2. Javas Waradana

84 11 0
                                    

Ketika kesedihan yang terlanjur dalam berubah menjadi tawa yang menyembunyikan,

*

*

Yang akhirnya membuat hati biasa dan terbiasa.

*

*

Javas Waradana

*

*

🗡️

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🗡️🗡️🗡️🗡️🗡️

"Mas sudah sampai!"

Javas Waradana dia tersentak ketika suara pak sopirnya mengkagetkannya dalam lamunannya. Cowok dengan hidung mancung itu menghela nafas lalu bergegas untuk turun dari mobilnya.

Javas melangkahkan kakinya menuju rumah, rumah itu sangat sepi. Rumah besar dan mewah dengan desain modern itu hanya memiliki 2 penghuni Javas dan ayahnya, sedangkan ibunya pergi meninggalkannya. Tinggal lah Javas bersama ayahnya.

Selama hidup 16 tahun didunia dia selalu tak akur dengan ayahnya, ayahnya selalu sibuk bekerja. Javas merasa kesepian apalagi semenjak dia ditinggal ibunya dan adiknya. Ayah dan ibunya bercerai sejak umurnya 5 tahun, sejak kecil dia tinggal bersama ayahnya, ibunya membawa pergi adik perempuannya yang saat itu berumur 3 tahun.

"Berapa nilai kamu?"

Langkah Javas terhenti ketika sampai di anak tangga pertama saat suara ayahnya terdengar tegas dari belakang tubuh Javas. Javas membalikan tubuhnya mendapati tubuh laki-laki paruh baya yang masih memiliki tubuh tegap itu.

"Apakah papah tidak ingin menanyakan hal lain selain itu?"

Sanjaka Waradana. Ayah Javas menatap Javas penuh dengan sikap arogan. Lelaki paruh baya yang selalu sibuk bekerja tanpa memperdulikan anaknya itu selalu saja membuat Javas membencinya.

"Papa nggak dateng ke acara kelulusan Javas, dan itu pertanyaan yang Javas denger,"

"Papah sibuk kerja, papah hanya ingin menanyakan itu jika kamu tidak ingin menjawab baiklah tidak apa-apa," jawab ayahnya bersedekap dada. Selain arogan ayah Javas itu egois.

Javas memutar bola matanya jengah lalu kembali mengambil langkah menuju kamarnya. "Nggak jelas," gumamnya seraya menaiki tangga.

"Ooh ya papa sudah daftarkan kamu di SMA Shankara jadi persiapkan diri kamu memilih jurusan,"

Mendengar kata ayahnya, Javas sekali lagi menghentikan langkahnya, wajahnya merah dia mengepalkan tangannya berusaha meredamkan kemarahan. "Enggak Javas sudah pilih SMA yang Javas ingin," tolaknya tanpa membalikan badan.

Lima Pandhawa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang