__Kantor sekolah.
Kamga kembali kekantor sekolah, setelah hampir 3 jam pemuda itu berkutik dengan beragam tingkah para muridnya.
Kamga melirik arloji dipergelangan tangannya, lelaki itu mendengus lelah, pantas saja karna sudah hampir tengah hari.
"Pak Kamga, gimana ngajarnya?" tanya Pak Samuel, basa-basi dengan Kamga.
"Lumayan, Pak," jawabnya dengan nada datar.
Pak Samuel tersenyum, lalu berjalan mendekati Kamga, lelaki tua itu menepuk-nepuk pundak Kamga.
"Kapok? Belum seberapa itu, pak!" Lagi, pak Samuel membuka suara, sepertinya lelaki tua itu sengaja mengejek Kamga.
"Nggak juga, sih pak. Masih bisa dikendalikan," elak Kamga.
"Gimana? Gwenda apa bisa dikendalikan?" Pak Samuel Menaik turunkan alisnya, seperti mengisyaratkan sesuatu. Sementara Kamga, ia hanya melirik sambil menyunggingkan bibirnya keatas.
"Kalo Gwenda, ya begitulah, pak. Masih menguras emosi kadang-kadang, hahaha!"
Pak Samuel turut ikut tertawa, lelaki yang menjabat sebagai kepala sekolah itu sudah sangat hafal bagaimana sifat muridnya. Terlebih lagi murid yang namanya berada dalam blacklist. Gwenda contohnya.
'Gwenda itu cukup menarik. Jika saja dia bukan nama dalam daftar blacklist, pasti tidak akan semenarik ini!' Kamga membatin. Lelaki itu terlihat cukup tertarik dengan Gwenda. Buktinya saja, dia tidak pernah marah ketika Gwenda bersikap tidak sopan padanya.
Bukan sekali dua kali saja, bahkan pertemuan pertama mereka sudah menciptakan kesan yang kurang menarik. Beruntung Kamga masih berjiwa muda. Jadi dengan gampang lelaki itu memaklumi semua sikap Gwenda.
***
"Gwend, habis ini Lo mau kemana lagi?" tanya Lona, sambil memakai tas ransel miliknya.
"Pulang," sahutnya singkat, rona wajahnya juga terlihat kesal.
"Tumben, biasa juga ngeluyur Lo," ejek Lona, yang sudah hafal betul sifat sahabatnya itu.
"Males, padahal dirumah juga lebih males lagi," oceh Gwenda, yang lalu menarik tangan Lona.
"Nggak usah narik juga kali," kesal Lona, sambil memasang wajah cemberutnya, tidak suka.
"Bawel, Lo mau langsung pulang?"
"Enggak, gue mau ketemuan sama gebetan!"
"Sejak kapan, Lo punya gebetan?" Gwenda melipat kedua tangannya di dada, matanya menatap intens manik mata Yona.
"Sejak semalam, sorry yaa, gue belum sempat cerita sama Lo!" Yona memasang wajah melas, bahkan gadis itu memberikan puppy eyes andalannya.
"Najis gue, lihat muka Lo," sarkas Gwenda sambil memutar bola matanya.
"Gue duluan, ya. Lop yu...."
Gwenda bergidik mendengar kalimat terakhir yang Yona ucapkan. Gwenda mendengus sejenak, lalu kembali mengayunkan langkahnya menuju gerbang sekolah.
"Langsung pulang, neng?" tanya si supir, sambil membuka pintu untuk anak majikannya itu.
"Dirumah ada siapa aja?"
"Nggak ada siapa-siapa, neng. Semua udah pergi sejak neng berangkat sekolah tadi pagi," jelas supir itu.
"Ooh."
***
__Mansion Anggelo.
"Ga, temen mama nanyain terus, kira-kira kapan kamu mau dikenalin sama anaknya!" Rere- mama Kamga, seorang designer ternama. Menegur Kamga yang sedari tadi tengah asik dengan buku ditangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.