Mohon memberikan dukungannya......
Devano
Saat hendak mempelajari kasus ini tentu saja aku harus bertemu dengan korban dahulu untuk meminta keterangannya. Sayang sekali korban dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk menjalani proses tersebut. Meski begitu aku tetap penasaran dan mengunjunginya di rumah sakit lalu ku lihat tubuhnya penuh luka serta wajahnya lebam. Aku baru ingat ternyata gadis ini adalah sosok yang menolongku waktu itu dengan menerjemahkan tulisan berbahasa inggris saat dalam proses penyelidikan untuk mencari tersangka.
Aku tidak menyangka akan bertemu lagi dengannya namun bertemu dalam situasi seperti ini membuatku merasa sedih. Bagaimana bisa seorang ayah menyakiti putrinya seperti ini, bukankah dia darah dagingnya? Ini benar-benar gila dan membuatku tak habis pikir.
"Mas Devan makasih ya udah mau bantu aku atas kasus ini...." saat tengah melamun Cantika-nama gadis ini tersenyum dan membuatku merasa prihatin. Luka-luka ditubuhnya membuatku merasa geram dan ingin segera menjebloskan pria brengsek itu ke dalam penjara. Aku hanya membalas senyumnya dan meninggalkan kamar inapnya. Dengan helaan nafas kasar tekadku untuk menolong gadis itu kian besar.
Aku memang paling tidak tega jika seorang perempuan mengalami kekerasan seperti ini, apalagi di masa lalu ibuku pun harus menghadapi kekejaman ayah dan berakhir meninggalkanku seorang diri. Aku tidak mengerti kenapa banyak pria brengsek yang berkeliaran di luar sana yang harusnya mereka semua musnah saja. Mungkin kehidupan masa kini berjalan dengan baik karena memiliki orang tua angkat yang sangat menyayangiku. Tapi aku kepikiran dengan Cantika, entah dengan siapa dia tinggal sedangkan dia memiliki fisik yang lemah.
"Dev lo musti hati-hati sama kasus lo sekarang!!" ketika pikiranku melanglang buana, Deni yang merupakan teman satu tim menunjukkan mimik wajah serius.
"Napa emang?" Tanyaku singkat.
"Kemungkinan ayahnya Cantika yang buron pasti bakal bawa cantika lagi dan elo bisa kehilangan saksi sekaligus korban, bro!" Sambil menepuk bahuku Deni berlalu begitu saja dan izin menghadap atasan.
Pendapat Deni sama sekali tidak aku hiraukan karena aku percaya pria tua bangka itu tidak akan membawa Cantika pergi. Ya, gadis itu sudah sengsara dan aku tidak akan membiarkan dirinya tetap hidup dalam kubangan penyiksaan sosok ayah yang nyatanya dari dalam hanyalah seorang setan. Gila sekali kalau sampai aku yang seorang polisi ini kalah oleh ayahnya Cantika.
Namun ucapan Deni ada benarnya juga, aku pun memastikan cantika tetap ada di rumah sakit namun saat masuk ke ruang inap ternyata sosok ayah Cantika tengah menghajar Cantika kasar dan dengan marah akupun langsung menendang kepalanya keras sampai dia terjungkal.
"Dasar pria brengsek!!!" Dengan kondisi marah aku memukul ayah Cantika membabi buta namun karena dia membawa pisau tanpa sadar ternyata pisau tersebut menancap ke tanganku.
Dengan tangan penuh darah aku mengejar ayah Cantika yang kabur namun karena kondisi tangan ini semakin sakit aku tidak mampu mengejarnya dan berakhir pingsan.
.............................
Setelah siuman aku sadar sedang berada dalam sebuah ruangan putih dengan tangan penuh perban. Bahkan aku tidak tahu kondisi Cantika saat ini dan aku harap dia baik-baik saja. Sungguh licik sekali pria tua bangka itu!!
"Lo baik-baik aja Dev?" Deni teman satu timku langsung bertanya setelah aku siuman.
"Gimana keadaan Cantika?" Dengan lemah aku menanyakannya dan aku tidak mau lagi dia terluka.
"Dia udah ditangani dokter tapi lukanya yang udah sembuh kebuka kembali...." dengan wajah frustasi Deni menjawab pertanyaanku.
"Lo bener Den bahaya banget kalau gue ninggalin Cantika sendiri apalagi ayahnya masih buron!!!"
"Terus lo maunya gimana?"
"Kayanya gue harus berada disisi Cantika terus dan gue berniat supaya Cantika tinggal sama gue...." aku meyakinkan ini adalah jalan terbaik. Terlepas memang aku yang bertanggung jawab dalam menyelidiki kasus ini, atas dasar kemanusiaan aku pun akhirnya memutuskan untuk melindunginya.
"Kalau itu yang menurut lo terbaik gue bakal dukung keputusan lo..." Deni menepuk punggungku dan memberikan dukungannya meski aku yakin kedepannya ini bukan hal yang mudah.
..........................
Seminggu kemudian aku sudah sembuh dan memutuskan untuk melihat kondisi Cantika langsung. Dia tampak masih lemah dan ringkih yang membuatku merasa kasihan. Aku bertekad dalam hati kalau kejadian ini tak boleh terjadi lagi dan tua bangka itu harus segera ku jebloskan ke penjara. Kepalan tangaku ini semakin erat dan tekadku sudah bulat.
"Gimana kondisi kamu?" Setelah duduk di sofa aku langsung bertanya kondisinya.
"Kata dokter aku masih lemah mas dan aku juga gatau sampe kapan aku bakal dirawat....." dengan putus asanya Cantika menjawab pertanyaan ini dan membuatku semakin khawatir.
"Aku gak mau kamu kenapa-kenapa lagi dan aku udah memutuskan kamu bakal tinggal bareng di apartemenku biar kamu gak lagi disakiti ayahmu. Aku bakal melindungi kamu!" dengan mantap aku meyakinkan dirinya jika dia akan tetap aman selagi dia tinggal bersamaku.
"Tapi mas, kata dokter aku harus tetap di sini dulu dirawat sampai sembuh...."
"Aku bakal nunggu kamu sampe sembuh dan tiap hari bakal ada 1 polisi yang jagain kamu supaya kejadian begini gak terjadi lagi di kemudian hari" dengan nada frustasi aku berharap bisa segera menemukan ayah Cantika dan jika aku mampu rasanya ingin ku cincang saja dirinya dan menyerahkannya pada binatang buas.
"Mas Devan makasih, Mas Devan udah banyak bantu saya...." Sambil mengelap air matanya dia memegang tanganku dan ku rasakan telapak tangannya dingin.
Gadis ini sangat lemah dan kecil, jika dia menjalani kerasnya hidup sendirian. Tanpa sadar aku pun mengusap tangannya dan menenangkan dia yang tengah menangis. Aku bertekad bahwa dirinya tidak akan terluka lagi dan ini adalah kali terakhir Cantika terluka.
............................
Dua minggu kemudian dokter menyatakan Cantika sudah bisa dibawa pulang. Sebelum membawanya pulang ke apartemen tentu saja aku meminta izin Renata. Awalnya dia ragu dengan keputusanku namun karena Rozak - ayah Cantika masih buron tentu saja Renata tidak punya pilihan karena dirinya juga tidak mampu melindungi Cantika tentunya. Setelah aku membereskan barang-barangnya aku memapah tubuh Cantika yang masih lemas.
Akhirnya kami sampai di apartemen, kamar kosong yang selama ini ku pakai untuk barang-barangku sudah ku bersihkan dan Cantika bisa tidur dengan nyaman tanpa bayang-bayang ayahnya lagi. Beruntung ada kamar yang bisa dijadikan sebagai tempat Cantika istirahat.
"Kamu istirahat aja nanti aku beresin pakaian kamu...." aku memapahnya ke kasur sambil membawa kopernya, ku lihat wajahnya tampak canggung.
"Gak usah mas, nanti aku beresin sendiri aja, sekali lagi makasih ya mas udah ngasih saya tumpangan...." senyum tulusnya membuatku sedih.
Aku menepuk-nepuk punggungnya bersimpati dan meninggalkan dirinya di kamar agar ia bisa beristirahat. Setidaknya aku merasa lega karena Cantika tidak lagi tinggal dengan ayahnya yang biadab.
Sepertinya nasib kami berdua memang kurang bagus, aku hanya berharap semua masalah ini secepatnya teratasi. Sayangnya Rozak sangat lihai sekali menjadi buronan dan sudah 3 minggu sejak dia kabur masih belum ada tanda-tanda dia akan tertangkap. Sebelum tua bangka itu tertangkap tentu aku belum bisa merasa tenang sepenuhnya................
Tak bisa ku bayangkan selama ini Cantika hidup menderita sendirian bersama ayahnya. Dia pasti sangat ketakutan apalagi tubuhnya sering dipukul. Tak lama aku kembali ke kantor polisi dan semangat untuk menjebloskan Rozak ke jeruji besi kian besar.
Bersambung.......
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKE ME OUT
RomanceDevano merupakan sosok detektif polisi teladan bertemu dengan Cantika si gadis rapuh. Tolong hargai karya originalku dengan memberi dukungan berupa vote dan komen