32. Sikembar yang malang

31 3 0
                                    

Kesedihan yang ku alami sekarang tidak begitu menyakitkan dibanding kesedihannya tapi aku pernah mengalaminya, kesedihan yang sama dengannya - Aksay

*

Aku pernah memberi semangat padanya karena kesedihan yang dia alami tapi kenapa aku juga harus  mengalami hal yang sama dengannya? - Kaivan
 

      

                   

                               

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️


 

"Mamah! . . . Mamah . . . !"

"Dokter! biarin aku masuk! . . . mamah . . . Dokter!"

"Mah . . . Hiks . . . Mamah! biarkan aku masuk, hiks!"

Suasana depan pintu ruang UGD itu sangatlah bising karena Kaivan terus berteriak didepan ruang UGD menangis sejadi-jadinya dengan sesekali memukul pintu ruang UGD yang tidak memiliki celah sedikit pun untuk sedikit melihat keadaan didalamnya. Kaivan benar-benar tidak peduli jika perbuatannya membuat kebisingan disana yang Kaivan pedulikan sekarang hanya ingin melihat keadaan ibunya didalam ruangan itu.

Beberapa menit lalu Kaivan sampai dirumah sakit setelah 15 menit kebut-kebutan dijalan hanya untuk cepat-cepat ke rumah sakit setelah Charyin meneleponnya. Kaivan syok ketika sampai dirumah sakit, jika ibunya jatuh dari tangga dan sekarang koma, saat Kaivan datang ibunya sedang ditangani dokter karena detak jantungnya semakin lemah.

"Nyokap lo koma, denyut jantungnya melemah, kepalanya juga mengalami luka dalam,"

Perkataan yang dikatakan Charyin saat dia baru sampai dirumah sakit membuatnya terus saja memikirkan keadaan ibunya.

"Mah . . . Hiks," dia terus saja menangis dengan menyenderkan kepalanya di pintu ruang UGD.

Selain Kaivan disana ada 3 orang lain yang sekarang duduk dikursi panjang depan ruang UGD yang tidak begitu memperdulikan Kaivan yang terus saja membuat kebisingan.

"Berisik banget!" celetuk Charyin memutar bola matanya malas, dia duduk diantara ibu dan ayahnya, Davi dan Daivan. "Pah suruh dia diam!" pintanya pada ayahnya yang duduk disamping kirinya.

Daivan yang duduk bersedekap dada, menurunkan kedua tangannya menatap Kaivan didepannya. "Kaivan, tolong jangan membuat kebisingan ini dirumah sakit bukan di rumah, ngerti!" ujarnya menghela nafas pelan.

Kaivan yang mendengar kalimat perintah dari ayahnya itu pun membalikan badannya menatap ketiga manusia menyebalkan itu. "Kaivan nggak peduli," ujarnya mengepalkan tanggannya erat. "Kaivan hanya ingin mamah," lanjutnya mengalihkan pandangannya.

Charyin menghela nafas malas dengan kelakuan saudara tirinya itu yang terlalu berlebihan, baginya. "Heh lo yah diomongin bener loh sama papah! seharusnya lo nurut!" ujarnya lalu bersedekap dada.

Kaivan menghapus bekas tangisnya dengan tangannya. Kaivan menatap kesal pada Charyin. Sekarang dia hanya bisa diam menatap penuh kemarahan pada adik tirinya itu.

Sekarang penampilan Kaivan sangat memprihatinkan, matanya yang merah dan sedikit sembab karena terlalu banyak menangis dan tangannya yang sedikit terluka karena terus memukuli pintu itu.

Entahlah apa yang dipikirkan Kaivan saat ini? pintu ruang UGD sekarang sedikit lecet dan darah Kaivan yang terlihat disana. Apakah sejak tadi tidak ada yang menghalanginya melakukan itu? entahlah

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang