42. Awal dari Akhir

18 1 0
                                    

Dia yang mengawali dan yang mengakhiri. Dia juga yang mengembalikan. Mungkin terdengar seperti lirik lagu.

*

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️


"Jangan teriak-teriak gue masih denger,"

.

.

.

Hening. Diam. Dingin. Terkejut. Terpaku. Menjadi satu dalam satu waktu. Tidak ada suara apapun kecuali suara Monitor Bed Pasien yang berbunyi seperti detak jantung yang teratur. Monitor Pasien yang berada di samping brankar pasien yang menunjukan kondisi pasien sudah baik-baik saja, di lihat dari layar Monitor yang tertuliskan hampir 100% keadaan pasien baik- baik saja saat ini.

Di dalam ruangan bercat putih yang mendominasi ruang rawat itu terlihat lima cowok tampan dengan empat diantaranya berdiri di antara satu cowok yang terbaring di brankarnya. Empat cowok itu terdiam kaku tidak ada yang bergerak seakan-akan waktu berhenti untuk mereka sedangkan satu cowok yang lain terlihat sedang berusaha untuk membuka matanya di dalam terbaringnya.

Hening, itulah yang dirasakan di ruangan itu. Mungkin diam menjadi solusi untuk saat ini dalam mencerna apa yang empat cowok itu dengar. Dingin, mungkin itu yang dirasakan empat remaja cowok itu saat mendengar kalimat panjang yang terdengar lirih terucap dari mulut seseorang yang sejak tadi ditunggu untuk bangun secepatnya. Terkejut, terpaku, kaget mungkin itu terdengar berlebihan tapi . . . itulah yang dirasakan.

Ishara. Javas. Aksay. Kaivan. Empat cowok itu terdiam seperkian detik, terkejut dengan apa yang mereka dengar. Javas yang sedari tadi mengoyangkan tubuh Kavy pun berhenti melakukannya. Mata mereka langsung tertuju pada teman mereka yang terbaring didepan mereka. Kavy. Apa mungkin itu suara Kavy? Terdengar lirih membuat mereka menerka-nerka apakah yang mereka dengar benar adanya atau tidak?

Keterdiaman mereka menatap wajah Kavy berubah menjadi senyuman ketika mereka melihat kelopak mata yang sedari tadi tertutup sekarang mulai bergerak dan terbuka. Dan saat mata itu mulai terbuka, pandangan mereka beralih pada bibir Kavy yang terlihat bergetar seperti hendak bicara. Lagi.

"Kenapa kalian diam, ini gue," ujar Kavy.

"Kavy!" kompak mereka.

Iya, Kavy tersadar setelah berjam-jam lamanya di dalam alam bawah sadar yang mungkin dipengaruhi obat tidur dari Dokter. Diamnya mereka selama berjam-jam menunggu berubah menjadi senyuman ketika orang yang di tunggu akhirnya kembali.

Terlihat Kavy juga tersenyum di dalam terbaringnya menatap ke-empat temannya bergantian dan pandangannya berakhir pada Javas yang berdiri tepat di samping kirinya.
"Lo habis dari mana si? Gue nungguin lo lama banget!" ujar Kavy menatap Javas didepan pandangannya. Betapa senangnya bisa kembali membuka mata dan menatap ke empat temannya secara lengkap saat ini.

Javas menghela nafas kasar menatap kesal pada Kavy, tangan yang sedari tadi memegang lengan Kavy pun terlepas kasar. "Lo bener-bener kurang ajar yah!" sarkas Javas dengan tatapan kesal tapi itu tidak membuat Kavy takut malah membuatnya Kavy terkekeh, melihat Kavy terkekeh Javas menampilkan wajah cemberutnya.

"Kavy!" panggil Ishara yang berdiri tepat di samping kanan brankar Kavy. Kavy pun menoleh pada Ishara. "Lo udah baik-baik saja kan?" tanya Ishara dengan tersenyum tipis dan diangguki Kavy sebagai Jawaban. Ishara pun mengangguk melihat jawaban Kavy.

"Gue tau lo suka berjanji dan sekarang apa yang lo janjiin, hah?!" kali ini Kaivan yang membuka suara setelah sedari tadi diam. Kaivan berdiri di samping Ishara.

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang