Proses sungkaman

16K 489 11
                                    

Apa yang di harapkan Pija tidak terwujud. Salah satunya yaitu pernikahan yang batal atau tidak terjadi. Sayang, seribu sayang seakan tuhan tidak mendengar doa Pija. Semua hal itu berjalan lancar tanpa hambatan. Pernikahan meriah, pernikahan mewah dan pernikahan bahagia kata tamu yang datang.

Semuanya seakan pas. Tiada yang membicarakan ini dan itu. Apalagi mengenai pengantin pengganti. Awalnya saat nama Ariania Pijanania atau Pija terucap dari mulut Abang Al saat ijab kabul tentu ada beberapa tamu yang sedikit kaget mendengar nama berbeda dari undangan. Tapi, semuanya kembali syahdu saat kata sah berkumdangan.

"Selamat Ja. Eh, selamat kakak ipar." Ucapan selamat yang pertama kali di dengar Pija tentu dari sahabat laknaknya. "Ah ko gue nangis sih." Keluh Ara. Sambil memeluk erat Pija.

"Ra, gue takut." Hal pertama kali yang di ucapkan Pija ke Ara sambil menangis.

"Ja, isst jangan nangis make up lo bisa luntur." Ara melepas pelukannya. Mengusap lembut air mata yang jatuh di pipi Pija. "Lo kan tahu gue tetap ada untuk lo. Amit-amit, tapi jika suatu saat nanti lo kenapa-kenapa gue pasti orang yang pertama yang membantu lo. Jadi tenang yah. insya allah ada gue ko." Jelas Ara panjang lebar menenangkan Pija.

"Ra, ---." Kalimat Pija terhenti saat pintu kamar pengantin di ketuk. Mereka berdua melihat ke pintu yang sedikit demi sedikit terbuka.

"Mbak Ra, pengantinnya sudah di minta keluar." Sepupu Ara datang dengan membuka sedikit pintu kamar pengantin dan membiarkan kepalanya masuk sedikit lalu berbicara.

"Makasih Sa." Ara menganggukan kepalanya dan berterima kasih pada sepupunya-Nisa. Lalu mengajak Pija untul keluar. "Yuk."

Pija mengangguk dan melihat tampilan wajahnya di cermin sebelum memutuskan keluar dari kamar. Perlahan demi perlahan Pija dan Ara melangkah.
Pandangan Ara tertujuh pada pria yang berdiri tegap di ujung sana. Pria yang sudah menyandang gelar sebagai suaminya. Satu kata yang terlintas di kepala Pija saat mata mereka bertemu saling menubruk, yaitu kelegaan karena yang menjadi suaminya adalah pria yang pernah di kaguminya waktu sekolah menengah pertama. Bisa di bilang first love Pija yaitu Abang Al.

Kalo kalian pikir Abang Al akan menampilkan senyum menawan untuknya, tentu tidak. Pija tidak melihat senyum di wajah Bang Al.

"Senyum Ja." Bisik Ara. Dengan itu Pija menyudahi tatapan mereka.

Pija tersenyum, menampilkan senyum cantiknya. Memang pernikahan ini adalah pernikahan yang tidak Pija impikan. Tapi, mau bagaimana juga pada akhirnya dia sudah menyadang status sebagai istri, menantu dan ipar. Maka, yang dilakukan Pija saat ini yaitu mencoba berdamai dengan melakukan semua proses pernikahan ini dengan baik-baik saja. Tanpa ada paksaan. Pija tidak ingin mengubah takdir yang tuhan berikan kepadanya termasuk urusan jodoh.

Mc sudah dari tadi berkoar-koar dan tibalah Pija di depan Bang Al. Mc meminta Pija menyalamin Bang Al sebagai tanda menghormati suaminya, lalu Mc meminta Bang Al mencium kening Pija sebagai tanda kasih sayang terhadap istrinya. Bang  Al juga melakukan itu dengan penuh kehati-hatian.

Satu hal yang Pija tidak tahu saat selesai mencium kening, Al menahan senyumnya. "Cantik." puji Al. Tentu di dengar oleh Pija. Tapi, Mc yang sudah berisik. Mengiring kedua penganti baru itu kesana kemari mengikuti proses adat pernikahan yang entah bagaimana banyak tapi, sungguh khitmad.

"Anak Bunda." Saat proses sungkaman setelah Bang Al. Pija ke Ayah Bang Al lalu ke Bunda Bang Al. "Makasih sudah jadi mantu Bunda." Pija tidak banyak bicara melainkan hanya meminta maaf dan saling menangis. Bunda jauh lebih tersedu-sedu menangis karena anak pertamanya menikah dengan perempuan yang menolongnya dari cibiran tetangga, malu karena sudah sebar undangan dan trauma untuk anak pertamanya yang dia jodohkan. Bunda tidak tahu harus bagaimana lagi berterima kasih ke pada Pija, julukan malaikat mungkin tepat untuk anak baik sahabat Ara. "Kalo Abang nakal. Anak Bunda yang satu ini, harus lapor Bunda yah. Sama seperti Ara, Pija begitu berarti buat Bunda." Tutup Bunda menyudahi pelukannya. Pija hanya mengangguk dan berterima kasih.

Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang