- CRUSH -
Ketika semua orang memutuskan untuk segera pulang, gue satu-satunya yang memutuskan untuk tetap berada di sekolah.
Di parkiran dengan hanya ditemani oleh motor kesayangan gue, hingga jam menunjukkan pukul 4 sore pun gue masih bertahan di sini.
Semalam, argh rasanya gue pengen hilang ingatan. Emang benar penyesalan itu selalu datang di akhir, dan sekarang gue menyesal udah nurutin ego bodoh yang membawa gue ke titik ini.
Titik dimana gue merasa kalau gue harus berhenti.
Berhenti untuk ngejar maaf dari Kefano, berhenti merasa salah, berhenti suka, dan berhenti berharap kalau Kefano akan balas perasaan gue.
Semuanya. Gue tau itu berat, tapi gue yakin kalau gue bisa.
Gue jadi teringat dengan kejadian di sekolah beberapa jam lalu. Hari ini sekolah mengadakan rapat dengan orang tua atau wali siswa. Otomatis kegiatan belajar mengajar ditiadakan.
Sekitar jam 9 pagi, saat gue dan Anna memutuskan untuk menyusul Vanesa ke kantin, langkah kami berhenti gara-gara gue baru ingat kalau uang saku gue ketinggalan di tas.
Anna udah nawarin buat ditalangin sama dia, tapi gue nggak mau. Yang alhasil, gue balik lagi ke kelas untuk ngambil uang saku gue yang ketinggalan. Sementara Anna melanjutkan perjalanannya sendirian.
Saat uang saku gue udah di tangan, gue pun segera berjalan ke kantin. Namun satu hal kembali menghentikan langkah gue.
Di depan sana, dengan jarak sekitar 3 meter gue melihat seorang pria paruh baya yang sebenarnya gue tau dia siapa. Hanya saja, gue emang belum pernah memulai obrolan apapun sama pria itu.
"Maaf, Om. Ini dompetnya jatuh."
Pria yang gue maksud itu memutarkan badannya untuk menghadap ke gue. Ponsel yang sedari tadi menempel di telinganya kini ia turunkan.
Menatap gue sebentar, lalu matanya turun ke tangan gue yang sedang memegang dompet hitamnya.
"Oh, terima kasih. Saya nggak sadar kalau dompetnya jatuh."
Gue tersenyum tipis. "Sama-sama."
Hendak beranjak dari sana, kehadiran seseorang menginterupsi.
Kefano dengan seragam yang terkancing rapi, menghampiri Papanya yang sedari tadi berhadapan dengan gue.
"Papa ngapain di sini? Kok nggak masuk ke ruangan?"
"Papa dapat telpon dari Mama. Ini tadi dompet Papa jatuh, terus dikembaliin sama dia." Papanya Kefano menunjuk ke gue, yang otomatis membuat Kefano melihat ke gue. "Dia temen kamu, Fan?"
Pertanyaan yang membuat jantung gue rasanya ingin berhenti berdetak. Selain takut dengan tatapannya, gue juga takut dengan jawaban Kefano.
"Bukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
CRUSH | SO JUNGHWAN ✅
Teen FictionSeberapa lama lo bisa nyimpan perasaan suka sama seseorang? Gue 6 tahun. Cukup gila. Mau uncrush pun gue rasanya nggak bisa. Entah karena emang nggak ada yang lebih baik dari dia, atau emang guenya yang menolak untuk uncrush. Dia Kefano Alexander...