Chapter 33

3.5K 306 13
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- CRUSH -


Malam tadi gue berkesempatan untuk makan malam bersama keluarganya Kefano. Acaranya diadakan di rumah nenek Asih, sebab itu gue jadi mengetahui banyak hal tentang masa kecilnya Kefano.

Seperti Kefano yang pernah jatuh dari sepeda karena didorong oleh kakak keduanya, Tania. Juga Kefano yang pernah botak selama tiga tahun. Dan banyak hal gemas lainnya.

Gue juga berkesempatan untuk melihat foto-foto cowok itu saat kecil yang terpampang di ruang tamu keluarga di rumah Nenek Asih. Ada beberapa yang gue fotoin untuk kenang-kenangan.

"Hayoloh, ngapain senyam-senyum?"

Teguran Anna membuat gue terkejut. Gue menghela nafas kecil. "Mau kemana lo?"

"Kantin," jawabnya sambil mengaplikasikan sesuatu yang berwarna ke bibirnya.

"Nitip, ya. Sekalian bilangin Kefano kalau gue nggak ke kantin."

Anna mengangguk paham. Pasalnya saat ini gue sedang menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan sebelum jam pelajaran berikutnya dimulai. Anna sudah selesai, dia juga memberikan contekan.

Setelah itu, Anna segera beranjak meninggalkan gue. Setelah dilihat-lihat lagi, gue ternyata sendirian. Bisa ditebak kalau teman-teman sekelas gue yang lain lagi nikmatin jam istirahatnya di luar kelas.

"Kok sendiri?"

Mendongak kaget, itulah yang terjadi pada gue saat suara itu tiba-tiba datang. Cowok dengan seragam batik itu memutar kursi di depan gue dan duduk di sana hingga kami saling berhadapan.

"Kok kamu ke sini? Nggak ke kantin gitu?" tanya gue tanpa menjawab pertanyaannya.

"Udah tadi. Nyari kamu nggak ada di kantin, makanya aku langsung ke sini. Kamu udah makan?"

Nada khawatir dan kepeduliannya itu benar-benar merenyuhkan hati gue. "Belum, nanti aja di istirahat kedua. Sekarang lagi ngerjain tugas."

"Emang nggak sempat makan dulu?"

"Nggak sempat. Soalnya harus dikumpulin sebelum bel nanti."

Kefano lalu mengintip apa yang sedang gue tulis. Saat itu juga gue baru sadar kalau dia bawain sesuatu. Susu kotak rasa strawberry dan sebungkus roti coklat yang sedang ia buka bungkusnya.

"Makan ini dulu biar nggak kelaperan," katanya.

Gue tersenyum manis. "Makasih, sayang."

Lalu senyumnya Kefano juga terbit saat gue memanggilnya seperti itu. "Oh, udah boleh panggil sayang?" tanyanya. Fyi aja, ini pertama kalinya panggilan 'sayang' itu keluar di antara kami.

"Emang selama ini ada yang ngelarang, ya?" tanya gue balik.

"Nggak ada, sih," jawabnya. "Ya, udah kalau gitu, mulai sekarang kalau mau manggil itu pakai 'sayang',"aturnya.

CRUSH | SO JUNGHWAN ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang