Bab 19

73 9 7
                                    

Freya sadar kemampuannya berpedang atau menggunakan tombak lebih baik daripada memanggang roti. Maka dari itu diserahkannya tugas tersebut kepada salah seorang pelayan di kediaman Eleonora.

Dirinya menanti tidak sabaran di meja dapur selagi pelayan di depannya mulai memberikan sentuhan terakhir berupa bubuk gula di atas roti yang baru dibuatnya. Setelahnya, tak lupa disiapkan seteko teh melati dan dua cangkir kosong. Freya memilih gelas paling cantik yang ada di kediaman itu, dengan lukisan buah-buahan dan seekor rubah berwarna merah kejinggaan cerah yang sedang menyantap beri.

Persiapan Freya bisa dibilang tepat waktu. Seorang prajurit suruhannya telah mengabari kepulangan Cecilia ketika air panas baru saja mulai diseduh.

"Ada hal lain yang perlu saya sampaikan, meela Revala. Gadis itu membawa masuk seorang kresdovar. Adik Anda," lapornya. "Haruskah saya memberi tahu sang ratu?"

Freya tersentak ke arah prajurit itu. "Espen masuk ke wilayah ini?" Dia mendekati sang prajurit dan memelankan suara. "Apa ada yang melihat?"

"Sejauh ini tidak. Kebetulan saya dan Mehir mendapatkan giliran jaga di depan. Keduanya datang di saat yang tepat."

Sambil menghela napas, Freya menggeleng. "Tidak perlu melapor."

"Tapi—"

"Dia Putri Naterliva. Kalau dirinya mengajak seorang kresdovar masuk, sang dewi tidak akan murka," Freya beralasan, mencari cara menyelamatkan adiknya yang ceroboh itu. Dia tidak tahu bagaimana ceritanya Cecilia bertemu Espen, tapi, tidak ada untungnya juga menimpakan bahaya kepada adiknya.

Semula sang penjaga memasang wajah ragu. Akan tetapi lama-lama dia ikut setuju. "Baiklah, saya sudah meminta Mehir untuk tidak melapor sampai mendengar kabar dari Anda."

"Bagus." Freya menepuk-nepuk bahu sang prajurit. Mereka berjalan bersama menuju kamar Cecilia, diikuti pelayan dari belakang. "Apa ada kabar dari Abati?"

"Sejauh ini belum. Tapi Jenderal Elosvari meminta Anda untuk bertindak hati-hati."

Freya mendecakkan lidah. Ayahnya tahu sifat ambisius Freya yang sulit ditutupi pada saat-saat tertentu. "Suruh ayahku menenangkan diri. Cecilia temanku, aku tahu bagaimana cara menghadapinya."

Sementara penjaga itu melanjutkan langkahnya ke pintu utama, Freya dan sang pelayan berbelok menuju lorong kediaman para tamu.

Cecilia sudah berada di kamar dan saat ini sedang mandi ketika Freya tiba. Setelah ini akan jadi waktu yang tepat bagi Freya untuk menawarkan makanan ringan sambil mengobrolkan hasil pembahasannya dengan para naga.

Syukurlah Eleonora belum menunjukkan tanda-tanda ingin mengobrol dengan Cecilia, walau tentunya sang ratu pasti penuh rasa ingin tahu juga. Berbeda dari sang ratu, Freya tidak mau membuang waktu. Lagi pula, kedekatannya dengan Cecilia memberinya celah untuk mengobrol dengan santai sambil diam-diam menggali informasi.

Dari arah kamar mandi, Freya mendengar senandung samar. Seorang peri yang melayani gadis itu mengetuk pintu kamar mandi, mengabarkan bahwa Freya menunggu di kamarnya. Barulah senandung itu berhenti terdengar.

Apakah hasilnya sebaik itu sampai Cecilia begitu bersemangat? Apa Cecilia juga setuju dengan para naga? Berbagai kemungkinan menyesaki pikiran Freya, membuatnya rasa tidak sabaran kian menggelora.

"Kuharap kau tidak menunggu lama!" Cecilia berucap panik sambil keluar dari kamar mandi. Dia mengusap rambutnya yang masih meneteskan air, sementara pelayan membantu mengencangkan pita gaunnya.

"Ambil waktu sebanyak yang kau perlukan, Cecilia. Tidak perlu terburu-buru," Freya menenangkan. "Aku yakin pertemuan tadi membuatmu lelah."

Cecilia duduk di depan meja rias, menyisir dan menata rambutnya yang masih basah. Tak lupa dirinya berterima kasih kepada sang pelayan, sebelumnya pelayan itu meninggalkan ruangan.

The Cursed Blessing [#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang