DUAPULUH

866 108 0
                                    

Gugurnya basecamp kelompok bar-bar yang menguasai daerah itu dengan cepat menjadi buah bibir orang-orang. Bukan rahasia umum lagi bahwa kelompok bar-bar itu sering sekali membuat keonaran di lingkungan itu. Sayangnya, pihak keamanan yang menjaga daerah itu juga tampaknya ikut bekerja sama, sehingga para penduduk sudah tidak memiliki tempat untuk mengadu. Sehingga berita tentang hancurnya kelompok itu menjadi berita yang paling membahagiakan untuk para penduduk setempat.

Ketika bawahannya sedang sibuk mencari lokasi kaum bar-bar lainnya, Kill memutuskan untuk keluar. Ia ingin menyendiri sebentar, sembari mencari tahu apakah instingnya yang ia latih selama ini masih sepeka dulu atau tidak.

Masih dengan menggunakan pakaian menyamarnya, Kill mengendarai kudanya dan ketika ia hampir sampai ke sebuah desa lainnya, ia memutuskan untuk turun dari kudanya, lalu menggiring hewan itu berjalan masuk ke dalam desa.

Dibandingkan desa-desa yang sudah ia lewati sejak ia berada di dunia ini, inilah satu-satunya desa yang paling tidak normal menurut Kill. Ia tampak seperti sedang berada di rumah, rasanya.

Bangunan yang hanya berisi tempat perjudian, dimana minuman alkohol sangat berlimpah, lalu gadis penghibur yang berusaha mendapatkan pelanggan. Ini layaknya rumah untuknya, karena hampir seluruh hidupnya ia tumbuh di tempat-tempat seperti ini.

Memutuskan untuk mampir, Kill mengikatkan tali kekangan kudanya di salah satu tempat penitipan kuda. Ia memasuki salah satu bangunan, yang tampaknya tidak terlalu ramai.

Seseorang gadis penghibur langsung berlari ke arahnya. Wajah yang tampak ceria tadi ketika mengetahui mereka kedatangan pelanggan, tiba-tiba mulai meragu dan kebingungan. Tampaknya, gadis di depannya bisa menyadari bahwa orang yang baru memasuki tempat mereka adalah seorang wanita. Walau ɓegitu, gadis itu tetap  menjamunya dengan baik. Kill hanya memesan beberapa jenis alkohol serta cemilan ringan.

"Apakah anda seorang pengembara?" Tanya gadis yang menjamunya tadi, setelah menaruh beberapa botol alkohol ke atas mejanya.

Kill mengangguk pelan, "katakan saja begitu" jawabnya enggan.

"Andai aku memiliki salah satu keahlian yang dapat melindungi diri sendiri, mungkin aku akan memilih jadi pengembara juga" curhat gadis itu dengan wajah sedih. Di akhir kalimatnya, ia bahkan tersenyum lirih.

"Tidak menyenangkan menjadi pengembara" info Kill yang entah mengapa bisa mengatakan kalimat itu tanpa sadar.

Gadis yang ada di depannya malah terkekeh. "Setidaknya, menjadi pengembara tidak akan seberdosa aku sekarang" katanya sambil menunjuk ke arah halaman, dimana sebuah gerobak barang baru saja tiba.

Kill hanya diam. Ia menyaksikan pemandangan itu tanpa berekspresi apapun, dimana sekumpulan anak perempuan yang tampaknya baru berusia 9 sampai 10 tahun, turun dari dalam gerobak barang.

"Anak-anak itu adalah anak hasil dari orangtua-orangtua yang tidak memiliki perasaan. Demi sebongkah uang, mereka menjual anak-anak perempuan mereka. Aku juga seperti mereka. Dijual ke rumah bordil, lalu akan menghabiskan seumur hidupku untuk melayani laki-laki bejat disini. Aku tahu itu salah, namun tak ada yang bisa aku lakukan. Maka dari itu, aku adalah seorang pendosa" ucapnya.

"Kalian dipaksa?" Tanya Kill yang akhirnya membuka suara.

Gadis itu menoleh padanya, lalu tersenyum sambil menangis. Tampaknya, gadis itu merasa kehidupannya sangat berat dan menyedihkan.

"Tak ada yang bisa kami lakukan selain mengikuti perintah mereka. Karena jika kami menolak, mereka akan mengancam kami dan mengatakan akan mengembalikan kami pada orangtua kami. Itu mimpi buruk, karena hanya ada ayah yang kasar dan jahat serta kelaparan. Tapi begitulah, bahkan di wilayah ini punya satu bangunan khsusus untuk menampung wanita-wanita seperti kami yang sudah terinfeksi penyakit kelamin. Jika kami sudah masuk ke dalam bangunan itu, artinya masa depan kami telah berakhir"

Kill.aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang