Now Playing | Sole - Slow
💌💌💌
Pertemuan tidak disengaja tadi pagi masih terus terbayang di kepalaku. Yang membuat konsentrasiku kadang buyar ketika mencoba memerhatikan presentasi teman sekelasku di depan sana.
Aku hanya tidak menyangka Pak Rayyan masih ingat denganku. Apalagi dia masih saja bersikeras ikut patungan mengganti kacamataku.
Aku menyangga daguku menggunakan tangan sembari menghela napas pelan. Semoga saja kalimat terakhir sebelum aku melesat meninggalkan Pak Rayyan cukup jelas untuk beliau mengerti.
Sikutan pelan yang berasal dari sebelah membuatku menoleh. Jasmine mendekat lalu berbisik, “Wae?” (Kenapa?)
Aku meringis. Lagi-lagi, bahasa yang tidak kumengerti. Aku melirik singkat dosen yang duduk di depan sana kemudian kembali menatap Jasmine. “Nem, bisa enggak kalau ngomong sama gue full bahasa Indonesia?” Aku ikut memelankan suaraku.
Jasmine mengangguk pelan. “Geurom (Tentu saja). Jadi yang gue bilang tadi itu artinya kenapa, sama sih kalau gue nanya lo kenapa?”
“Emangnya gue kenapa?” Aku balik bertanya.
“Ngelamun dari tadi.”
Oh, Jasmine memerhatikanku ternyata. “Enggak.” Aku menyangkal.
“Mikirin siapa sih? Cowok Tinder itu?” tebak Jasmine.
Mataku melebar, namun buru-buru aku menormalkan raut wajahku.
Jasmine menyipitkan mata dan berbisik, bahkan kali ini sangat pelan. “Cowok lain?”
Jasmine benar sih, aku memang memikirkan laki-laki lain. Tapi memikirkan bukan dalam konteks hubungan antara perempuan dan laki-laki. Aku hanya bingung dengan sikap Pak Rayyan sampai membuatku kepikiran.
“Enggak, Nem,” jawabku.
“Arasseo (Baiklah), gue enggak nanya-nanya lagi.” Jasmine manggut-manggut.
Namun belum lama keadaan hening di antara kami, Jasmine merapat lagi ke arahku. “Ki.”
“Hem?” gumamku tanpa melirik ke arahnya.
“Bikinin gue pertanyaan dong buat mereka,” bisik Jasmine sambil mengendik ke arah kelompok yang masih mempresentasikan tugasnya. “biar gue enggak kelihatan bego-bego banget di antara teman sekelompok gue.”
Sejenak diam karena aku berusaha mengingat-ingat siapa saja teman sekelompok Jasmine. Oh, salah satunya Karina. Sementara empat orang lainnya juga termasuk mahasiswa yang cukup aktif di kelas. Pantas Jasmine sampai berpikir begitu.
Setelah menulis dua pertanyaan di kertas, aku menyerahkannya pada Jasmine. “Nih, pilih aja salah satunya.”
“Gumawo.” Melihatku mengernyit, Jasmine buru-buru meralat. “Artinya makasih, hehe.”
**
Dari lima jenis mahasiswa yang sering dijumpai di kampus, aku termasuk ke dalam kategori mahasiswa kupu-kupu. Alias kuliah-pulang kuliah-pulang. Tidak ada alasan yang membuatku bertahan di kampus saat jadwal kuliah telah selesai.
Apalagi kedua temanku juga sama denganku. Bagi Karina, nongkrong hanya membuang waktu yang sebenarnya bisa dia gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Lalu Jasmine, lebih memilih menghabiskan waktu bersama Oppa-oppa Koreanya.
Jadi kemungkinan aku duduk-duduk santai di kampus atau menyeruput kopi di kafe menjadi kecil.
Walau begitu, di semester awal, aku pernah mempertimbangkan bergabung dengan salah satu UKM karena bujukan Haikal. Dengan iming-iming menambah relasi, meningkatkan kemampuan komunikasiku, dan lain sebagainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You, But Not You
Genç Kız EdebiyatıKiya ingin menjadi seorang penulis meski ditentang keras oleh ayahnya. Mulai dari menulis sembunyi-sembunyi, mengunggah karyanya di platform menulis, dan ikut lomba. Semua Kiya lakukan tanpa sepengetahuan orang-orang di rumahnya. Di tengah usahanya...
