Pija mengelus dadanya berulang kali saat Ara, terus-menerus membicarakan apa yang tadi pagi, di lihatnya. "Ra, ish malu!" Ara dengan jahilnya tertawa sambil memukul-mukul meja kantin dan menimbukan kebisingan. Karena mau di jelasin bagaimanapun, Ara seakan tidak punya telinga. "Ara stop, ngga?" Pija sudah mulai geram dan hal yang ingin dilakukannya saat ini yaitu menjauh dari Ara.
"Yah, gitu ajah ngambek!" Seruan itu terdengar saat Pija berdiri dan memutuskan untuk melangkah menjauh dari sih sumber suara yang mencuri perhatian dari tadi. "Ja, ish gitu banget." Tanpa peduli Pija menjauh.
Awalnya Pija tidak terlalu memperdulikan kebisingan Ara, tapi lama-kelamaan untuk dirinya yang tidak suka jadi pusat keramaian tentu hal itu menganggu. "Ja." Pija tidak mempedulikan teriakan, panggilan dan apapun itu karena bagaimana pun yang di pikiriannya saat ini menjauh.
Entah Ara yang lincah atau memang Pija yang jalan kaya siput. Karena hitungan menit Ara sudah mensejajarkan langkahnya. "Sensi banget, Ja!"
Mengedipkan bahunya tanda bodo amat Pija lakukan. "Pija." Sebuah panggilan dan saat berhenti lalu menengok mendapatin sahabatnya yang angkatan bernama Siska sedang ngos-ngosan berlari ke arahnya. "Ja, akhirnya!"
Kerutan tanda tanya begitu saja muncul di kening Pija. "Lo kenapa sih, Sis. Kaya di kerja hantu gitu!" Dengan spontan Ara menempuk bahu Siska yang masih mengatur nafas setelah lari untuk sampai kearah mereka berdua. "Mau air Sis?" Penawaran Ara tentu bukan basa-basi karena bagaimana pun dalam kondisi seperti itu. Siska, membutuhkan cairan dan kebetulan Ara membawa air kemasaan sisanya dari kantin.
Siska tanpa malu mengambil air itu dan meminumnya secara rakus. "Haus banget Sis!" Ejek Ara. Siska tidak peduli apapun saat ini, yang dia tahu air itu harus melepaskan dahaganya setelah berlari cukup jauh. Karena dirinya sudah mengetahui Ara seperti apa, yah apa salahnya minum air kali ini di temanin ejekan Ara. "Ish jorok banget Sis." Setelah minum Siska tanpa malu mengusap kasar sisa minumnya yang ada di pinggir bibir dengan punggun tangannya. Yang membuat Ara geli melihat tingkah temannya yang naudzubillah, sangat tidak mencerminkan wanita. Ditambah Siska bersendawa. "Yah Allah Sis, ini di kampus loh!"
"Biarin." Siska mengedipkan bahunya tanda tidak peduli. Walau, hampir semua mata yang berada di dekatnya melihatnya dengan jijik. Lantaran keringat dan baju Siska yang sudah tidak karuan. "Pija loh ko pakai baju gituan!" Siska yang memang anaknya super ceplas-ceplos tanpa tahu situasi sekitar, menyuarakan apa yang di lihatnya. Jika tadi pandangan semua orang berpusat ke Siska kini tidak lagi, karena semua pandangan berpusat ke Pija.
Pija sendiri melihat bajunya dan merasa tiada yang salah.
"Emang ada yang salah?" Tanya Pija.
Siska dan Ara berdecak tidak suka saat mendengar Pija bertanya dengan polos. "Panas-panas gini loh Ja. Kamu makai baju yang naudzubillah buat mata orang pada kegerahan." Cerocos Siska.
Ara sendiri sudah tidak heran. Jika baju yang di gunakan Pija seperti itu. Mengingat yang tadi pagi membuat Ara merinding, karena pikirannya tertujuh kepada Abangnya yang ternyata ganas banget dalam urusan seperti itu. Bagaimana juga Ara dan Bunda pernah berpikiran mengenai Abang Al yang tidak suka perempuan, itu semua tentu berjuta alasan. Jadi, saat berada di depan mata hal itu terjadi. Ara tentu kaget, sekagetnya. "Ra, ish lo ke sambet." Tegur Siska ke Ara dengan suara yang cukup besar, mungkin karena jarak mulut Siska yang sangat dekat dengan telinga Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)
Romance"Pija lo harus bantu gue. menikahlah dengan Bang Al." persahabatan dari sekolah menengah pertama sampai dia berdua duduk di bangku perguruan tinggi membuat tidak ada jarak yang hadir di antara mereka berdua. Saling tolong menolong tidak asing lagi N...