4. Bubur Ayam Banjar

235 30 10
                                    

Biasakan memberi vote sebelum membaca dan komentar jika berkenan.

Happy reading!

🍒🍒🍒

Menjalani hidup yang tak mudah sejak belia, kemudian bertemu dengan berbagai macam orang yang datang dan pergi dalam hidupnya dengan membawa beragam sifat berbeda, menjadikan Adinda Sabila pribadi yang tangguh dan pandai menyesuaikan diri. Dia akan bersikap sesuai dengan sikap orang lain terhadapanya.

Bila dipertemukan dengan orang yang baik, maka ia akan bersikap baik bahkan lebih dari itu. Begitu pula sikap yang ia terapkan saat berhadapan dengan sosok Dirgantara Mumtaza yang kini sudah menjadi suaminya. Perjaka tua yang lebih sering melemparkan kalimat pedas alih-alih kata-kata romantis pada awalnya memang sangat menyebalkan dan menguras  emosinya.

Jika Dirga berharap perlakuannya akan menciptakan drama rumah tangga dengan Dinda sebagai pemeran utama yang tersakiti, lalu menangis tersedu-sedu seperti adegan sinetron di sebuah stasiun televisi swasta, jelas harapan sang suami tak akan pernah terwujud. Sebaliknya Dinda lebih memilih untuk bersikap masa bodoh sambil membalas ucapan-ucapan sarkas yang sering Dirga lemparkan padanya ketimbang tersedu di kaki pria tersebut untuk meminta belas kasih.

Anda salah memilih lawan wahai, Kisanak!

"Bubur ayam?" Dirga mengernyit saat duduk di meja makan pagi itu. Selama ini yang ia tau jika bubur ayam yang biasa Bunda beli untuknya adalah sejenis bubur dengan kuah kekuningan atau kecoklatan dengan taburan kacang kedelai dan bawang goreng di atasnya.

"Itu bubur ayam Banjar namanya, Pak. khas Kalimantan Selatan." Dinda yang mengerti akan keheranan yang terpatri jelas di wajah Dirga langsung menjelaskan.

"Enak tidak?" Pertanyaan Dirga jelas sekali tampak sangsi dengan masakan yang Dinda buat.

"Coba aja dulu!" sahut Dinda yang sebenarnya tak juga berharap banyak Dirga mau mencicipi masakannya jika bukan karena teringat pesan Ibu mertuanya.

"Tidak kamu kasih apa-apa, 'kan?"

Dahi Dinda mengernyit, "Maksud, Bapak?" tanya Dinda bingung

"Taburan sianida misalnya."

Dinda tertawa miring. Meski ingin sekali menaburi zat yang bisa cepat menghantarkan nyawa seseorang ke alam akhirat itu untuk Dirga, namun Dinda masih memiliki akal sehat yang menghalangi niat kejinya tersebut.

Lagipula dia merasa jika Dirga tidak jahat-jahat amat. Setelah tadi malam mendapati kamar yang akan ia tempati dilengkapi fasilitas yang memadai perlahan stigma negatif yang Dinda sematkan pada pribadi yang pagi ini tampak tampan dengan setelan kantornya sedikit terhapus walau tak bisa sepenuhnya.

"Walau Bapak jahat sama saya, saya tidak  akan balas dengan cara licik macam itu," jawab Dinda sok angkuh dengan melipat kedua tangan di depan dada. "Tangan saya terlalu suci untuk dikorbankan menjadi penabur zat itu di makanan anda."

"Lalu dengan cara apa?" Walau sebenarnya malas berdebat, entah kenapa Dirga justru tertarik mendengar bagaimana cara gadis yang berdiri di dekat sink itu membalas dendam padanya.

"Cukup main cantik saja. Tidak perlu capek-capek! Tinggal ambil wudhu, gelar sajadah dan solat beberapa rakaat lalu adukan semua yang Bapak lakukan pada Allah," jawab Dinda yang ternyata di luar prediksi Dirga. Awalnya ia mengira jika Dinda akan memilih mendatangi dukun santet agar bisa membalas dendam tanpa harus mengotori tangannya.

Married By AgreementTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang