Part 24

3.1K 395 19
                                    

"Mas, kalau saya mau ketemu sama dokter Kaliandra gimana caranya, ya? Maksud saya, orangnya dimana gitu!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mas, kalau saya mau ketemu sama dokter Kaliandra gimana caranya, ya? Maksud saya, orangnya dimana gitu!

Security bernama Afnan itu menatapku dari atas kebawah berulangkali seakan tengah menilai akan diriku, jujur saja, meskipun aku bekerja di bidang jasa dimana aku seringkali diperhatikan karena banyak alasan, tetap saja rasanya aneh saat dipandang sedemikian rupa sebelum akhirnya pria yang aku taksir berusia sama seperti dokter Kaliandra tersebut mesam-mesem penuh makna.

"Saya tebak Mbak ini nggak sedang sakit, kan? Nggak mau berobat kan nemuin dokter Kal?"

Dokter Kal? Oooh, jadi itu panggilan dokter Kaliandra, aku kira dirumah sakit panggilannya sesuai namanya yang sepanjang rel kereta api tersebut. Tanpa aku sadari aku manggut-manggut sendiri sebelum akhirnya aku tersadar atas apa yang menjadi pertanyaan Mas Security ini. Jujur, aku sedikit tidak expect dengan tanggapan Mas Security yang kelewat friendly ini, biasanya kan formal mendekati kaku atau kalau nggak ketus sekalian.

"Iya Mas, saya ada keperluan pribadi sama dokter Kaliandra. Ada barang pribadinya yang kebawa sama saya dan harus segera saya kembalikan karena ada flight nanti siang. Mohon maaf saya nggak bisa titipin barangnya dan harus saya kembalikan secara langsung."

Enggan berbasa-basi dan membuang waktu lebih lama aku segera mengutarakan niatku bertemu dengan dokter Kaliandra secara lengkap dan singkat dalam satu tarikan nafas.

"Kalau begitu saya antar ke ruang staff di UGD, Mbak. Sepenglihatan saya sepertinya dokter Kal belum kembali, motor maticnya masih ada di parkiran."

Mas Afnan Security tersebut berjalan lebih dahulu dengan aku yang mengikutinya dari belakang melewati ramainya para pasien rawat jalan yang sedang antre untuk konsultasi dengan dokter praktik menuju UGD. Meskipun aku nol soal medis dan hal-hal yang berkaitan dengan rumah sakit aku sangat paham jika UGD adalah tempat urgent yang tidak bisa sembarangan dikunjungi.

"Coba Mbak kabari dokter Kal, siapa tahu dokter Kal udah nggak sibuk bisa nemuin diluar, Mbak! Lebih nyaman ngobrol diluar daripada disini Mbak, banyak orang sakit nanti ketularan."

Ya bener sih yang dibilang sama Mas Security ini, tapi...... "Saya sudah nyoba buat telepon tapi nggak diangkat, saya kirim pesan juga nggak dibuka. Sibuk bener kayaknya dokter Kaliandra, Mas. Berasa ngehubungin menteri tahu nggak."

Mendengar keluhanku, Security yang cukup manis dan sedap dipandang tersebut tertawa renyah, geli sendiri dengan perumpamaanku. "Nggak sibuk pun dokter Kal memang susah dihubungi, Mbak. Apalagi kalau bukan urusan pasien, jangan harap deh bakal diladenin, para staf disini nggak peduli dokter, perawat atau apapun nggak ada yang berani sepik-sepik Pak dokter, cueknya bikin beku."

Mendengar bocoran tipis-tipis dari Mas Security ini aku hanya manggut-manggut, rupanya memang bawaan orok kalau dokter Kaliandra cuek, sikapnya yang dingin itu rupanya tidak hanya tertuju kepadaku dan itu artinya aku tidak perlu baper atau kesal, yang ada aku harus memanjangkan ususku saat berhadapan dengannya.

Skillku sebagai seorang cabin crew yang dituntut untuk senyum seratus watt tidak peduli penumpang menyebalkan sepertinya akan diuji saat berhadapan dengan dokter Kaliandra.

"Dokter Kaliandra sudah selesai piket, kan?"

Suasana ramai UGD menyambutku, terlihat beberapa perawat dan dokter menangani pasien yang datang dengan keluhan darurat, ada pula pasien yang sepertinya tengah istirahat antri untuk mendapatkan kamar inap. Pemandangan yang asing ini membuatku sedikit tidak fokus dengan Mas Security yang menanyakan pasal dokter Kaliandra, baru saat aku mendengar suara ketus yang terarah kepadaku aku menoleh ke arah meja staff yang menatapku kembali dari atas ke bawah.

Swear, demi apapun aku tidak memiliki masalah sama sekali jika ada yang memperhatikan penampilanku, tapi saat aku melihat ujung bibir staff bernama Ajeng yang terangkat seolah mencibir tersebut saat melihat heels yang aku kenakan, aku merasa sedikit terganggu, belum lagi dengan kalimatnya yang bernada bosan.

"Mbak ada perlu apa sama dokter Kaliandra? Udah buat janji?"

Aku menghela nafas, menyabarkan hatiku menghadapinya yang ketus, "ada barang pribadi dokter Kaliandra yang terbawa sama saya dan saya berniat mengembalikannya secara langsung. Bisa saya ketemu, saya cuma mau ngasih barangnya saja."

"Ya sudah tinggal saja disini kalau memang benar ada barangnya dokter Kaliandra yang terbawa sama Mbak. Akan saya sampaikan kepada dokter Kaliandra, jangan khawatir."

"Nggak bisa, Mbak. Saya harus memberikannya secara langsung. Nggak sopan namanya kalau main taruh begitu saja. Atau kalau nggak teleponin saja Mbak, biar saya ngomong langsung, kalau memang oke disuruh dititipin disini ya sudah saya titipin." Ucapku sedikit ngeyel, sungguh merasa jengkel dengan sikap staff satu ini, kalimat yang tersirat darinya barusan terdengar seolah meragukan niat kedatanganku, dan benar saja, wajah jutek yang sangat tidak cocok ditaruh di meja depan ini tampak sama jengkelnya denganku. Namun karena SOP yang membuatnya tidak bisa memperlakukanku dengan tidak sopan membuat si staff bernama Ajeng ini menatap Mas Security dengan wajah menyebalkan persis seperti orang yang mau berak.

"Mas Afnan, harus berapa kali sih saya harus bilang, kalau ada fansnya dokter Kaliandra, udah nggak usah diladenin. Ini rumah sakit, ruang UGD, dimana dokter selalu capek ngurus pasien urgent yang nggak ada waktu buat ngurusin orang caper."

"Astaga......" tidak ada kata-kata lagi yang bisa aku keluarkan usai mendengar kalimat kurang ajar tersebut. Tidak bisa aku bayangkan bagaimana nasib para pasien saat mereka mengurus adminitrasi atau sekedar bertanya kepada manusia sebiji ini. Yang ada mungkin kena mental jiper duluan, awalnya hanya masuk angin lama-lama kena serangan jantung dan darah tinggi.

"Tapi Mbak Ajeng......" tampak Mas Security berusaha berbicara namun kembali di potong dengan sangat menyebalkan sembari berpura-pura sibuk.

"Mas Afnan nggak dengar saya bilang apa? UGD rame loh, apa perlu saya panggil Security yang lain...."

"Ya sudahlah Mbak kalau nggak mau manggilin dokter Kaliandra. Nggak usah ngegas kayak gitu ke Mas Securitynya....." tidak ingin memperpanjang perdebatan aku memilih mengalah, aku tidak tega Mas Security ini dimarahi sedemikian rupa, ya Tuhan, pertanyaannya simpel loh, nanya dokter Kaliandra udah selesai sif? Terus ada dimana dia, lah kok malah merembet kemana-mana. Padahal tinggal jawab atau telponin seperti yang aku minta semuanya akan beres. Lagipula, letak dari mananya sih aku mau gangguin?

Nyaris saja umpatan keluar dari bibirku, dan semua itu karena ponsel yang sedari tadi aku genggam kini bergetar menunjukkan telepon masuk dari nomor yang aku tunggu panggilannya dari tadi. Entah aku harus lega atau malah kesal karena akhirnya dokter Kaliandralah yang menelpon.

"Hal........" belum sempat dokter Kaliandra diujung sana berbicara aku langsung memberondongnya dengan kalimat perintah saking empetnya aku dengan manusia bernama Ajeng yang nyebelinnya sebelas dua belas sama seperti Jelita, dua manusia ini bisa menjadi bestie perfect, kombo mematikan.

"Dokter Kaliandra, astaga, dari tadi dihubungi susah banget, ini saya mau ngembaliin dompet dokter yang masih saya bawa susahnya minta ampun. Saya nggak mau tahu, tolong dokter kesini biar saya nggak disangka fans caper. Saya tunggu di tempat staf bernama Ajeng cepet nggak pakai lama."

JUWITA (Kembaranku Perusak Bahagiaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang