8 - Move on slowly

195 17 1
                                    

Dukung terus cerita ini dengan memberi vote dan komen!





Cantika

Mas Ridho sangat baik sekali dan dia membuatku nyaman. Meski kami baru beberapa kali bertemu namun sikapnya yang ramah membuatku merasa sudah mengenalnya sejak lama. Apalagi dia juga teman Mas Devan tentu saja tidak ada alasan untuk meragukan kesungguhan hatinya. Hanya saja semuanya butuh proses yang tidak instan dan hatiku masih jauh dalam urusan cinta. Lagi pula cinta dan rasa kagum adalah dua hal yang berbeda.

Aku tentu sangat kaget karena Mas Ridho tiba-tiba mengatakan perasaannya saat kencan pertama kami. Terlebih aku merupakan sosok yang tidak bisa terburu-buru dalam hal apapun termasuk soal cinta. Tapi sebenarnya aku pun tidak menolak kehadiran Mas Ridho, bahkan aku berharap bisa jatuh cinta padanya di kemudian hari. Dia sangat baik dan sangat disayangkan sekali jika harus menolaknya.

Saat ini kami tengah berjalan-jalan di mall dan aku memutuskan kembali membeli pakaian baru. Bukannya boros tapi aku baru bisa membeli pakaian bagus akhir-akhir ini itupun setelah ayah di penjara. Meski lega dirinya sudah berada di penjara namun aku berharap ayah bisa bertobat karena dia satu-satunya keluarga yang aku punya saat ini.

Kencan hari ini sangat luar biasa dan seumur hidup aku baru merasakannya. Aku memang tidak pernah berpacaran, boro-boro pacaran hidupku saja sudah menderita. Setelah Mas Ridho mengantarku pulang, aku melihat Mas Devan hanya terduduk di sofa apartemen tidak melakukan apapun. Padahal ini hari minggu, aku yakin seharusnya dia sibuk berkencan dengan pacarnya bukan malah duduk terdiam tidak melakukan apapun pada hari ini.

Tapi tentu saja aku tidak mau ikut campur urusan Mas Devan karena memang tidak berhak. Mulai saat ini aku berjanji akan lebih fokus pada diriku sendiri saja dan menjalani hidup dengan bahagia.




............................






Hari ini aku berencana menengok ayah di penjara. Bukan karena aku membencinya justru aku menengok dengan harapan dia mau berubah. Entahlah meski lega dia sudah ditangkap namun aku tetap anaknya sehingga aku harus tetap berbakti, salah satunya dengan menengok dia di penjara. Semoga saja ayah sudah berubah dan tidak sekasar kemarin-kemarin.

Aku pergi kesini tentu tanpa sepengetahuan mas Devan karena dia akan melarang jika aku mengunjungi ayah. Entahlah semoga aku tidak bertemu dengannya di kantor polisi, terlebih ayah belum menjalani sidang jadi saat ini dia memang masih ditahan di kantor polisi.

"Berani-beraninya kamu menampakan batang hidungmu padaku?" Sesaat setelah duduk ayah langsung memarahiku.

"Ayah.. aku masih menunggu ayah untuk kembali ke jalan yang benar" jawabku sendu.

"Mentang-mentang kamu sudah menjadi pelacur polisi itu kamu jadi sombong ya!" Ucap ayah dengan perkataan yang sangat membuatku sakit.

"Ayah aku gak pernah jadi pelacur..." sambil menahan tangis aku membalas perkataannya.

"Jangan pernah memanggilku ayah lagi jalang sial! Kamu yang telah membunuh istriku, pergi kau ke neraka!"

Kondisi ini jelas tidak kondusif karena ayah membuat keributan di kantor polisi hingga akhirnya aku disuruh pulang. Saat bersiap untuk pulang aku malah bertemu Mas Devan di tengah jalan. Dia menatapku prihatin dan rasanya mata ini mulai berkaca-kaca.

Entahlah saat melihatnya tanpa terasa air mataku jatuh. Aku menatapnya sendu dan selalu ingin terlihat lemah di depan Mas Devan hingga dia mau melindungiku. Apa salah aku ingin mendapatkan perlindungan darinya?

Dia menatapku kasihan... tak mengapa dia hanya mengasihaniku dan hanya menganggapku seorang adik. Faktanya aku ingin terus berada di sampingnya dan tidak ada lagi sosok yang aku percaya selain dirinya. Dikasihani jelas lebih baik daripada dibuang dan dibenci....

Perlahan Mas Devan mendekat dan akhirnya memelukku erat. Seketika aku menangis tersedu-sedu di pelukannya dan tidak peduli lagi jika air mataku ini mulai membasahi bajunya. Aku menginginkan pelukan hangat yang tidak berakhir dan aroma tubuh Mas Devan membuatku merasa lebih tenang.

"Aku udah bilang kan jangan datang mengunjungi ayahmu.." saat kami berpelukan akhirnya Mas Devan mengeluarkan suara.

"Aku cuma berharap ayah bisa kembali seperti ayah di masa lampau yang mencintaiku mas...." balasku tersedu-sedu.

"Jangan lagi menganggap dia ayahmu.. lupakan dia Cantika.. ada aku disini yang akan menyayangimu seperti keluargaku sendiri..."

Ucapan Mas Devan yang menyiratkan jika aku hanyalah sosok keluarganya dan tidak lebih sejujurnya membuat hatiku sakit. Akhirnya aku sadar jika perasaanku pada Mas Devan adalah perasaan sayang kepada laki-laki bukan kepada kakak. Apakah aku salah jika menyukainya? Tapi aku juga seharusnya tahu diri, sudah diselamatkan masa minta dicintai juga... semoga saja Mas Devan tidak tahu perasaanku ini.

Pelan-pelan pelukan Mas Devan pun terlepas dan dia mengusap air mata di pipiku. Aku pun tersenyum padanya dan berharap Mas Devan selalu bahagia. Akhirnya aku pamit dari kantor polisi dengan melambaikan tangan padanya.



............................





Saat ini aku kembali bekerja di toko roti namun entah kenapa aku merasa tidak bersemangat. Mba Renata yang melihatku murung tentu saja bertanya kenapa kondisiku hari ini tidak seceria biasanya. Urusan hati memang kadang membuat siapa saja tak bersemangat.

"Mba gatau kamu kenapa.. tapi kalau ada masalah kamu bisa cerita sama mba, jangan lupa mba udah menganggapmu sebagai adik" ucap Mba Renata mencemaskanku.

"Aku nggak apa-apa mba.. mungkin aku lagi kangen sama ibu aja" jawabku bohong, tentu saja aku murung bukan karena merindukan ibu.

"Yang sabar ya Cantika... mba yakin kamu pasti kuat dalam menghadapi masalah berat ini" sambil menepuk bahuku Mba Renata berusaha menghibur.

Karena tidak mau membuat mba Renata terus-terusan cemas akhirnya aku berusaha semangat kembali dan tidak menunjukkan sikap murungku padanya. Tanpa terasa waktu sudah sore dan toko roti pun sudah tutup, aku bersiap-siap untuk pulang. Setelah mengunci toko roti aku hendak memesan taksi online namun Mas Ridho tiba-tiba ada di depan sambil tersenyum.

"Cantika.. ayo kita pulang bareng..." ucapnya hangat dan rasanya hatiku ikutan menghangat dengan sikapnya.

"Mas Ridho... makasih ya" balasku tersenyum tulus, ku harap dengan hadirnya Mas Ridho aku bisa segera melupakan perasaanku pada Mas Devan.

Aku pun akhirnya memutuskan masuk ke mobilnya dan saat ini kami sedang dalam perjalanan pulang. Ku lihat Mas Ridho sedang menyetir mobil, dia tampak serius dan tampan.

Mas Ridho menurutku sangat tampan, dia memiliki mata bulat, wajah kecil dan bibir yang penuh. Saat memandang wajahnya aku merasa tenang, mungkin jika aku bisa segera membuka hati ini padanya itu lebih baik.

Setibanya di basement apartemen aku pun turun dari mobilnya. Ku pikir dia akan langsung pulang namun dia malah ikutan turun dan ingin mengantarku sampai pintu apartemen.

"Mas padahal Mas Ridho gak usah sampai antar aku ke depan pintu, mas pasti lelah lebih baik pulang aja..." pintaku ramah.

"Aku pengen antar kamu.. lagian aku juga mau sekalian nyapa Devan" jawabnya sambil memencet tombol lift.

"Oh iya... aku sampai lupa jika Mas Devan itu temen Mas Ridho..."

Saat sampai apartemen ku lihat Mas Devan sedang berada di depan pintu apartemen. Entah sedang apa dia disana aku pun tak tahu.

"Mas Devan mau kemana kok ada di depan pintu?" Tanyaku penasaran.

"Aku.. nunggu kamu pulang Cantika" ucap Mas Devan dan hampir membuat hatiku goyah.

"Tenang aja Dev.. Cantika aman sama gue bahkan kayanya bentar lagi kita bakal jadian" jawab Mas Ridho sangat percaya diri sekali.

Dengan senyuman palsu aku terus mengatakan pada diriku kalau Mas Devan hanya menganggapku keluarganga. Cepat atau lambat aku harus segera melupakan Mas Devan...



Bersambung......

TAKE ME OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang