Rindu membara

2.6K 89 2
                                    

"Lama banget, angkat telponnya." Pija sedikit meringis saat mendengar suara Bang Al yang sedikit tidak bersahabat. "Emang masih lama yah, sayang?" Saat tidak mendengar jawaban apapun dari Pija tentu Bang Al sedikit menurunkan volume suaranya. Menyakinkan Pija bahwa sebenarnya dirinya hanya khawatir karena udah jam makan malam tapi, istrinya belum pulang.

"Kurang tahu Bang."

"Ko ngga tahu, sayang? Gimana ceritanya kamu ngga tahu lama atau ngga."

Pija sangat mengerti bahwa suaminya seprotektif apa. Tapi, saat ini dirinya tidak bisa memutuskan kapan dia pulang. Karena memang belum ada kepastian dari ketua jurusannya perihal ke pulangannya ke tempat Pija menunggu. "Yah ngga tahu Abang." Jawaban Pija mulai acuh karena kelelahan, seharian kesana-kemari tentu membuat moodnya berantakan. Di tambah lagi pertanyaan seakan dirinya di pojokkan menjadi pemicu hal tersebut.

"Yah maaf sayang, Abang cuman khawatir." Perasaan Pija tidak karuan dan tentunya merasa bersalah saat mendengar suaminya di sebrang telpon meminta maaf atas kesalahan yang tidak di buatnya. "Abang ngga mau kalo kamu kecapean, sayang. Makanya Abang tanya."

"Iya Bang. Maaf yah mood aku lagi berantakan." Dengan tidak enak, Pija akhirnya meminta maaf sambil kakinya menendang-nendang batu di mana tempatnya berdiri. Menjauh dari Novi yaitu senior, angkatan 2016 yang baru di kenalnya. Akhir-akhir saat mengurus kliring untuk persyaratan wisuda.

"Ngga apa-apa sayang. Pasti kamu capek, terus aku banyak tanya ini dan itu jadi, wajar jika respon mu seperti itu sayang." Al tentu paham dengan mood istirnya yang berantakan. Memaklumin adalah hal yang dilakukannya. "Kalo udah selesai, kabari yah Sayang. Abang jemput." Saat mendengar disebrang ada yang memanggil istrinya. Tentu dengan cepat pula Al berpesan agar terus di kabari.

Anggukan walau tidak terlihat, tapi Pija lakukan. Beserta jawaban iya dan salam penutup. Lalu Pija bergegas ke tempat Kak Novi saat mendengar panggilan dan melihat ada mobil yang masuk di halaman rumah ketua jurusannya yang bernama Pak Han. "Itu bukan mobilnya Pak Han, Kak." Beritahu Pija saat sudah berdiri di samping Kak Novi.

"Masa sih, Ja?"

Anggukan Pija lakukan. "Iya kak, setahu aku mobil Pak Han sedan warna biru kak."

Tidak lama setelah Pija bicara. Mobil itu terparkir dan pengemudi itu turun. Sesuai tebakan Pija bahwa yang turun bukan Pak Han melainkan perempuan cantik. "Kamu benar, Ja."

Saat perempuan itu berada di depan Pija dan Novi. Sebuah pertanyaan hadir "Kalian tunggu Pak Han?"

"Iya kak." Novi menjawabnya.

Dengan muka tidak suka perempuan cantik itu. Mengeluar kalimat sinis dan membuat Pija dan Novi di tempatnya beriqstifar. "Pak Han, lagi keluar kota." Hampir 6 jam menunggu dan tiba-tiba sebuah fakta mengejutkan terdengar. Padahal sebelumnya sudah di konfirmasi bahwa Pak Han rapat di pascasarjana dan Pak Han meminta di tunggu dirumahnya. Makanya Pija dan Novi berada di teras Pak Han.

"Masa sih kak, Pak Han tadi sempat chat saya minta untuk nunggu di sini." Beritahu kak Novi sebelum perempuan cantik itu masuk ke dalam rumah.

"Loh ngga percaya." Dengan nada suara yang ngegas perempuan cantik itu kembali bersuara. "Yah udah, gue ngga peduli. Itu terserah loh. Selamat menunggu sampai bisulan."

Pija dan Kak Novi hanya mengelus dadanya. Saat bantingan pintu terdengar begitu keras, yang dilakukan perempuan cantik itu. "Dia yang nanya, dia juga yang emosi. Dasar babi!" Gerutu Kak Novi.

"Iya Kak, Dasar monyet!" Pija tidak mau kalah mengumpati perempuam cantik itu.

"Perempuan itu apanya Pak Han sih, masa iya anaknya Pak Han. Bukannya anaknya Pak Han ada di luar Negeri." Gerutu Kak Novi, bertanya lalu menjawab sendiri pertanyaan hal yang dilakukannya. "Jangan-jangan perempuan nenek lampir itu, simpanan Pak Han." Dugan ini dan itu timbul begitu saja, karena Kak Novi kesel.

Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang