Bab 7

79 11 13
                                    

Seharusnya Cecilia mengawasi proses makan malam. Di saat-saat seperti ini, rawan sekali terjadi kerusakan alat-alat makan.

Sayangnya dia tidak peduli kalaupun Papa mau menghancurkan meja makan. Dia tidak peduli kalaupun sang ayah mengutuk pangeran Ramala Veliqar. Demi Dewi, Cecilia bahkan tidak tahu harus berbuat apa. Yang terus melintas dalam benaknya adalah bagaimana perlakuan Shadrick padanya tadi.

Cecilia memeluk bantalnya lebih erat dan membenamkan wajahnya. Dia ingat betul sewaktu pertama kali Espen melakukan hal yang nyaris serupa. Itu pun bukan pengalaman yang menyenangkan. Cecilia bersyukur kali ini dia bisa sedikit melawan, tapi entah kenapa rasanya itu tidak cukup. Ingin rasanya dia pergi ke kamar mandi dan membersihkan pipinya untuk kesekian kali sampai tidak bisa merasakan apa-apa lagi.

Kata-kata Shadrick pun bagaikan olok-olok yang tidak pernah diam, masih terus menampar Cecilia dengan kenyataan bahwa dirinya tidak seberguna itu. Dia tidak melakukan hal berarti untuk menyelamatkan para naga dan Shadrick pun bisa melihatnya, padahal dia tidak berada di sini untuk menyaksikan. Akankah semua orang segera menyadari hal serupa?

"Mer ranel?"

Ketukan yang diiringi panggilan itu tidak dihiraukannya. Cecilia menenggelamkan wajah ke bantal, berharap Connor pergi alih-alih mengganggunya. Norle sampai mengeong, meminta Cecilia menghentikan suara yang mengganggu tidurnya itu.

Walau sudah diabaikan, Connor tidak menyerah secepat itu, dan Cecilia menyesal karena lupa mengunci pintu. Dia mendengar suara 'klik' pelan, pertanda sang kakak ingin masuk tanpa niat mengganggu. Ketika pintu tertutup kembali, Cecilia mendengar langkah kaki Connor memutari ranjang, menuju ke hadapan Cecilia dengan langkah agak tergesa.

"Kau masih marah padaku?" Connor menyandarkan lengan dan dagu ke tepi ranjang Cecilia. "Maaf. Maafkan aku. Kau boleh memarahiku."

Cecilia sampai lupa dia dan kakaknya sempat bertengkar. Kekesalan itu sudah hilang sepenuhnya sehingga Cecilia mengulurkan tangan, mengacak-acak rambut kakaknya.

"Aku tidak marah lagi," Cecilia menjawab pelan. Dia menawarkan senyum pada sang kakak, tetapi Connor tidak percaya semudah itu.

"Kau juga boleh ambil hidangan penutupku kalau mau."

"Connor, aku yang membuat hidangan penutup. Aku bisa mengambil sebanyak yang aku mau."

Wajah Connor mulai sedikit panik, tidak tahu harus menawarkan apa. "Aku tidak akan mengejekmu pendek lagi, selamanya."

Cecilia tertawa kecil. "Aku benar-benar tidak marah lagi. Selain itu, jangan menjanjikan sesuatu yang sulit kau tepati."

"Tidak mungkin kau tidak marah lagi sementara wajahmu menunjukkan sebaliknya."

Cecilia tidak langsung menjawab dan Connor tidak memaksa. Tetapi tatapan pemuda itu menyiratkan pertanyaan yang sama. Ada apa denganmu? Kumohon, bicaralah padaku, jangan diam saja.

"Connor," Cecilia kembali menemukan suaranya, "aku tidak benar-benar menyelamatkan para naga, benar, begitu?"

Dahi Connor mengerut. "Apa maksudmu?"

Cecilia hanya menjelaskan sekilas. Mengenai pujian dan kekaguman terhadapnya yang terasa salah itu; bahwa dirinya hanya beruntung bisa didengar sang Dewi di saat yang tepat. Bahwa Cecilia tidak pernah melakukan apa pun selain nyaris tewas mengenaskan di usia muda.

Connor hanya butuh waktu berpikir sejenak sebelum bertanya, "Apa Shadrick mengatakan sesuatu padamu?"

Tebakan jitu itu membuat Cecilia tidak bisa berbuat banyak selain mengalihkan topik. "Tapi itu benar, bukan?"

The Cursed Blessing [#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang