Bab 38

73 8 6
                                    

Bastian tahu hari ini akan tiba. Dia hanya tidak menyangka segalanya akan terungkap dengan cara seperti ini.

Rasanya dia berpakaian kurang pantas untuk masuk ke ruangan serapi ini, sementara penyihir lainnya masih terbalut dalam jubah biru mulus tanpa kusut. Di seberang meja kopi, Edwin duduk dengan pergelangan kaki kiri ditopang dengan santai di lutut kaki lainnya. Tangannya beristirahat pada sandaran kursi. Matanya mengikuti pergerakan Bastian selagi pemuda itu dibawa masuk dan didudukkan di hadapannya. Sebelah pemuda itu, berdirilah Robert. Matanya hanya mengekori Bastian sebentar dan dia lebih cepat memalingkan pandangan.

"Kita sudah bersandiwara terlalu lama, tidakkah demikian?" Edwin memberi sambutan setelah semua pengawal keluar, menyisakan mereka bertiga di ruangan. "Ini saatnya membicarakan alasan kau menjauhiku dan Robert selama setahun belakangan ini."

"Kenapa harus dibicarakan sementara kalian sudah tahu?" Bastian menahan niatan untuk melompat ke seberang dan menghajar Edwin. Sayang sekali tubuh bagian atasnya dililit rantai dengan penyegel energi. Mustahil untuk melakukan apa pun sebelum dirinya mendapatkan serangan balik.

Edwin memajukan tubuh. Kedua sikunya bersandar pada lutut. "Jangan dingin begitu, Bas. Aku hanya ingin tahu apakah semua usaha membela gadis Lockwood itu sepadan? Padahal kau dan Aeryn bisa saja mendapatkan keuntungan yang lebih setimpal jika eliksir energi abadi berhasil ditemukan." Dia menyeringai. "Aku yakin kau sudah membaca catatan yang kutinggalkan itu."

"Catatan yang menarik dari kakek buyutmu," Bastian mengakui. "Tapi aku tidak tertarik."

Dengan wajah berbalut kekecewaan, Edwin kembali bertanya, "Sebenci itukah dirimu dengan statusmu?"

"Aku tidak membencinya," sergah Bastian. "Hanya berpikir bahwa jika keadaan kerajaan ini aman-aman saja dari tangan pengkhianat, kita tidak butuh eliksir apa pun."

Topeng sakit hati yang Edwin pasang membuat Bastian muak. Terlebih karena pemuda itu langsung terkekeh geli tak lama setelahnya. "Eliksir itu akan menjadi perkembangan bagi ilmu pengetahuan kita, Bastian. Bayangkan kejayaan macam apa yang bisa dicapai penyihir jika energi yang dimilikinya tidak pernah habis!"

Omong kosong yang terlalu muluk-muluk itu tidak memengaruhi Bastian. "Kau bicara pada orang yang salah, Edwin."

"Dia benar," kini Robert ikut berbicara. "Edwin, kau tahu sendiri Bastian tidak punya ambisi semacam itu. Seharusnya kau menggunakan pendekatan lain."

"Kau benar," Edwin kedengaran agak kecewa. "Yah, tidak masalah bila ambisimu tidaklah sekuat kami. Namun, aku yakin kau peduli pada hal lain. Istrimu, misalnya?"

Air dingin serasa tersiram ke wajah Bastian, menyebarkan perasaan dingin menusuk ke setiap sumsum tulangnya. Dia menolak untuk percaya apa yang akan mereka lakukan terhadap Aeryn. Istrinya jauh dari Ellesvore. Kalau saja dia bisa mencari cara untuk—

Oh, tidak. Penyihir yang ikut bersama Aeryn....

"Kau pikir kami memilih penyihir secara asal untuk ikut bersama Miss Lockwood?" Edwin bertanya tatkala melihat Bastian mulai menyadari sesuatu. "Seharusnya kau yang berada di posisi Aeryn saat ini, sementara istrimu tetap berada di sini. Akan tetapi, istrimu yang lumayan pencemburu itu mengajukan pertukaran posisi. Namun intinya, seperti apa pun akan sama saja." Edwin mengibaskan tangannya.

Tidak terpikirkan lagi oleh Bastian untuk duduk tenang dan menahan emosi. Kakinya masih bebas menendang meja di depannya, walau perabot kayu mahoni itu cuma bergeser alih-alih melayang ke wajah terkutuk Edwin. Robert berniat pergi ke sisi Bastian untuk menahannya, tapi Edwin menahan dengan uluran tangan.

"Semua ini sederhana saja, Bastian. Memihak pada kami, dan istrimu akan kembali dengan selamat," Edwin menawarkan. "Katakan padaku, selain karena kesetiaan dan balas budi, keuntungan apa lagi yang membuatmu bertahan di sisi anak-anak Naterliva itu?"

The Cursed Blessing [#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang