34. Janji yang diingkari Javas

20 4 0
                                    

Aku tidak pernah merasa sesedih ini selama hidup karena aku selalu menyembunyikan sedihku dibalik tawaku tapi entah mengapa saat ini aku tidak bisa menyembunyikannya lagi, tapi aku yakin saat mereka selalu ada disisiku kesedihanku ini akan hilang- Javas

           
            
       

*

            
     
                

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️
 

                       
      
   
               
       
Dua hari sudah berlalu, selama dua hari ini Javas sangat sibuk melakukan banyak hal sampai tidak bisa bertemu dengan temannya. Padahal kemarin hari libur seharusnya mereka berkumpul tapi Javas harus lebih cepat mencari tau tentang adiknya. Selama dua hari ini perasaannya benar-benar mengubahnya dari seorang Javas yang ceria penuh tawa menjadi Javas Waradhana yang penuh kebencian.

Hari ini Javas begitu tak semangat menjalani belajarnya, dia lebih memilih untuk merilekskan pikirannya di rooftop setelah tadi mengikuti upacara bendera. Perasaannya tak karuan, pikirannya sekarang selalu pada orang yang sudah membuatnya memiliki sifat penuh kebencian ini.

Javas menghela nafas lemah menatap jauh pemandangan indah kota dari atas gedung sekolah, dia berdiri sendirian ditembok pembatas rooftop menatap ke depan dengan tatapan kosong tapi tajam, tangannya terkepal erat, wajahnya memerah penuh amarah sehingga pemandangan indah kota yang dia lihat terasa seperti suasana panas dipadang pasir.

"Jasmine itu bukan adik kamu, puas kamu hah!"

Javas semakin mengepalkan tangannya erat seraya menatap tajam ke depan saat teringat ayahnya tanpa sengaja mengatakan hal yang membuat pikirannya kacau. Apakah yang dikatakan ayahnya itu benar? apa Jasmine itu bukan adik kandungnya? apa mungkin ibunya selingkuh? tapi kenapa semuanya terjadi? ayahnya bilang ibunya dulu meninggalkan Javas karena ibunya lebih memilih bersama adik perempuannya, tapi apa mungkin? pikiran Javas semakin kacau.

"Aaaagh!"

Teriaknya frustasi seraya mengusak rambutnya kasar, dadanya naik turun tak beraturan. Dia memijit pangkal hidungnya kepalanya terasa pusing, dia tak bisa mengendalikan pikirannya sekarang. Nafasnya terburu detak jantungnya sekarang terasa bekerja lebih cepat dari biasanya.

"Aaaaagh!"

Dia berteriak lagi berharap semua pikirannya tentang apa yang terjadi sekarang hilang lebih cepat. Dia memejamkan matanya sejenak lalu mendongkak menatap langit yang siang ini matahari terasa panas dirasa, menatap langit mencoba mengendalikan nafasnya yang tak beraturan dengan memegang dadanya yang terasa sesak.

Saat nafasnya kembali normal dia menundukan kepalanya menghela nafas pelan dan tanpa sengaja air matanya terjatuh dengan sendirinya, ingin sekali dia menangis tapi dia takut tidak bisa lagi membuat temannya tertawa karena sekarang dia menjatuhkan air matanya, padahal semua orang tau kalo dia adalah si Javas yang gila yang bisa membuat orang tertawa.

"Enggak-" dia mendongkak, dengan cepat dia menghapus air matanya dengan tangannya kasar.  "Enggak lo nggak boleh nangis!" cetusnya menatap tajam kedepan. "Sebelum lo balas dendam, lo nggak boleh sedih!" dia mengangguk mengiyakan perkataannya sendiri.

"Jasmine itu adik gue nggak akan ada yang bisa cegah gue mencari kebenaran-nya dan mamah nggak mungkin menghianati papah, enggak akan mungkin!" ujarnya tegas dengan tatapan tajamnya, tangannya terkepal erat. "Gue harus mendapatkan bukti bahwa Jasmine itu anak kandung papah,"

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang