Mesum

35.7K 488 3
                                    

"Yah elah, pengantin baru. Baru keluar kamar." Pija di sambut oleh ejekan dan cemohan dari Ara. "Jam segini sudah bukan sarapan lagi, jatuhnya makan siang."

"Ara," tegur Bunda pada Ara yang sedang di pinggir kolam setelah berenang kesana kemari lalu ke pinggir kolam saat melihat kedua orang yang di tunggu-tunggu berjalan mendekat ke arah Bunda dan Omanya. "Sini Nak." panggil Bunda pada Pija yang berjalan di samping Bang Al. Kali ini beberapa keluarga inti yang masih menginap di hotel, berkumpul di kolam berenang dengan beberapa kue pencuci mulut, buah dan jus yang di sediakan oleh pihak hotel yang ada di meja.

"Maaf Bunda." Ucap Pija lalu duduk di samping Bunda. Karena yang lain sedang berenang dan hanya ada beberapa orang bersama Bunda. Termasuk Oma yang dari tadi melirik tidak suka padanya. Tiada sapaan atau apapun selain dari Bunda. Pija menyadari itu bahwa keluarga besar Bang Al tidak menyukainya atau lebih tepatnya belum menyukainya. Mungkin dengan berjalannya waktu Pija bisa diterima seperti Bunda dan Ayah yang menerimannya. Pija mencoba mensugesti dirinya bahwa kelak semua keluarga besar Bang Al menerimanya.

"Iya tidak apa-apa. Bunda tahu kalo kamu kecapean. Ara ngga usah di dengar Nak. Dia kan suka usilin kamu, apalagi sekarang kamu kakak iparnya jadi yah di maklumin, yah Nak." Bunda menepuk tangan Pija yang ada di paha. Seolah memberitahu Pija bahwa semuanya baik-baik saja. Melalui sentuhan fisik. Ibu ke anak. Pikiran yang tidak-tidak Pija perlahan terganti dengan sentuhan kasih sayang Bunda "Sudah makan?"

Pija mengeleng. "Belum Bun."

"Yah udah, makan dulu sama Abang yah." Pinta Bunda. "Bang, sana makan dulu."

"Iya Bund." Dari tadi Abang Al hanya diam. Memerhatikan 2 perempuan ke sayangnya sedang bicara. Ada kelegaan yang dirasakan saat melihat 2 perempuan itu mengobrol. karena dirinya sudah memikirkan bagaimana jika istrinya tidak bisa sedekat ini dengan Bundanya. Tapi, ternyata Tuhan mendengar doanya.

Bunda membiarkan mereka untuk makan terlebih dahulu. Lalu mereka berjalan masuk "Mau makan apa?" Tanya Bang Al, setelah duduk.

"Ngga lapar." Jawab Pija acuh sambil menyadarkan kepalanya di meja tempat mereka duduk.

"Sudah jam 9 gini, masa ngga lapar."

"Ngga biasa sarapan pagi, Bang."

"Yah udah. Abang ambil makanan dulu yah."

Pija mengangguk dan Bang Al berlalu meninggalkan Pija setelah mengusap lembut kepalanya. Untuk jam 9 pagi beberapa makanan sudah tinggal sedikit dan menyisahkan makanan seperti nasi goreng, sosis, roti dan beberapa makanan lain serta buah-buah, jus dan beberapa minuman. Al sebenarnya tahu bawah Pija tidak bisa sarapan dan kebalikan dengannya yang harus sarapan. Jadi sekedar basa-basi Al lakukan untuk menanyakan apa yang akan di makan oleh Pija di jam seperti ini dan jawabannya sesuai dengan perkiraannya.

Pagi tadi tentu ada kepuasaan yang dirasakan Al. Bagaimana bisa terbangun dengan pemandangan yang di impikannya selama ini. Pemandangan yang selalu di liat dari kejauhan dan kini pemandangan itu tidak berjarak dengannya. Tentu bukan lagi dia kesenangan bukan main tapi, bersyukur karena apa yang di inginkan menurut Tuhan itu juga di butuhkannya.

"Sayang." Bang Al sudah sampai kembali di meja tempat Pija. "Mau makan buah?"

Pija mengangkat kepalanya dan duduk dengan baik. Lalu melihat makanan yang di bawah suaminya. "Banyak banget Bang."

"Cuma segini, kamu bilang banyak yang. Abang memang makannya banyak apalagi dari tadi Abang lapar liat kamu." Bang Al sambil memberikan 1 piring buah dan jus ke hadapan Pija, lalu kembali lagi mengambil makanan lain.

'Apalagi dari tadi Abang, lapar liat kamu' kalimat itu sungguh ambigu di dengarnya tapi, berlangsung kaget saat mengetahui maksud kalimat itu. "Ya, Allah suami gue mesum banget." Pija bermonolog sambil beristighfar.

Sahabat ko gitu! 21+ (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang