13. Cinta Lima Pandhawa 5

32 5 0
                                    

Aku tidak tau apa yang dipikirannya sampai dia tak pernah peduli dengan tangisku yang selalu aku sembunyikan dibalik tawaku.

*

*

Javas Waradana

*

*

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️


Nayyala Sheza Santika. Gadis cantik dengan lesung pipi yang tercetak alami itu terlihat ketika dia melihat sosok yang sejak lama dia tunggu.

Gadis munyil meski sudah berumur 17 tahun itu berdiri dari duduknya menatap lurus kedepan melihat seorang yang selalu dia dengarkan dari suara lembut ibunya dengan senyum manisnya. Dia berdiri tanpa ia disadari sampai kedua orang tuanya yang duduk disampingya melerai tapi gadis itu tidak menggubris, dia terus menatap kedepan.

"Javas! akhirnya kamu pulang juga,"

Gadis itu menoleh pada lelaki paruh baya yang duduk di sofa double seater disebelah ayahnya. Lelaki paruh baya itu bersuara memanggil seseorang yang gadis itu tatap kemudian kembali menatap orang yang dipanggil Javas itu.

Dia kembali duduk disamping ibunya disofa panjang diruang tengah ketika ibunya menyuruh untuk duduk kembali. Sembari menatap Javas yang sedang menghampiri ayahnya. Iya lelaki paruh baya itu ayahnya Javas dan yang dipanggil itu Javas yang baru pulang.

"Sini cepat!" pinta ayah Javas menggeser posisi duduknya meminta Javas duduk disampingnya.

"Ada apa pah?" tanya Javas pada ayahnya, duduk disebelah ayahnya.

"Papah tidak ingin terlalu basa-basi." ucap ayah Javas menepuk pelan bahu Javas. "Dia Nayyala Sheza Santika," ucap ayah Javas dengan menunjuk pada Nayyala yang duduk disamping ayah dan ibunya dan gadis munyil itu tersenyum. "Anak dari om Rehan dan tante Zahra dia adalah gadis yang ingin papah jodohkan dengan kamu,"

Seketika Javas menghempas tangan ayahnya yang sejak tadi masih menempel dibahunya, lalu beranjak dari duduknya menatap tajam ayahnya. "Pah! papah apa-apaan si. Tanpa sepengetahuan Javas! nggak, Javas nggak terima!" tanpa memperdulikan orang yang berada disana Javas lari secepat mungkin ke kamarnya.

"Javas!"

Nayyala yang sejak tadi memperhatikan mereka hanya bisa menatap kepergian Javas, setelah sosok laki-laki itu tidak terlihat lagi, Nayyala dia menunduk dalam, tangannya terus bergerak gelisah. "Mah!" panggilnya pelan pada ibunya yang sejak tadi berdiam diri. "Mah ayo pulang!"

Ibunya menoleh pada anaknya. "Nanti dulu sayang!"

Ayah Nayyala yang tau jika anaknya sedang gelisah tiba-tiba berdiri, membuat ibu Nayyala juga ikut berdiri. Tersenyum pada sahabatnya yang membuat sahabatnya juga berdiri. "Begini saja biarkan dia istirahat dulu nanti kita bicarakan saja lain waktu,"

Mereka berpamitan lalu meninggalkan ayah Javas seorang diri diruang tamu itu.

Selang beberapa menit Nayyala sampai dirumahnya. Dia berjalan santai menuju kamarnya. Terlihat kedua orang tuanya menatap Nayyala dengan kesedihan.

Kedua orang tua Nayyala adalah sahabat ayah Javas saat kuliah, mereka memutuskan untuk menjodohkan Nayyala dan Javas sejak mereka masih kecil tapi baru dipertemukan saat mereka remaja. Nayyala tau itu karena sejak smp dia selalu diceritakan tentang sosok Javas oleh ibunya, tapi Javas tak pernah tau itu.

Nayyala menghela nafas dia menatap foto yang dia pegang. Foto yang diberi oleh ibunya yang didapat oleh ayah Javas. Iya foto itu adalah foto Javas yang tersenyum lebar memegang piala saat dia memenangkan kompetisi bela diri antar kota. Dia tersenyum, entah kenapa saat melihat tawanya difoto itu dia ikut tersenyum.

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang