Pagi ini, pikiran Pija begitu kacau dan hal yang dilakukannya yaitu jogging. Sebenarnya pikirannya kacau udah beberapa hari, tapi karena kesibukannya kesana kemari mulai booking toga, sewa fotograper dan lain-lain membuatnya sedikit lupa. Jika dirinya tidak disibukan dengan jogging takutnya pikirannya akan berdampak negatif ke aktivitas lainnya.
Baru 2 putaran di sekitar kompleks, entah berapa putaran lagi. Tapi, yang di syukuri Pija karena pikiran dan prasakanya tidak lagi ke arah negatif. Memang seharusnya Pija bertanya atau meminta penjelasan mengenai pikiran dan prasakanya sejak Ara memberitahunya. Tapi, Pija tidak ingin mengorek luka itu semakin dalam. Dirinya, menginginkan Bang Al terbuka dengan sendirinya karena memang Pija berharga.
Pernikahannya baru seumur jagung, jadi wajar jika Bang Al belum mempercayainya sepenuhnya. Tentu Pija terus mengsugesti dirinya biar berpikir positif. Karena pikiran negatif tentu bisa membuatnya bertindak dengan bodoh dan kemungkinan minta cerai akan di ucapnya. Jika saja masalah ini, tidak membawah orang lama mungkin Pija tidak akan segalau ini dan sesedih ini. Sebuah hubungan pernikahan di masukin oleh tamu lama tentu akan tanda tanya banyak di kepala istri begitu pun Pija. Karena bisa saja benih cinta timbul entah sih cowok atau sih cewek.
Bersama dengan Bang Al semuanya terasa nyata. Tapi, sejak pembicaraan yang dilakukan Ara kepadanya, dirinya seakan goyang. Bagaimana tidak Bang Al membuka pintu kepada tamu lamanya, memberikan sebuah kesempatan yang kemungkinan membuat Pija tidak habis pikir. Tidak, Pija tidak cemburu hanya saja dirinya butuh di kasih tahu lebih dulu agar tidak jadi, bodoh seperti menebak ini dan itu.
"Sayang." Pija kaget saat tidak jauh didepannya ada Bang Al yang menghampirinya saat joging.
"Hidup sehat banget, sayangnya aku." Puji Bang Al kepada Pija saat mereka sudah saling berhadapan."Biasa aja." Ucap Pija ketus dengan nada suara yang masih ngos-ngosan
Al sedikit menaikan alisnya. Karena, tidak pernah sebelumnya mendengar sang istri ketus kepadanya. Tapi, Al berpikiran bahwa kemungkinan sang istri lagi capek dan gara-gara dirinya. "Udah larinya, yang?"
"Belum, ini baru 2 putaran."
"Emang mau berapa putaran, yang?" Dengan sabar Al menghadapi sang istri, lalu keringat yang jatuh di kening pun di hapusnya dengan lembut. "Kalo mau bertanya, tanya saja yang. Ngga usah di pendam seperti ini. Abang bukan peramal yang bisa nebak pikiran kamu, sayang." Jika menghadapi kaum perempuan Al mungkin menjadi pria paling bodoh di muka bumi ini. Karena Al tidak pernah bisa menebak isi pikiran mereka, seumur hidup bersama Bunda dan adiknya saja. Dirinya masih sering di bilang kurang peka, kurang perhatian bahkan ngga ngerti perempuan. Al sudah kenyang dengan hal itu. "Abang minta maaf yah sayang. Yuk pulang." Tidak ingin menjadi pusat perhatian, Al meminta dengan lembut agar sang istri mau pulang.
Pija yang dilembutin seperti itu tentu merasa ke kanak-kanakan dengan caranya bersikap ke Bang Al, beberapa hari ini. Saat tangannya di genggam dan di tarik untuk berjalan bersampingan, Pija tidak menolak. "Mau singgah beli bubur ngga, yang?" Sebuah pertanyaan Bang Al yang ngga perlu jawaban karena pada akhirnya tepat di sudut jalan komplek, langkahnya terhenti. Tempat penjual bubur ayam langganannya sejak menepati rumah baru sebagai suami istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)
Romance"Pija lo harus bantu gue. menikahlah dengan Bang Al." persahabatan dari sekolah menengah pertama sampai dia berdua duduk di bangku perguruan tinggi membuat tidak ada jarak yang hadir di antara mereka berdua. Saling tolong menolong tidak asing lagi N...