41. Penantian berakhir

20 2 1
                                    

Akhir dari sebuah kesabaran dalam menanti biasanya akan sangat manis, tapi jika ego yang ada lebih tinggi dibanding rasa ingin kembali, mungkin penantian itu akan berakhir menjadi kekecewaan.

*

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️

                    

"Kak Sheria!"

Langkah kaki gadis yang dipanggil dengan nama Sheria itu terhenti ketika mendengar seseorang memanggilnya dari arah belakangnya. Sheria, gadis tomboy itu membalikan badannya dan mendapati satu gadis berambut pirang yang tengah berlari ke arah-nya yang membuat Sheria diam untuk menunggu gadis itu sampai dihadapannya.

"Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Sheria ketika gadis itu sampai dihadapannya. Sadya.

Sadya diam menatap Sheria dengan nafas yang terburu karena tadi dia berlari untuk mengejar Sheria yang berjalan terlalu cepat. Dia masih diam untuk menetralkan nafasnya. Sadya tak habis pikir, dia merasa, apakah dia yang berjalan lambat ataukah Sheria yang berjalan terlalu cepat? sampai dia harus terus mengejar Sheria dari ruang rawat Kavy sampai di taman belakang rumah sakit seperti saat ini.

Mereka berdua sekarang berada di taman belakang rumah sakit, berdiri di atas rumput hijau yang terlihat luas yang didepannya terdapat kursi panjang yang biasanya digunakan untuk tempat beristirahat para pasien rumah sakit dan penunggu pasien. Tapi saat ini suasana taman sangat sepi tidak ada seorangpun yang disana, hanya ada Sheria dan Sadya disana.

"Sadya, minta maaf," itu perkataan pertama yang terucap dari mulut Sadya setelah diam beberapa saat setelah nafasnya mulai stabil.

Sheria menyerngit bingung atas perkataan Sadya. "Untuk apa?" tanyanya.

"Kak Sheria sedih karena perkataan kak Aksay kan?" tanya Sadya menatap penuh perhatian Sheria.

"Kenapa lo yang minta maaf?" tanya Sheria lagi, bukannya menjawab pertanyaan Sadya, Sheria malah berbalik tanpa. Dia pikir Aksay yang berkata kasar padanya tapi kenapa malah gadis ini yang meminta maaf padanya.

Sadya menunduk diam tak bisa menjawab. Dia terlihat kebingungan sekarang, dengan terus menggerakan bola matanya kesana kemari. Benar juga kata Sheria, kenapa dia yang meminta maaf, padahal Aksay yang membuat Sheria sedih. Tapi yang ada dipikiran Sadya sekarang hanya satu yaitu dia yang bertanggung jawab untuk meminta maaf pada Sheria karena perkataan Aksay. Walaupun Sadya bukan siapa-siapanya Aksay tapi dia merasa beberapa hari ini dia dekat dengan Aksay, itu sebabnya dia merasa jika dia harus meminta maaf pada Sheria, tapi bagaimana dia akan menjelaskan ini pada Sheria.

Melihat ekspresi Sadya yang terlihat kebingungan dan terus diam akhirnya Sheria membuka suara. "Emangnya lo punya hubungan apa sama Aksay, sampe lo rela lari ngejar gue buat minta maaf sama gue? Apa lo nggak mau lihat gue sedih? Atau lo udah jadian sama Aksay?" tanya Sheria lagi secara beruntut membuat Sadya gelagapan, bingung harus menjawab apa.

Sadya terjingkat dengan perkataan Sheria, dia mendongkak menatap-nya dengan tatapan terkejut. Kenapa pertanyaan Sheria membuat Sadya terpojokan? Sampai dia diam seribu bahasa. "A- Aku  . . . itu . . . " perkataan Sadya terhenti ketika mendengar Sheria terkekeh.

Sheria terkekeh melihat Sadya ketakutan seperti itu, lalu tangannya terulur untuk memegang kedua bahu Sadya yang terasa gemetar. Sadya menatap Sadya penuh perhatian begitupun Sadya. "Sadya, gue nggak sedih karena perkataan Aksay kok, lagian gue tahu kalo Aksay nggak akan berkata kasar sama cewek kalo bukan gue duluan yang memulainya," ujarnya dengan tersenyum berusaha membuat Sadya tenang.

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang