Hari Minggu, Gwenda menghabiskan paginya dengan mendengkur diatas kasur, matanya masih enggan untuk terbuka. Menikmati alam mimpi cukup menyenangkan bagi gadis itu.
Di luar pagar, suara klakson terdengar nyaring ditelinga gadis itu, ia mengumpat dalam hati, karna itu jelas sangat menganggu ritual pagi minggunya.
"Nggak ngotak banget apa, kayak nggak ada kerjaan pagi-pagi berisik, itu mang Basir kemana lagi?" oceh Gwenda sambil bangkit dari tidurnya lalu berjalan mendekat kejendela kamarnya.
Motor itu? Ya itu motor yang kemarin ia naiki, lebih tepatnya itu motor Kamga Angelo yang sangat menyebalkan. Gwenda terus mengamati pergerakan Kamga, hingga matanya kembali membola, saat motor itu masuk ke halaman rumahnya.
"Itu mang Basir ngapain lagi, pakek acara bukain pintu segala, nggak lucu kalo dia ketemu mama, apa lagi papa. Bisa di smackdown gue."
***
"Nyari siapa, ya?" tanya Zeya, sambil menatap Kamga dari ujung rambut hingga kaki.
"Kenalin Tante, saya Kamga Angelo, temennya Gwenda." Kamga menyalimi Zeya sambil mengulas senyuman terbaiknya.
Zeya mengangguk ragu, pasalnya Gwenda selama ini tidak punya teman lelaki, dan satu-satunya teman yang Gwenda miliki itu cuma Yona.
"Nggak salah denger? Temennya Gwenda?" Zeya masih ragu, wanita itu masih menatap heran Kamga.
"Iya, Tante. Gwenda nya ada?"
"A-ada, ayo masuk dulu, Tante panggilan Gwenda." Zeya mempersilahkan Kamga masuk, meski ia masih belum sepenuhnya yakin, jika ucapan Kamga itu benar.
"Duduk," tutur Zeya lagi, lalu naik kelantai dua menuju kamar Gwenda.
"Gwend, ada temen kamu," ucap Zeya, seraya membuka pintu kamar anaknya.
Gwenda tidak menggubris, ia menutup mata seolah dirinya masih tertidur lelap.
"Gwenda, ayo bangun!" Zeya menggoyangkan tubuh mungil Gwenda. Gadis itu masih saja tidak menggubris, dan tetap berpura-pura tidur.
"Mama tahu kamu nggak tidur, Gwend. Ayo bangun," paksa Zeya, sambil menarik paksa selimut yang masih menutupi tubuh gadis itu.
"Apaan sih, ma? Berisik deh."
"Bangun, jelasin ke mama, siapa dia dan sejak kapan kalian berteman?"
"Masa bodo, aku nggak kenal sama dia," elak Gwenda masih dengan wajah datarnya.
"Nggak usah bohong, temuin dia, mama tunggu dibawah."
Zeya meninggalkan Gwenda dikamar, lalu pergi menemui Kamga diruang tamu.
***
"Papa?" Gwenda menyipit, melihat Revano ada diruang tamu bersama Kamga dan Zeya.
Revano Ardian Sachi, papa Gwenda sibuk berkerja, hanya pulang dihari-hari tertentu saja.
"Gwend, sejak kapan kamu punya temen cowok?" tanya Revano, menatap Gwenda dengan penuh selidik.
"Enggak, pa. Dia bukan temen Gwend," jawabnya dengan lesu lalu ikut duduk disebelah Revano.
"Gweeend?" Rivano menatap lekat manik mata Gwenda, lalu gadis itu mendengus kesal.
"Saya juga gurunya disekolah," imbuh Kamga sambil menyengir kuda, yang sebenarnya takut jika respon orang tua Gwenda tidak baik padanya.
"Oh, nama kamu siapa?" tanya Revano lagi, yang memang belum tahu nama lengkap Kamga.
"Kamga Angelo, om." Kamga sedikit membungkuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwend || Ending
Teen Fiction"Manusia itu bukan Matematika yang didalamnya lebih dari satu rumus, yang bisa dengan gampang dijelaskan dengan logika." Gwenda Aquella Sachi. "Bahkan matematika pun tidak serumit cinta." Kamga Angelo.