Part 13

3.4K 341 17
                                    

Ketika mampir minggir buat ngopi ditemani sama Pak dokter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika mampir minggir buat ngopi ditemani sama Pak dokter.
Definisi apes diselingkuhi pulu-pulu di pukpuk sama serbuk berlian.

"Capek ya pasti jadi kamu. Kalau capek lebih baik istirahat dahulu, kamu tahu, kamu sudah cukup hebat dalam menghadapi segala ketidakadilan yang baru saja kamu dapatkan."

Astaga. Tidak tahukah dokter Kaliandra efek kalimatnya barusan, alih-alih tangisku mereda, tangisku justru semakin menjadi dibuatnya. Baru kali ini ada seorang yang menyebutku hebat karena bertahan dari segala masalah yang telah terjadi dalam hidupku. Selama ini setiap orang yang mengetahui masalah keluargaku pasti akan menyebutku bodoh karena terus bertahan di dalam keluarga yang toxic tanpa pernah mereka mau berkaca atau menempatkan kaki mereka dalam sepatu yang aku kenakan.

"A..... aku..... he..... hebaaat?" Terbata-bata aku mengulang apa yang baru saja dikatakan oleh dokter dingin ini, dan tanpa basa-basi dokter Kaliandra mengangguk.

"Ya, kamu hebat. Kamu hebat bisa menahan semua emosi menyakitkan di hadapan orang-orang yang sudah begitu tega melukaimu. Kamu berhasil menyelamatkan dirimu sendiri, dan sekarang kalau kamu mau menangis its oke, menangislah. Menangis memang nggak menyelesaikan masalah tapi setidaknya kamu akan lega setelahnya." Terlihat dokter Kaliandra begitu canggung sampai akhirnya tangannya menepuk bahuku perlahan, seolah dia kebingungan dengan keadaan ini tapi terpaksa harus menunjukkan kesungguhannya dalam menyemangatiku.

"Terimakasih, dok. Saya nggak tahu gimana jadinya kalau dokter nggak ada." Ditengah sesenggukanku, aku mencoba mengutarakan rasa terimakasihku karena dia yang bahkan tidak mengenalku, sudi menemaniku. Lucu sekali orang lain lebih peduli daripada orang terdekatku sendiri.

"Sebenarnya seperti yang saya bilang tadi, saya capek dan saya pengen istirahat, tapi sebagai manusia saya tidak bisa menutup mata saat ada orang lain yang kesusahan. Kamu terlihat baik-baik saja, tapi saya khawatir kamu akan loncat dari jembatan. Yang paling mengerikan itu seorang yang bisa tertawa disaat hatinya berdarah-darah. Saya hanya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan."

Tidak ada yang lucu dari kalimat dokter Kaliandra barusan, namun bodohnya aku justru tertawa mendengarnya persis seperti gambaran yang baru saja dia katakan. Tawa dan tangis bercampur menjadi satu hingga aku sendiri sulit membedakan rasa apa yang tengah aku rasakan sekarang ini karena benar-benar campur aduk tidak karuan.
Diantara kalian pasti ada yang pernah berada di posisi yang sama sepertiku sekarang.

Kuraih tisu yang diulurkan oleh dokter Kaliandra ini dan menyusut air mataku, perlahan tangisku mulai menghilang meski sesekali aku masih sesenggukan, kalimat receh dokter Kaliandra ini sedikit menghiburku. Entah bagaimana penampilanku sekarang, mungkin penampilan paripurna saat aku pergi tadi sudah berantakan karena tangis hebohku barusan.

"Sebenarnya hal-hal kayak gini bukan sekali ini terjadi, dok. Dokter pasti sudah dengar kan tadi kalau kembaran saya itu memang dari dulu selalu merebut apa yang saya miliki. Bukan cuma mainan, atau barang tapi sampai pada laki-laki yang bersama saya." Semua curahan hati ini meluncur begitu saja, mendapati dokter Kalindra terdiam sembari menatapku, aku seperti mendapatkan lampu hijau tentang dia yang mendengarkan segala keluh kesahku hingga tanpa tahu diri sama sekali aku melanjutkan menumpahkan segala unek-unek yang mengganjal. "Juna, dia bukan pria pertama yang kembaran saya ambil, tapi sekarang tidak tahu kenapa saya tidak bisa Legowo seperti biasanya. Saya marah apalagi orangtua saya yang terus menerus membelanya. Terkesan kekanakan, tapi saya hanya ingin orangtua saya melihat jika disini yang terluka itu saya. Bukan malah saya yang disalahkan dan disebut sudah mempermalukan adik saya karena live streaming saya mungkin tersebar satu Indonesia."

JUWITA (Kembaranku Perusak Bahagiaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang