4 -Take me out

208 20 4
                                    

Ayo ramaikan!! Jangan dibaca aja tapi dikomen sama vote nya juga







Cantika

Tubuhku yang penuh luka akhirnya pelan-pelan membaik. Aku terus menjalani perawatan dari dokter dan beberapa lebam juga sudah menghilang. Semua ini tentu tidak akan terjadi tanpa bantuan dari mas Devan. Ia dengan sabar merawatku, entah dengan memberiku makan maupun menghubungi dokter saat waktu check up telah tiba. Semua perlakuannya yang perhatian membuatku terharu karena mas Devan tentu belum lama mengenalku namun sangat baik berbeda dengan ayah. Padahal aku ini darah dagingnya namun dia memperlakukanku layaknya bukan manusia. Ah mengingatnya saja sudah membuat perasaanku sakit.....

Karena tidak mau hanya menjadi beban Mas Devan, aku pun memutuskan untuk masak dan bersih-bersih apartemennya saat dia sedang dinas di kantor polisi. Mas Devan memiliki apartemen yang mewah dan nyaman, meski seorang pria Mas Devan ternyata sosok yang sangat menjunjung tinggi kebersihan. Apartemennya sangat bersih, harum dan mengkilat tidak heran penampilan Mas Devan pun sangat rapi dan bersih. Dia pun sangat memperhatikan penampilan meski pekerjaannya yang seorang polisi begitu sibuk.

Meski tinggal di apartemen ternyata Mas Devan masih mempunyai orang tua, hal ini aku ketahui karena dia menggantungkan foto keluarganya di ruang tengah. Kehangatan keluarga mas Devan sangat terasa, dalam foto itu mereka bertiga tersenyum lebar. Ah ini jelas saja membuatku iri, namun cepat-cepat aku menggelengkan kepala dan tidak mau lagi terus-terusan bersedih. Aku pun segera membersihkan apartemen sebelum Mas Devan pulang dan memasak makanan yang enak untuknya.

Akhirnya mas Devan pulang juga setelah aku menyelesaikan agenda memasak. Wajahnya keheranan dan cemas padahal aku sendiri sudah baik-baik saja tentunya. Lagi pula memasak dan bersih-bersih bukan kegiatan yang berat kok!

"Harusnya kamu istirahat aja gak perlu masak. Gimana sama luka kamu kalau kebuka lagi?" Dengan raut wajah cemas mas Devan mengkhawatirkan aku dan rasanya hati ini menghangat mendengarkan perhatiannya.

"Aku uda baik-baik aja kok mas, ini semua bentuk rasa terimakasih aku karena mas Devan udah baik banget" dengan senyum ceria aku menenangkannya.

Mas Devan bilang jika masakanku sangat enak tapi aku tak perlu masak tiap hari. Meski begitu aku selalu berusaha masak walau memasak menu yang simpel. Setelah semua luka ini sembuh aku menghubungi Mba Renata lagi dan bertanya padanya apakah aku boleh bekerja di toko rotinya lagi atau tidak. Mba Renata sangat senang karena ternyata aku sudah sembuh dan setelah semua musibah sudah berlalu kini aku merasa sedikit bahagia.

Saat aku menyajikan roti di etalase aku melihat anak kecil yang kurus dan memakai baju compang camping memperhatikan roti yang aku simpan disana. Anak kecil ini tampak kelaparan dan aku yang tidak tega langsung menghampirinya.

"Adik kamu lapar ya?" Penampilannya sangat mengkhawatirkan dan dia hanya menganggukan kepalanya.

Aku memberikan dua buah roti padanya dan dia langsung memakan roti tersebut dengan lahap dan terburu- buru. Tampaknya anak ini sangat kelaparan dan sebelum dia kehausan aku langsung memberinya air. Anak kecil itu tersenyum saat perutnya kenyang, aku bersyukur bisa membantunya.

Setelah anak itu pergi Renata datang dan memberikan makanan kesukaanku yaitu ayam rica-rica. Aku tersenyum senang dengan perhatiannya, sudah lama sekali aku tidak makan ayam rica-rica dan tampaknya ini bisa menjadi salah satu menu harianku dalam memasak di apartemen Mas Devan.

"Mba renata makasih banget yah, udah lama aku gak makan ayam rica-rica. Oh iya tadi aku kasih 2 buah roti sama anak yang kelaparan, nanti gajiku bulan ini dipotong aja!" Ucapku dengan penuh semangat.

"Kamu ini kaya sama siapa aja sih? Terus urusan roti gak usah diganti juga gapapa namanya juga rezeki orang" mba Renata memang sangat baik dan aku sangat beruntung bertemu dengannya.

Di tengah kegiatanku melayani pelanggan tanpa sadar aku melihat mas Devan dengan seorang wanita. Dia sangat cantik, ah kurasa wanita itu pacarnya. Mereka terlihat mesra dan saling membalas senyuman namun entah mengapa ada perasaan tak nyaman dalam hatiku.




...............................







Setelah menjaga toko roti dari pagi akhirnya aku pulang ke apartemen mas Devan. Rasanya punggung ini pegal sekali karena harus melayani banyak pembeli, aku pun merebahkan diriku di sofa. Tapi ternyata aku baru ingat belum masak untuk makan malam, aku pun merasa panik dan bergegas masak sebelum mas Devan pulang. Tak lama Mas Devan pulang sekitar pukul 8 dan wajahnya tampak lelah......

"Masakan kamu enak Can tapi kalau capek kamu gak usah masak ya!" Setelah pulang Mas Devan langsung makan masakanku dengan lahap, terlihat raut kelelahan di dirinya tapi aku enggan bertanya.

"Baik mas..." ucapku dengan sopan.

"Ah ya maaf ya Cantika aku juga belum dapat informasi lagi mengenai ayah kamu, besok-besok aku bakal usahain sekuat tenaga biar dia segera dijebloskan ke penjara" dengan berapi-api Mas Devan berkata dan tanpa sadar aku pun tersenyum.

"Mas Devan kok bisa baik banget sama aku, padahal aku kan orang lain mas...." Sambil beres-beres sesudah makan aku bertanya dan ku lihat Mas Devan mulai membantu.

"Aku udah anggep kamu adik Can jadi jangan merasa gak enakan lagi ya!" Setelah membereskan piring sisa makanan Mas Devan pun mencucinya di wastafel.

Ah adik ya..............

Saat malam tiba harusnya aku segera tidur karena besok harus bekerja kembali di toko roti Mba Renata. Tapi ucapan Mas Devan yang mengatakan sudah menganggapku adiknya membuatku jadi kepikiran. Harusnya kan aku senang kalau mas Devan sudah menganggapku keluarga tapi entah kenapa hati kecil ini merasa tak enak.

Karena tidak kunjung terlelap aku pun akhirnya berniat ke dapur karena haus. Di tengah perjalanan menuju dapur ku lihat mas Devan tidur di sofa dan menggigil. Aku pun langsung mengecek suhu tubuhnya ternyata Mas Devan sakit dan suhu tubuhnya tinggi. Cepat-cepat aku mengompresnya dengan air dingin agar demamnya turun. Setelah minum air karena kehausan aku memutuskan untuk menemani mas Devan di sofa dan sesekali mengecek suhu tubuhnya secara berkala. Saat mulai terlelap Mas Devan mengiggau dan aku pun memegang tangannya.

"Ibu..... ibuuu.... jangan tinggalkan aku...." dengan suara lirih Mas Devan mengiggau dan aku menenangkannya dengan mengusap kepalanya lembut sambil berbisik jika semuanya akan baik-baik saja. Caraku berhasil dan mas Devan pun kembali tenang...

Pagi-pagi aku pun terbangun dan kaget bagaimana bisa sudah di atas kasur. Lalu aku ingat mas Devan dan buru-buru ingin melihat kondisinya.

Mas Devan tidak ada di sofa tapi aku mendengar suara-suara di dapur dan ternyata Mas Devan sedang memasak. Ketika dia melihatku Mas Devan tersenyum dan melanjutkan agenda memasaknya.

"Ini udah pagi sana mandi Can.. kamu kerja kan hari ini?" Sambil menyiapkan lauk pauk yang sudah matang Mas Devan bertanya padaku.

"Mas Devan udah sembuh?" Aku bertanya keheranan karena tadi malam kan mas Devan sakit.

"Aku udah sembuh, makasih ya..." sambil tersenyum tulus dia menjawab.

Ah Mas Devan memang sebaik itu dibalik wajahnya yang memang terlihat cuek ternyata dia perhatian. Aku merasa beruntung bertemu dengannya dan berkat dia juga penderitaanku karena hidup bersama ayah telah berakhir................




Bersambung......

TAKE ME OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang