"Jangan bilang kamu jijik, yang?" Pulang dari rumah Bunda, Al menceritakan semuanya kepada sang istri. Walau, sebelumnya Bunda dan yang lain memberitahu cerita itu tapi Al berpikir bahwa dirinya perlu menceritakan sendiri dalam versinya. Melihat wajah sang istri seperti itu, maka wajar jika Al bertanya. "Kamu beneran jijik yang?" Lagi Al bertanya dengan muka khawatir.
"Jijik apa sih, Bang?" Tanya balik Pija.
"Ko muka kamu gitu amat yang, saat lihat Abang."
"Gitu gimana? Orang biasa aja, Bang."
"Ngga sayang, Abang tuh tahu. Semua mimik muka yang kamu tampilkan, tapi baru lihat yang seperti tadi."
"Isst, Abang ada-ada saja."
"Beneran loh yang. Emang kamu mikir apa? Mikir kalo aku sudah pernah melakukan hubungan suami istri dengan Mila!" Al sungguh penasaran dengan mimik wajah yang di tampilkan Pija sebelumnya.
"Yah wajar dong Bang, Kak Milakan cantik, bodynya bagus terus orangnya baik. Masa iya kamu ngga pengen, gituan sama dia!" Akhirnya Pija mengeluarkan suara dikepalanya, karena setelah mendengar semua cerita tersebut, rasanya tidak wajar jika Bang Al tidak tertarik melakukan sex dengan Kak Mila yang cantik.
Al mendengus. "Kamu kira Abang, cowok apaan!" Dengan nada tidak suka, Al bicara.
"Itu kan aku salah, mending aku ngga ngomong apa yang ada di kepala aku sih Bang." Pija mendengus tanda tidak suka, karena dari awal dirinya tidak ingin bicara mengenai isi kepalanya tapi Bang Al seolah memaksanya. Pija menarik selimutnya lalu, memilih berbaring dengan membelakangi Al. "Aku tidur, jangan di ganggu."
"Sayang, marah lagi?" Sebuah colekan dan sapuan lembut di kepala Pija, dilakukan Al. "Abang, ngga bermaksud salahin kamu. Abang hanya ngga suka kalo kamu ngga percaya." Dengan lembut Al, mencoba menarik Pija agar berbalik menghadapnya. "Abang, mana berani salahin kamu yang."
"Terus kenapa, aku rasa Abang mojokin aku!" Pija akhirnya berbalik lalu meluapkan amarahnya.
"Mojokin gimana sih yang? Kitakan hanya ngobrol biasa. Kalo kamu rasa gitu, abang minta maaf yah. Abang ngga bermaksud begitu." Siapa yang ngga luluh di lembutin seperti itu, Pija yang moodnya berantakan pada akhirnya menangis.
"Hiks, hiks..."
Al menarik Pija untuk masuk ke pelukannya, mencium rambutnya sesekalih. "Cup-cup. Ko nangis sih sayang. Kan ini hanya obrolan kita sebelum tidur, seperti biasa. Abang ngga nyalahi ko, Abang minta maaf." Al tidak mengerti seharian ini, memang mood Pija berantakan dan Al menyadari itu.
"Hiks,... Abang jah-at." Pija terbata-bata mengucap itu. "Abang ngga sayang, aku
kan?" Mungkin setelah ini dirinya akan menyesali apa yang telah dilakukannya. Menangisi sesuatu yang sebenarnya tudak perlu di tangisi."Siapa bilang sih yang? Abang ngga sayang kamu. Abang tuh sayang banget sama kamu, Abang ngga suka lihat kamu nangis seperti ini. Jadi maafin Abang yah, Abang ngga bermaksud salahin kamu sayang." Al tentu menenangkan Pija, karena bagaimana pun mood yang berantakan ini. Bisa jauh berantakan lagi kalo di diam. "Sudah yah sayang, nangisnya."
Pija mengangguk dan menyudahi tangisnya dengan cara menengelamkan wajahnya di dada bidang Al. Mencoba mengatur nafas dan menghirup bau badan Al, lebih dalam. Al juga tidak berbicara lagi, hanya memeluk Pija sambil mengusap rambut.
Mereka berdua diam, diantara pikirannya masing-masing yang ribut, pikirannya Al mencoba mencari tahu apa penyebab mood Pija yang berantakan dihari ini dan pikirannya Pija tentu mengenai kejadian di sore tadi. Pija tahu Al menyembunyikan darinya tentu untuk melindunginya agar tidak berpikir macam-macam. Pija akan marah banget kalo hanya dirinya yang tidak di beritahu mengenai hal itu tapi, kelegaan di rasakannya. Saat mengetahui, Ayah Bang Al, Bunda Bang Al dan Ara tidak mengetahui kejadian itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)
Romance"Pija lo harus bantu gue. menikahlah dengan Bang Al." persahabatan dari sekolah menengah pertama sampai dia berdua duduk di bangku perguruan tinggi membuat tidak ada jarak yang hadir di antara mereka berdua. Saling tolong menolong tidak asing lagi N...