ya, itu terbuka.
"Open sesame."
"Hardcore, Caulfield!"
Aku tersenyum bangga. "Ini bukan pertama kalinya bagiku."
Ada suasana aneh saat kakiku memasuki gedung. Debu dan udara pengap memang tidak enak di sini. Tempat ini telah ditinggalkan selama berbulan-bulan. Lihatlah jaring laba-laba itu—ada di mana-mana di sudut. Aku penasaran apa yang terjadi pada nelayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
After The Storm (Life is Strange)
Novela JuvenilMax Caulfield harus mengatasi traumanya sendiri setelah mengorbankan sahabatnya, Chloe-dan memutuskan untuk membantu Nathan Prescott-tanpa mengetahui bahwa bencana yang lebih besar akan segera mengancam kehidupannya dan kotanya. 🔞⚠️ DARAH, TEMA SE...