Kamga, pria itu sedang sibuk beres-beres, memasukkan beberapa pakaian kedalam koper miliknya. Sementara itu, Rere sedang manyun duduk di sudut kasur anaknya itu. Lalu James, si papa paling santuy bagi Kamga, ia juga ikut membereskan beberapa perlengkapan anaknya.
"Pah, kayaknya udah cukup deh, lagian aku juga masih punya banyak baju di Manila, nggak usah usah banyak bawanya."
James melirik sekilas, menghentikan aktifitasnya lalu tersenyum hangat pada Kamga.
"Ya sudah, jam berapa kamu berangkat?" tanya James lagi, lalu pria itu bangkit dan pergi menghampiri Rere istrinya.
"Kayak mau ditinggal perang aja, biasa aja nangisnya, nggak usah meler-meler ingusnya," ucap James sambil menepuk pelan pundak Rere. Rere tidak menjawab, wanita itu masih setia dengan kesedihannya.
"Nanti, kalo misalnya ada cewek yang datang kesini dan nanyain aku, bilang aja aku udah pergi, dari subuh tadi." Kamga menatap Rere dan James secara bergantian. Lalu ia mendekati keduanya, lalu memeluk mereka beberapa menit.
"Cewek? Pacar kamu?" Rere tiba-tiba membuka suara, setelah beberapa jam dilanda kebisuan mendadak.
"Iya, ma!" Kamga mengulum senyum saat menjawab pertanyaan Rere.
"Kok mama ngga tahu?" sungutnya lagi.
"Kan mama sibuk sama temen-temen rempong mama, yang sok-sokan mau jodohin aku, lupa?"
"Kok tega sama mama?"
"Tega kenapa lagi sih, ma? Au cuma sebentar di Manila, nanti juga balik lagi kesini," jelas Kamga, diikuti dengan hembusan nafas yang tertahan.
Rere cemberut. "Bukan itu Kamga, kamu kok nggak ngenalin pacar kamu ke mama?"
"Nanti juga kenal sendiri, tuh papa aja kenal sama papanya pacar aku!" seru Kamga pula, sambil memainkan sebelah alisnya hingga naik turun.
"Serius? Papa kok gitu?" Fix, kali ini James kena amukan Rere. Buktinya, wanita itu sudah berkacak pinggang berdiri dihadapan suaminya.
"Papa nggak tahu, Kamga ngawur ma, kalo ngomong, nyari aman tuh anak!" Wajah James menegang, lalu menarik kerah baju Kamga dan membawanya kehadapan Rere.
"Kalo ngomong nggak usah ngelantur, malah ngejadiin papa sebagai tumbal lagi," sungut James, lalu duduk diatas kasur Kamga.
"Ya, kata om Revano, dia kenal sama papa, temen bisnis katanya. Ya udah ya, aku takut telat, berangkat dulu!"
Belum juga sempat Rere maupun James menjawab, Kamga sudah nyelonong keluar kamar begitu saja, hingga membuat kedua orang tua itu hanya bisa saling tatap saja. Baru beberapa saat kemudian ikut turun kelantai bawah.
***
Kamga sudah di bandara, pria itu sedang menunggu jadwal pesawat untuk ke Philipina. Karna merasa bosan, Kamga memilih untuk berjalan-jalan sebentar di bandara itu, guna mengusir kejenuhannya saat itu.
"Coba Gwenda disini, nggak kebayang gimana reaksinya, semoga dia nggak datang!" ujar Kamga, lalu berjalan kembali.
Pandangan Kamga menangkap sebuah pemandangan yang tak asing menurutnya, ia bahkan sempat berfikir jika itu hanya ilusi saja, karna ia terlalu memikirkan Gwenda.
Ya, itu adalah Gwenda, gadis itu sedang berlari diantara kerumunan orang, bahkan dibelakangnya diikuti oleh tiga orang lainnya, siapa lagi kalau bukan Yona, Dihan dan Vion. Mereka setia mengekori gadis itu.
Langkah Kamga terhenti, saat wajah Gwenda semakin jelas dimatanya. Gwenda berlari secepat mungkin, lalu berhambur memeluk Kamga, kekasihnya.
Kamga membalas pelukan Gwenda, membiarkan gadis itu memeluknya hingga beberapa menit, hingga akhirnya Gwenda sendiri yang melepaskan pelukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Genç Kurgu"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.