20 - Dissapointment

149 13 0
                                    

Mohon untuk mendukung author dengan memberi vote!!




Cantika

Tadinya ku pikir mertuaku sudah berubah dan mau menerimaku sebagai menantu. Namun perkiraanku jelas salah karena sesampainya disana keluarga Mba Sheza datang dan meminta pertanggungjawaban dari Mas Devan.

Sejujurnya hati ini jelas merasa sangat sakit, bagaimana bisa Mas Devan mengkhianati cinta kami padahal aku sangat tulus mencintainya. Apakah karena aku hanya gadis miskin yang tidak punya apa-apa sehingga Mas Devan tega mempermainkanku? Ternyata mimpiku akan kehilangan Mas Devan betulan terjadi. Sekarang aku tidak punya apapun dan hanya sendirian di dunia. Apa aku sebaiknya mati saja ya karena hidup pun aku hanya sendirian.

Ibu sebenarnya apa dosaku sehingga aku harus mengalami banyak kepahitan hidup seperti ini? Apakah aku memang tidak layak bahagia sehingga begitu banyak cobaan bertubi-tubi datang kepadaku? Dalam kesedihan yang mendalam aku hanya berjalan tanpa tahu arah dan tujuan. Bahkan aku sudah tak peduli lagi harus basah kuyup dan kaki lecet karena menggunakan high heels. Bodohnya hari ini aku memakai baju terbaik dan menggunakan high heels yang membuatku tidak nyaman demi bertemu mertuaku.

Rasanya air mata ini sudah habis dan tubuhku mulai lemah. Disaat aku akan terjatuh tiba-tiba seseorang datang memelukku, dia adalah Mas Ridho.. sebuah keajaiban aku bertemu dengannya disini apa mungkin ini hanya mimpi?

"Cantika kamu kenapa hujan-hujanan?" Dia terlihat sangat mencemaskanku.

"Mas Ridho.."

"Kamu demam Cantika.."

Aku tidak membalas ucapan Mas Ridho dan dia mulai menggendongku untuk masuk ke mobilnya. Aku sudah tidak peduli lagi mau sakit atau mati bahkan mungkin jika aku mati itu jauh lebih baik karena tidak akan lagi merasakan sakit. Menjalani hidup di dunia ini sangatlah melelahkan....

Setibanya di rumah sakit suster langsung merawat dan mengganti bajuku yang basah. Kini dengan baju rumah sakit, dokter mulai memeriksa dan aku hanya terdiam tidak peduli dengan segalanya.

"Bagaimana kondisi Cantika dok?" Tanya Mas Ridho.

"Selamat yah istrimu hamil sudah dua minggu..."

Mas Ridho yang mendengar ini cukup kaget dan menghela nafas panjang. Ternyata saat ini aku sedang hamil namun hatiku justru semakin sakit karena tentu saja ayah bayi ini sudah tak bersamaku lagi.

"Cantika kamu lagi hamil tapi kamu hujan-hujanan sendiri, mana suami kamu?" Tanya Mas Ridho cemas.

"Kami akan bercerai Mas Ridho jadi gak usah cari dia!" Jawabku emosi.

"Tidurlah kamu pasti capek.. apapun masalah kalian jangan sampai dibiarkan begitu saja dan segera bicarakan.. biar aku yang telepon Devan ya untuk ngasih tau kamu dimana"

"Jangan!! Aku mohon jangan Mas.. biarkan aku sendiri mas.. aku mau istirahat..."

Mas Ridho tidak mengatakan apapun dan hanya memandangku sendu. Setelah itu dia pergi meninggalkanku seorang diri di kamar dan setelah itu tangisku pecah begitu saja. Kenapa Mas Devan sejahat itu.. kenapa dia memperlakukan aku seperti ini.. kalau begini aku tidak lagi pantas untuk hidup dan lebih baik aku segera mati saja.

Selama hampir 3 jam aku hanya duduk melamun tidak melakukan apapun. Setelah waktu menunjukkan pukul 12 malam aku melepas infusanku dengan paksa dan mulai berjalan ke rooftop rumah sakit. Inilah saatnya aku mengakhiri semuanya selagi orang-orang sedang tidur. Sambil berjalan pelan dengan tangan berdarah aku mulai sampai rooftop. Aku hanya berharap di kehidupan selanjutnya aku bisa bahagia dan tidak lagi merasakan sakit. Maafkan aku anakku sepertinya kamu tidak bisa lahir ke dunia karena ibumu ini memilih untuk meninggalkan dunia yang menyakitkan ini.

"Jangan Cantika!!!!!"

Saat aku bersiap lompat seseorang berteriak dan menarik tubuhku. Kini dalam posisi terlentang seseorang memelukku erat dan saat membuka mata aku melihat Mas Ridho bersedih menatapku. Yah aku memang sangat menyedihkan di mata orang lain bukan?

"Mas Ridho aku mau mati aja ku mohon..."

"Aku gak akan pernah izinin kamu bunuh diri.. kamu tahu kan aku cinta banget sama kamu Cantika dan kamu pikir aku bakal kabulin kemauan kamu?" Mas Ridho tampak sangat kesal.

"Mas Ridho.."

Aku mulai menangis keras dan Mas Ridho memelukku lagi. Aku tahu ini salah dan gak seharusnya aku berbuat seperti ini, tapi luka yang Mas Devan torehkan sangat besar dan jauh lebih menyakitkan daripada luka fisik. Ku rasakan Mas Ridho mencium puncak kepalaku sambil terus mengelus rambut ini. Namun tangisanku tak juga berhenti malah semakin keras.

Karena lelah aku pun jatuh pingsan di pelukan Mas Ridho dan saat bangun ternyata aku sudah di kamar dan kembali di infus. Mas Ridho menemaniku dan dia tampaknya ketiduran karena lelah. Bisa-bisanya Mas Ridho masih berbuat baik padaku padahal aku banyak menorehkan banyak luka di hatinya.



.............................



Beberapa hari kemudian kondisiku sudah membaik dan dokter sudah membolehkan pulang. Mas Ridho dengan telaten memapahku karena tubuh ini masih lemah. Rencananya aku sementara waktu akan tinggal di rumah Mas Ridho dan saat ini Mas Ridho tinggal dengan adiknya. Tapi sebelum masuk ke mobil aku malah berpapasan dengan Mas Devan yang bergandengan tangan dengan Mba Sheza dan membuat mataku mulai berkaca-kaca.

"Devan gue beneran kecewa sama lo bisa-bisanya lo berbuat kayak gini sama Cantika padahal dia lagi hamil!!" Mas Ridho mulai emosi.

"Ridho gue..."

"Mas Ridho ayo pergi aku mau pulang" ucapku tak mau berlama-lama bertemu Mas Devan.

"Wow setelah dicampakan Devan bisa-bisanya kamu langsung berpaling dan mendapatkan laki-laki lain ya! Hebat sekali Cantika!!"

Aku tidak mendengarkan ucapan Mba Sheza dan sebelum pergi aku sempatkan untuk menatap Mas Devan. Aku secinta ini dengannya tapi dia memberikan luka yang dalam padaku. Setelah sampai mobil Mas Ridho aku pun kembali meneteskan air mata dan mulai memukul-mukul dadaku.. rasanya sangat sakit sekali.. padahal Mas Devan adalah cinta pertamaku dan aku tidak pernah jatuh cinta pada pria lain selain dia.

Mas Ridho yang melihatku kembali memelukku. Hingga aku kembali menangis histeris di pelukannya. Ini benar-benar sangat menyakitkan bagiku...

"Jangan pernah menangisi seseorang yang tidak mempedulikanmu Cantika..."

Mas Ridho mengusap air mataku dan setelah itu dia mulai menyetir mobilnya. Tanpa sadar aku mulai mengelus kandunganku dan meminta maaf karena terus bersedih. Pasti bayi ini pun merasa ikutan bersedih jika aku terus menangis pilu.

Tak lama akhirnya kami sampai di rumah Mas Ridho. Disana sudah ada seorang gadis muda yang ku yakin dia adiknya Mas Ridho.

"Ini Aletta adikku dan kamarmu sebelahan dengannya Cantika.."

"Halo kak Cantika salam kenal..." dia menyapaku dengan hangat.

"Salam kenal juga Aletta..."

Mas Ridho memiliki adik yang ceria dan manis. Aletta juga mudah akrab denganku sehingga aku tak begitu merasa kesepian berkat kehadiran Mas Ridho dan Aletta. Namun aku baru sadar jika kedua orang tua Mas Ridho sudah tiada dan oleh sebab itu mereka tinggal berdua saja.

"Ka Cantika ini kamar kakak dan segera istirahat ya soalnya kakak kelihatan pucat"

"Makasih Aletta..."

"Sama-sama kak dan semoga kakak bisa betah disini ya!!"

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Tanpa sadar aku melihat jika saat ini masih mengenakan cincin nikahku dengan Mas Devan. Aku segera melepasnya dan menyimpannya di nakas, mungkin dalam beberapa hari juga aku harus segera mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama. Mungkin aku dan Mas Devan tidak berjodoh hingga perceraian adalah jalan yang harus ku pilih.



Bersambung...

TAKE ME OUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang