🎶I Need You - Huh Gak & Zia🎶
💌💌💌
Tepat tiga minggu, aku berhasil menyelesaikan bab awal yang akan aku ajukan dalam lomba. Menulis tiga bab awal memang tidak memakan waktu, mungkin hanya seminggu. Yang lama itu, merampungkan outline dari awal sampai akhir cerita.
Kalau mau gampang, sebenarnya aku bisa saja tidak usah repot-repot memikirkan outline-nya. Soalnya naskahku belum tentu lolos, tapi kali ini aku merasa harus menang. Di balik informasi yang diberikan Ian padaku, dia pasti berharap aku bisa.
Naskah kukirim dan beberapa hari kemudian, penerimaan naskah akhirnya ditutup. Bersamaan dengan hari itu, hal tak terduga justru datang.
Ian mengajakku bertemu.
Bukan lagi saling bertukar pesan yang hampir setiap malam kami lakukan, tapi bertemu tatap muka. Aku jelas terkejut, selama ini aku tidak pernah berkenalan dengan orang asing di dunia maya apalagi bertemu.
Tapi meski agak ragu, bukan berarti aku enggan. Malah sebaliknya, aku juga penasaran dengan sosok Ian yang menemaniku sebulanan ini.
Seperti apa dia?
Semerdu apa suaranya?
Bagaimana ekspresinya jika berbicara?
Dan, apa pembicaraan semengalir saat kami bertukar pesan?
“Kalau kata gue sih, iyain aja Ki’,” kata Jasmine dengan raut wajah serius.
Aku melirik Karina yang duduk di sebelah Jasmine. Karina menggeleng. Jawaban mereka berdua memang selalu bertolak belakang.
Jasmine dan Karina tahu aku cukup intens berkomunikasi dengan Ian. Maka dari itu, aku menanyakan pendapat mereka. Apa aku menerima ajakan Ian atau menolaknya?
“Bahaya, Ki’. Walaupun kalian udah kenal sebulanan ini, dia tetep orang asing.” Karina menjelaskan mengapa dia menyarankan aku menolak ajakan Ian lalu kembali fokus menatap laptopnya.
Jasmine mencibir. “Jangan dengerin orang yang seumur hidupnya enggak pernah pacaran. Lagian dia minta ketemu di mall, kan? Orang yang punya niat jahat, enggak mungkin ngajakin lo ke tempat rame.”
Karina memutar bola matanya. “Ya, ya, ya. Silakan dengerin orang yang langgeng bertahun-tahun walaupun LDR,” balas Karina.
Bahkan dari segi asmara pun, mereka berbanding terbalik. Yang dikatakan Jasmine itu barusan benar. Selama hidupnya, Karina tidak pernah dekat apalagi pacaran. Alasannya? Orangtuanya melarang keras, karena menganggap hal-hal tidak penting semacam itu bisa mengalihkan fokus Karina dari belajar.
Sementara Jasmine, orangtuanya lumayan terbuka dengan percintaan anaknya. Terbukti dari kedekatan antara orangtua Jasmine dan pacar jarak jauhnya.
Jasmine mengabaikan Karina. “Seandainya lo masih ragu, mau gue temenin?” tawarnya.
Aku menggeleng cepat. “Enggak usah.”
“Wae?” Melihatku diam, Jasmine mengulangnya dalam bahasa Indonesia. “Artinya kenapa?”
“Siapa tau dia enggak nyaman.”
“Ya, ohae hajima (Hei, jangan salah paham). Gue bukannya duduk sama kalian, tapi jagain dari jauh.”
“Sama aja. Enggak usah, Nem.” Mungkin bukan Ian yang nantinya tidak nyaman, tapi aku.
Jasmine mengangguk. “Eo, arasseo.” (Aku mengerti)
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You, But Not You
ChickLitKiya ingin menjadi seorang penulis meski ditentang keras oleh ayahnya. Mulai dari menulis sembunyi-sembunyi, mengunggah karyanya di platform menulis, dan ikut lomba. Semua Kiya lakukan tanpa sepengetahuan orang-orang di rumahnya. Di tengah usahanya...